Jumat, 04 April 2014

TIGA NASEHAT


Pada suatu hari ada seseorang menangkap burung.  Burung  itu
berkata  kepadanya, "Aku tak berguna bagimu sebagai tawanan.
Lepaskan saja aku, nanti kuberi kau tiga nasehat."

Si Burung berjanji akan memberikan  nasehat  pertama  ketika
masih  berada  dalam  genggaman  orang  itu, yang kedua akan
diberikannya kalau ia sudah berada di cabang pohon, dan yang
ketiga ia sudah mencapai puncak bukit.

Orang itu setuju, dan meminta nasehat pertama.

Kata burung itu,

"Kalau  kau  kehilangan  sesuatu, meskipun kau menghargainya
seperti hidupmu sendiri, jangan menyesal."

Orang itupun melepaskannya, dan burung itu  segera  melompat
ke dahan.

Di sampaikannya nasehat yang kedua,

"Jangan percaya kepada segala yang bertentangan dengan akal,
apabila tak ada bukti."

Kemudian burung itu terbang ke puncak gunung. Dari  sana  ia
berkata,

"O  manusia malang! diriku terdapat dua permata besar, kalau
saja tadi kau membunuhku, kau akan memperolehnya!"

Orang itu sangat menyesal  memikirkan  kehilangannya,  namun
katanya,  "Setidaknya,  katakan  padaku  nasehat yang ketiga
itu!"

Si Burung menjawab,

"Alangkah tololnya kau,  meminta  nasehat  ketiga  sedangkan
yang   kedua  pun  belum  kaurenungkan  sama  sekali!  Sudah
kukatakan padamu agar jangan kecewa  kalau  kehilangan,  dan
jangan  mempercayai  hal yang bertentangan dengan akal. Kini
kau malah melakukan keduanya. Kau percaya pada hal yang  tak
masuk  akal  dan menyesali kehilanganmu. Aku toh tidak cukup
besar untuk bisa menyimpan dua permata besar!

Kau tolol. Oleh  karenanya  kau  harus  tetap  berada  dalam
keterbatasan yang disediakan bagi manusia."

Catatan

Dalam  lingkungan  darwis, kisah ini dianggap sangat penting
untuk  "mengakalkan"  pikiran  siswa   Sufi,   menyiapkannya
menghadapi   pengalaman   yang  tidak  bisa  dicapai  dengan
cara-cara biasa.

Di samping penggunaannya sehari-hari di kalangan Sufi, kisah
ini  kedapatan  juga  dalam klasik Rumi, Mathnawi. Kisah ini
ditonjolkan dalam Kitab Ketuhanan karya Attar, salah seorang
guru Rumi. Kedua pujangga itu hidup pada abad ke tiga belas.


0 komentar:

Posting Komentar