Jumat, 04 April 2014

PEMBAJAKAN SOFTWARE DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN


Pembajakan perangkat lunak dapat didefinisikan sebagai "menyalin dan menggunakan perangkat lunak komersial yang dibeli oleh orang lain". Pembajakan piranti lunak ilegal. Setiap bagian dari perangkat lunak bajakan mengurangkan sesuatu dari keuntungan perusahaan, mengurangi dana untuk inisiatif pengembangan perangkat lunak lebih lanjut.
Akar dari pembajakan perangkat lunak mungkin terletak pada awal 1960-an, ketika program komputer yang didistribusikan secara bebas dengan hardware mainframe oleh produsen perangkat keras (misalnya AT & T, Chase Manhattan Bank, General Electric dan General Motors). Pada akhir 1960-an, produsen mulai menjual perangkat lunak mereka secara terpisah dari perangkat keras yang diperlukan.
perangkat lunak ilegal saat ini dalam rekening US selama 25 - 50% dari software yang digunakan (lihat situs web di bawah ini untuk detail lebih lanjut). Negara-negara lain sering memiliki tingkat pembajakan yang jauh melampaui dari Amerika Serikat. Misalnya, Carol Bartz, presiden dan ketua Autodesk, Inc (www.autodesk.com) melaporkan bahwa salah satu produk unggulan mereka, AutoCAD, memiliki 90% dari desain-dibantu komputer (CAD) pasar di Cina, namun penjualan yang hampir dapat diabaikan karena diterima secara luas dari pembajakan perangkat lunak ( Memerangi Kejahatan Komputer: Kerangka Baru untuk Melindungi Informasi, Donn B. Parker, 1998 ). Sejumlah situs web yang terhubung pada akhir dokumen ini berisi informasi tentang perkiraan dari pembajakan perangkat lunak di seluruh dunia.Bartz juga menyatakan bahwa perusahaan perangkat lunak banyak enggan untuk mengejar pasar pendidikan karena kekhawatiran bahwa beberapa salinan perangkat lunak yang dibeli dapat menyebabkan jutaan salinan perangkat lunak ilegal, diproduksi "dalam nama mendidik anak-anak" (Parker, 1998).




Isu
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, pembajakan perangkat lunak ilegal. Ironisnya, banyak yang bajak software sepenuhnya menyadari legalitas, meskipun mereka mampu merasionalisasi terus berlatih.Beberapa kesulitan memiliki pemahaman perbedaan antara freeware, shareware perangkat lunak dan komersial. Lainnya percaya siswa tidak akan dapat mengambil keuntungan dari banyak kesempatan pendidikan berbasis teknologi tanpa akses ke software terjangkau. Sejak penganggaran perangkat lunak sering tidak memadai, dan sesekali upgrade perangkat keras membuat versi perangkat lunak usang setelah beberapa tahun, beberapa berpikir solusi "hanya" untuk masalah ini adalah dengan bajak laut versi baru dari perangkat lunak yang dibeli masa lalu. Akhirnya, beberapa orang tidak percaya bahwa pembajakan perangkat lunak benar-benar mencuri karena tidak ada kerugian dari sebuah produk nyata terlibat dalam tindakan pembajakan.
Baik pemerintah AS dan perusahaan perangkat lunak secara aktif terlibat dalam upaya untuk menghilangkan pembajakan. Dua kelompok utama dari produsen perangkat lunak yang terlibat dalam upaya ini adalah Software Publishers Association (http://www.spa.org) dan Business Software Alliance (http://www.bsa.org/index.html). Organisasi-organisasi ini secara teratur membawa gugatan terhadap perusahaan yang terlibat dalam pembajakan, memberikan hotline untuk pelaporan pembajakan perangkat lunak dan menyediakan halaman web untuk pelaporan online pembajakan perangkat lunak. Pemerintah AS FBI memiliki Squad Kejahatan Komputer (http://www.fortunecity.com/tattooine/t1000/153/fbiinfo.html), yang telah menyerbu banyak rumah dan kantor, menyita komputer dan shutdown pembajakan perangkat lunak nasional banyak cincin atas beberapa tahun terakhir.





BAB II
SEJARAH PEMBAJAKAN

Pembajakan dan pemalsuan telah meluas sejak fajar ekspresi artistik. Pada abad pertengahan, jumlah dan raja-raja menuntut lukisan dari pelukis kelas tinggi, tapi sering menerima pemalsuan atau tiruan berkualitas rendah. Maka dimulailah gagasan replika salinan yang impersonates yang asli.
pembajakan digital adalah jauh lebih muda. Ketika komputer pribadi pertama kali datang di pasar umum di akhir 70-an, gagasan tentang software apa yang akan memainkan peran sangat berbeda dari apa yang sekarang ini. Sampai Komputer Software Copyright Act of 1980, perangkat lunak tidak diakui sebagai kekayaan intelektual, sehingga tidak ada hukum terhadap pencurian atau reproduksi. Ketika Undang-Undang Hak Cipta Perangkat Lunak Komputer dilaksanakan, perangkat lunak didefinisikan sebagai karya sastra, sehingga membuat programer yang setara dengan penulis sastra modern hari.
Pada tahun 1989 akhir, Kantor Paten Amerika Serikat mulai menetapkan paten untuk pengembang perangkat lunak, melahirkan gagasan bahwa semua media digital merupakan kekayaan intelektual dari penulis, sehingga penulis memiliki hak untuk program dikompilasi dan sumber yang mendasari kode.
Asal pembajakan Software sangat tidak tepat di alam. Sebelum materi bajakan menjadi milik panas, sebelum digunakan secara luas Internet, dan bahkan sebelum laptop dan CD, ada Geeks komputer.
Computer Geeks bersifat universal dan merupakan nenek moyang pembajakan perangkat lunak Pembajakan dimulai pada tahun 1980-an saat teknologi komputer masih baru. Perangkat lunak komputer adalah baik untuk penggemar ekstrim atau perusahaan besar.
            Sampai saat ini perkembangan pembajakan terus meningkat dibeberapa Negara yang memiliki kelemahan pada peraturan Hak Cipta yang semena mena dibajak dan tanpa ada hukuman, sehingga membuat perkembangan pembajakan santai saja dalam melaksanakan pembajakan.
Pembajakan perangkat lunak diakui sebagai pengguna menyalin dan menggunakan item perangkat lunak komersial yang telah dibeli oleh orang lain adalah dengan semua hak ilegal. Tindakan seperti ini menarik kembali dari keuntungan perusahaan sehingga mengurangi dana untuk pengembangan lebih lanjut dalam perangkat lunak.  Dalam biaya pembajakan Australia lebih dari $ 220 juta Dolar AS kehilangan penjualan yang akhirnya berdampak pada pekerjaan masyarakat dan akhirnya memaksa biaya perangkat lunak untuk naik. 

Jenis kejahatan
Pembajakan piranti lunak tidak benar-benar menjadi masalah besar sampai rumah penjualan komputer pribadi melonjak di pertengahan hingga akhir 1990-an ketika Microsoft merilis Windows 95 yang membutuhkan keterampilan komputer keaksaraan beberapa dari pengguna. Microsoft mencatat penjualan besar-besaran perangkat lunak baru mereka sehingga spastics membuktikan bahwa di negara maju hampir setiap rumah tangga memiliki komputer yang paling tidak. Hasil ini adalah bahwa orang datang untuk mengandalkan lebih banyak pada mesin-mesin dan dari sana melahirkan perangkat lunak dan kejahatan cyber.  Jenis-jenis kejahatan yang sering disebut sebagai 'warez' (dimulai oleh anggota kalangan komputer bawah tanah, tapi kemudian diadopsi oleh masyarakat arus utama) yang umumnya mengacu pada pembebasan dari semua jenis "pekerjaan oleh orang lain tanpa otorisasi? ( http://en.wikipedia.org/wiki/Warez # The_history_of_warez ). Sekarang ini tindakan secara universal dikenal sebagai 'pembajakan'. 

Terkenal kasus pembajakan perangkat lunak
Cara terbaik untuk melacak sejarah pembajakan perangkat lunak adalah untuk membahas kasus-kasus besar di mana pembajakan telah menyeberang dari dunia internet dan berita telah meresap media mainstream. Satu kasus seperti itu Microsoft mengajukan gugatan terhadap Chris Fazendin yang diposting sekaligus celah untuk Microsoft Office 97 pada situs web. Microsoft menang dan memaksanya untuk membayar biaya standar $ 345 (program) untuk setiap kali crack itu download dari situs nya. Ketika Fazendin tidak berarti untuk membayar kembali biaya besar pembajakan, dan setelah Microsoft telah mendapatkan publisitas yang memadai sesuai dengan menjatuhkan mereka dengan imbalan Fazendin PC menyerah dengan janji untuk tidak melakukannya lagi (Herman, A. dan Swiss, T (ed),. World Wide Web: dan kontemporer teori budaya).
Kasus lain menetapkan patokan adalah US v. LaMacchia di mana seorang mahasiswa MIT digugat karena ia telah menggunakan server situs sekolah sebagai 'drop' untuk pembajakan internet tapi karena tidak ada uang yang telah menukarkan tangan dan tidak ada motif keuntungan terlibat kasus itu dijatuhkan. Sejak perubahan terbaru pelanggaran hukum hak cipta kecuali LaMacchia "? tidak berdiri lagi dan sekarang semua bentuk menyalin sekarang dianggap kejahatan.




BAB III
ETIKA DALAM PENGGUNAAN KOMPUTER

Etika dalam penggunaan komputer sedang mendapat perhatian yang lebih besar daripada sebelumnya. Masyarakat secara umum memberikan perhatian terutama karena kesadaran bahwa komputer dapat menganggu hak privasi individual. Dalam dunia bisnis salah satu alasan utama perhatian tsb adalah pembajakan perangkat alat lunak yang menggerogoti pendapatan penjual perangkat lunak hingga milyaran dolar setahun. Namun subyek etika komputer lebih dalam daripada masalah privasi dan pembajakan. Komputer adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya.

A. MORAL, ETIKA DAN HUKUM
Moral            : tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar atau salah
Etika        : satu set kepercayaan, standart atau pemikiran yang mengisi suatu individu, kelompok dan masyarakat.
Hukum         : peraturan perilaku yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah pada rakyat atau warga negaranya.
Penggunaan komputer dalam bisnis diarahkan oleh nilai-nilai moral dan etika dari para manajer, spesialis informasi dan pemakai dan juga hukum yang berlaku. Hukum paling mudah diiterprestasikan karena berbentuk tertulis. Dilain pihak etika dan moral tidak didefinisikan secara persis dan tidak disepakati oleh semua anggota masyarakat.

B. PERLUNYA BUDAYA ETIKA
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Para eksekutif mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
  1. Corporate credo : pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
  2. Program etika : suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
  3. Kode etik perusahaan


C. ETIKA DAN JASA INFORMASI
Etika komputer adalah sebagai analisis mengenai sifat dan dampak social teknologi kompuetr, serta formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tsb secara etis. (James H. Moor) Manajer yang paling bertanggungjawab terhadap etika komputer adalah CIO. Etika komputer terdiri dari dua aktivitas utama yaitu :
  •  CIO harus waspada dan sadar bagaimana komputer mempengaruhi masyarakat.
  •  CIO harus berbuat sesuatu dengan menformulasikan kebijakan-kebijakan yang memastikan bahwa teknologi tersebut secara tepat.

Namun ada satu hal yang sangat penting bahwa bukan hanya CIO sendiri yang bertanggungjawab atas etika komputer. Para manajer puncak lain juga bertanggungjawab. Keterlibatan seluruh perusahaan merupakan keharusan mutlak dalam dunia end user computing saat ini. Semua manajer di semua area bertanggungjawab atas penggunaan komputer yang etis di area mereka. Selain manajer setiap pegawai bertanggungjawab atas aktivitas mereka yang berhubungan dengan komputer. Alasan pentingnya etika computer Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada komputer, yaitu :
  • Kelenturan logika : kemampuan memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan.
  • Faktor transformasi : komputer dapat mengubah secara drastis cara kita melakukan sesuatu.
  • Faktor tak kasat mata : semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan.
  • Faktor ini membuka peluang pada nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat.


D. HAK SOSIAL DAN KOMPUTER
Masyarakat memiliki hak-hak tertentu berkaitan dengan penggunaan komputer, yaitu :

I. Hak atas komputer :
1. Hak atas akses komputer
2. hak atas keahlian komputer
3. hak atas spesialis komputer
4. hak atas pengambilan keputusan komputer

II. Hak atas informasi :
1. Hak atas privasi
2. Hak atas akurasi
3. Hak atas kepemilikan
4. Hak atas akses

Kontrak sosial jasa informasi
Untuk memecahkan permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam suatu kontrak sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa informasi membuat kontrak dengan individu dan kelompok yang menggunakan atau yang mempengaruhi oleh output informasinya. Kontrak ini tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi. Kontrak tersebut, menyatakan bahwa :
·         Komputer tidak akan digunakan untuk sengaja mengganggu privasi orang
·         Setiap ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemrosesan computer
·         Hak milik intelektual akan dilindungi
·         Komputer dapat diakses masyarakat sehingga anggota masyarakat terhindar dari ketidaktahuan informasi.




BAB IV
KEBIJAKAN KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA MENGENAI PEMBAJAKAN

Saran KPPU Mengenai Kebijakan Pemerintah Terhadap Pembajakan
Mencermati perkembangan kebijakan pemerintah pada dua sector industri di Indonesia yaitu sektor ritel dan peranti lunak (software), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan saran dan pertimbangan terkait dengan Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern, dan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Microsoft dengan Pemerintah RI. Saran pertimbangan tersebut disampaikan kepada Pemerintah sebagai hasil analisis tim KPPU berkaitan
dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia.

Industri Ritel
Intensitas tingkat persaingan yang tinggi diantara pelaku usaha ritel menunjukkan bahwa persoalan dalam industri ritel bukanlah persoalan sederhana. Polapola perubahan pengelolaan ritel yang mengakomodasi tuntutan konsumen melalui pengelolaan manajemen yang lebih baik juga harus dicermati, sampai sejauh mana pengelolaan tersebut tidak bertentangan dengan persaingan usaha yang sehat.
Dalam hal ini, peran Pemerintah untuk mengatasi ancaman hilangnya kesempatan berusaha bagi pelaku usaha ritel kecil dan tradisional serta pemasok, harus selaras dengan terbukanya kesempatan bagi pelaku usaha untuk mengimplementasikan konsepkonsep pengelolaan ritel yang lebih baik. Terkait dengan substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern, secara khusus KPPU memberikan catatan terhadap beberapa hal antara lain, sebagai berikut :
1.    Mendukung sepenuhnya upaya perlindungan dan pemberdayaan kesejahteraan rakyat usaha kecil ritel, dengan menyerahkan substansi pengaturannya kepada Pemerintah.
2.    Memberikan penekanan agar dalam substansi pengaturan tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana tercantum dalam UU No.5/1999.
3.    Mengingat sangat tingginya daya tawar ritel modern yang tidak hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil saja, tetapi juga usaha menengah dan besar, maka diusulkan agar pengaturan ditujukan tidak hanya terkait dengan hubungan transaksi antara pemasok kecil dan peritel modern, tetapi juga antara pemasok menengah dan besar dengan peritel modern tersebut.
4.    Mengusulkan adanya klausul khusus yang menegaskan peran KPPU dalam penanganan masalah persaingan usaha dalam industri ritel.

Industri Piranti Lunak Industri teknologi informasi Indonesia saat ini diramaikan oleh kontroversi yang berkaitan dengan keberadaan MoU antara Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informasi (selanjutnya ditulis Pemerintah) dengan Microsoft. Pemerintah menyebutkan bahwa MoU tersebut merupakan upaya untuk melegalkan seluruh piranti lunak Microsoft (yakni Microsoft Windows dan Microsoft Office) yang saat ini terpasang di instansi Pemerintah.
Hal ini terkait dengan dugaan bahwa sebagian besar piranti lunak di instansi pemerintah tidak menggunakan lisensi yang seharusnya. Melalui MoU tersebut Pemerintah memutuskan untuk membeli ribuan lisensi Microsoft Windows dan Microsoft Office yang jumlah pastinya akan ditetapkan melalui sebuah sensus. Pemerintah dalam penjelasannya menyatakan bahwa MoU dilakukan untuk kepentingan yang lebih luas. Selama ini dalam bisnis teknologi informasi, Indonesia
termasuk dalam jajaran negara dengan jumlah pelanggaran hak cipta terbesar di dunia.
Indonesia menempati urutan ketiga terburuk di dunia (di atas Vietnam dan Zimbabwe) dalam penggunaan piranti lunak ilegal, terutama piranti lunak komputer. Pada penggunaan sekitar 5,9 juta komputer pribadi (personal computer/PC) yang beredar di Indonesia, sebanyak 87 persen masih menggunakan piranti lunak ilegal. Keberadaan MoU tersebut disikapi oleh KPPU dengan melakukan penelitian yang komprehensif. Berdasarkan penelitian tersebut, KPPU berpendapat sebagai berikut:
1.    KPPU memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk melakukan pemberantasan piranti lunak ilegal di Indonesia, khususnya di instansi Pemerintah. Proses pembajakan piranti lunak telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industry piranti lunak Indonesia. Akibatnya inovasi di industri piranti lunak terancam macet bahkan berhenti sama sekali, yang pada gilirannya dapat mematikan inovasi dan potensi wirausaha di industri tersebut.
2.    Terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan MoU dengan Microsoft sebagai bagian dari upaya pemberantasan pembajakan, KPPU berpendapat bahwa MoU tersebut tidaklah tepat karena bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU yang dalam implementasinya akan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a.    Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar piranti lunak sistem operasi (melalui Microsoft Windows) dan piranti lunak aplikasi perkantoran (melalui Microsoft Offi ce) di Indonesia. Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi untuk disalahgunakan. MoU tersebut berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia piranti lunak (sistem operasi dan aplikasi perkantoran).
b.    Menutup peluang pelaku usaha penyedia piranti lunak system operasi dan aplikasi perkantoran di Indonesia selain Microsoft, untuk dapat memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal tersebut akan menyebabkan pengembangan piranti lunak di Indonesia menjadi tidak menarik. Inovator dan wirausahawan Indonesia dalam industri piranti lunak terancam kelangsungan usahanya, karena berkurangnya daya tarik pasar.
c.    Tidak adanya alternatif pilihan piranti lunak sistem operasi dan piranti lunak aplikasi perkantoran bagi instansi Pemerintah selain produk Microsoft. Dalam jangka panjang hal tersebut akan menutup potensi efi siensi proses pengadaan piranti lunak di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkan inovasi industri piranti lunak yang bersaing dengan sehat (bukan hanya Microsoft).
3.    Memperhatikan hal tersebut di atas, KPPU berpendapat bahwa solusi untuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft, tidaklah tepat mengingaT akar permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya pembajakan piranti lunak adalah terkait dengan permasalahan penegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan intelektual.
4.    Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila semua elemen bangsa ini memiliki kemauan untuk mewujudkannya, maka hal tersebut dapat diimplementasikan.
5.    Mencermati hal tersebut di atas maka KPPU menyarankan agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasan pembajakan piranti lunak dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi kesenjangan teknologi digital (digital divide) dalam pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dalam jangka panjang dengan munculnya beragam pilihan piranti lunak yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas sebagai hasil dari inovasi rekayasa piranti lunak dalam aplikasi-aplikasi perkantoran maupun aplikasi lainnya.
6.    Berdasarkan analisis di muka, KPPU menyarankan agar Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut MoU tersebut untuk menghindarkan munculnya potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat di industri piranti lunak Indonesia. Inovasi di industri piranti lunak terancam stagnan akibat proses pembajakan piranti lunak telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri piranti lunak

Industri teknologi informasi Indonesia saat ini diramaikan oleh kontroversi yang berkaitan dengan keberadaan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informasi (selanjutnya ditulis Pemerintah) dengan Microsoft. Disebutkan bahwa MoU tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk melegalkan seluruh software microsoft (yakni microsoft windows dan microsoft office) yang saat ini terpasang di instansi Pemerintah, yang diduga sebagian besar tanpa lisensi yang seharusnya. Melalui MoU tersebut Pemerintah memutuskan untuk membeli ribuan lisensi microsoft windows dan microsoft office, yang jumlah kepastiannya akan ditetapkan melalui sebuah sensus.
Proses pembelian ini dikritisi oleh berbagai ahli information Technology (IT) di
Indonesia mengingat pada saat yang sama Pemerintah melalui Menteri Riset dan Teknologi, sedang giat melaksanakan Program IGOS (Indonesian Go Open Sources). Salah satu program IGOS adalah mengembangkan program-program berbasis open source, termasuk di dalamnya software yang memiliki fungsi yang sama dengan microsoft windows (operating system) dan microsoft office (yang sudah dikenal adalah open office).
IGOS dilaksanakan berdasarkan open source, artinya dibuat berdasarkan sumbersumber yang secara terbuka dapat digunakan oleh publik. Dalam perkembangannya kondisi ini akan menciptakan konsekuensi sistem IT yang lebih murah. Para pakar IT mengkritisi MoU tersebut karena transaksi tersebut akan menutup peluang perangkat lunak alternatif seperti diprogramkan IGOS, untuk digunakan di beberapa instansi Pemerintah. Selain itu, secara jangka panjang para tenaga ahli IT menilai MoU juga akan menjadi disinsentif bagi para para inovator IT Indonesia untuk terus melahirkan perangkat lunak alternatif berbasis open source.

     Landasan Kebijakan MoU
Dalam penjelasannya Pemerintah menyatakan bahwa MoU dilakukan untuk kepentingan yang lebih luas. Selama ini Indonesia dalam bisnis IT termasuk jajaran
negara dengan jumlah pelanggaran hak cipta terbesar di dunia. Indonesia menempati urutan ketiga terburuk di dunia dalam pengggunaan piranti lunak, terutama software komputer ilegal. Dari 5,9 juta personal computer (PC) yang beredar di Indonesia, sebanyak 87 persen masih menggunakan piranti lunak ilegal. Posisi Indonesia yang disusul Vietnam dan Zimbabwe di urutan paling bawah itu diangkat dalam forum dialog Kadin Indonesia Komite Amerika Serikat (KIKAS) dan PT Microsoft Indonesia, Kamis (18/1), di Jakarta. Bahkan berdasarkan data BSA (Business Software Alliance), kerugian akibat praktik pembajakan software di Indonesia mencapai US$280 juta. Posisi ini cukup menyulitkan Indonesia, terutama berkaitan dengan negosiasi dagang antar negara. Seperti antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Selama ini Amerika Serikat sering menjadikan masalah pembajakan software sebagai bagian dari negosiasi perdagangan yang kemudian dijadikan bahan retaliasi terkait dengan beberapa komoditi Indonesia seperti udang, tekstil dan sebagainya. Kondisi ini tentu saja menyulitkan Pemerintah dalam melakukan negosiasi G to G dengan negara lain yang selalu menjadikan pembajakan sebagai salah satu nilai tawarnya. Tidaklah mengherankan apabila Pemerintah kemudian menekankan bahwa pemberantasan pembajakan software merupakan pekerjaan terbesar Indonesia yang harus segera dilakukan. Tetapi upaya pemberantasan ini menghadapi kendala, mengingat dibutuhkannya sebuah pendekatan yang komprehensif untuk hal tersebut. Untuk itulah Pemerintah kemudian mengembangkan beberapa kegiatan termasuk di antaranya adalah negosiasi secara langsung dengan Microsoft melalui MoU sebagaimana disebutkan di atas.
Pemerintah menyatakan bahwa model MoU ini terbukti efektif dilakukan oleh
Mesir, untuk memperbaiki citranya dimata dunia internasional dalam hal pemberantasan pembajakan. Efektifitas dari MoU ini, dinilai Pemerintah akan mendongkrak nilai Indonesia di mata para negara lain sekaligus investor yang akan memunculkan anggapan  bahwa Indonesia telah mengimplementasikan penegakan hukum terhadap proses-proses pembajakan HaKI.
Berdasarkan paparan Pemerintah, selama rentang waktu tertentu yang ditentukan dalam perjanjian sebagai tindak lanjut MoU, Pemerintah akan melakukan pembelian perangkat lunak Microsoft sehingga seluruh software di instansi Pemerintah dinyatakan legal oleh Microsoft. Dalam rentang waktu tersebut, Pemerintah juga berniat melakukan pembenahan dengan merevisi peraturan perundangan serta melakukan pemberantasan pembajakan software. Selain itu, Pemerintah juga menyatakan akan membantu komunitas open source untuk menjadi lebih layak dikelola sebagai usaha bukan lagi sebagai hobi. Berdasarkan paparan Pemerintah di atas, tampak bahwa persoalan utama yang dicoba diatasi melalui MoU ini adalah gagalnya pemberantasan pembajakan software Microsoft di Indonesia. Sayangnya solusi yang digunakan ternyata berpotensi berbenturan dengan peraturan perundangan termasuk UU No 5 Tahun 1999.

Gambaran Industri Software Indonesia
Seiring dengan perkembangan industri komunikasi dan informasi di dunia, industri software di Indonesia juga berkembang pesat. Kini berbagai aplikasi komunikasi dan informasi telah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar orang. Tidaklah mengherankan apabila industri ini terus tumbuh dari waktu ke waktu. Di industri software ini, Microsoft telah menjelma sebagai sebuah kekuatan yang luar biasa. Hal tersebut tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Ada dua software utama Microsot yang banyak digunakan aplikasinya di seluruh dunia yakni Microsoft windows (operating system) dan Microsoft office (aplikasi perkantoran). Di Indonesia keduanya menjadi penguasa pasar dengan penguasaan di atas 90%. Sesungguhnya produk Microsoft sendiri tidak hanya terbatas pada dua aplikasi tersebut, tetapi juga aplikasi yang lainnya seperti terlihat dalam tabel 1 di bawah ini.
Dalam beberapa aplikasi, produk Microsoft tidak sehebat Microsoft office dan windows, misalnya untuk server operating system di Indonesia, Microsoft Indonesia mengakui menguasai 50% pangsa pasar.

Di sisi lain seiring perkembangan industri komunikasi dan informasi, Microsoft juga menjadi pemasok beberapa aplikasi lainnya seperti di telepon seluler. Misalnya untuk telepon seluler Microsoft mengembangkan operating system. Sayangnya di area ini Microsoft tidak seberhasil di operating system (OS) untuk komputer. Penguasa OS telepon seluler dunia saat ini adalah Symbian yang tertanam di 51,7 juta unit smartphone di seluruh dunia, atau menguasai 72,5% pangsa pasar global smartphone selama 2006. OS Linux menduduki posisi kedua dengan pangsa pasar 16,9% dan ketiga Microsoft 4,6% Tantangan bagi penguasa pasar seperti Microsoft di operating system dan office system, terus bermunculan. Salah satu penantang yang cukup berkembang pesat adalah aplikasi-aplikasi berbasis open source. Aplikasi berbasis open source memiliki keunggulan tersendiri, karena karakteristiknya yang terbuka source codenya, sementara Microsoft tidak. Salah satu basis open source yang cukup terkenal adalah Linux. Terdapat banyak aplikasi padanan software Microsoft yang dibangun berbasis Linux. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan beberapa aplikasi di MS Windows dan Linux.
Apabila kita melihat padanan software berbasis open source khususnya Linux dengan software aplikasi yang dikembangkan Microsoft di atas, maka sesungguhnya perkembangan yang terjadi dalam industri software sangat dinamis dan terjadi persaingan yang sangat ketat berbasis inovasi.
Sayangnya di Indonesia persaingan yang sangat ketat dan dinamis ini, masih terhalang oleh belum terlindunginya hak kekayaan intelektual para pencipta/inovator
software Indonesia. Permasalahan pembajakan masih menjadi momok yang luar biasa.
Secara jangka panjang hal ini telah menyebabkan munculnya disinsentif bagi pengembangan industri software Indonesia. Konsumen lebih tertarik membeli softwaresoftware bajakan yang sangat populer dari penguasa pasar karena harganya sangat murah ketimbang software-software baru yang dikembangkan dengan harga kompetitif dibandingkan dengan harga riil software penguasa pasar yang legal. Akibat dari kondisi ini, maka secara ekonomis hampir tidak ada daya tarik pasar bagi para innovator/ wirausaha dalam industri software Indonesia. Tidaklah mengherankan apabila pemberantasan pembajakan software harus menempati prioritas utama dalam upaya menumbuh kembangkan industri software di Indonesia.

MoU Pemerintah-Microsoft

Berkaitan dengan MoU Pemerintah, maka sebagai langkah awal untuk memahami substansi yang tercantum dalam MoU, berikut adalah beberapa pokok-pokok isi MoU tersebut.
  • MoU ini dibuat sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan Bill Gates (Chairman of Microsoft Corporation) pada tanggal 27 Mei 2005. MoU ini ditandatangani oleh Menkominfo Sofyan A. Djalil yang dalam hal ini mewakili Pemerintah Indonesia dengan Chris Atkinson dari PT. Microsoft Indonesia selaku anak perusahaan Microsoft Corporation.
  • Hal yang melatarbelakangi MoU ini antara lain adalah bahwa Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya ICT, maka oleh karenanya diperlukan suatu implementasi dan penegakan hukum terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual dan Pemerintah berkeinginan untuk mengambil langkah-langkah yang menitikberatkan pada pentingnya penggunaan software berlisensi resmi. Pemerintah Indonesia telah mencapai kesepahaman dengan Microsoft yang memungkinkan komputer desktop di seluruh instansi Pemerintah akan mendapat lisensi resmi.
  • Ada dua tujuan utama dari MoU ini, yaitu pertama, pemberian lisensi dan penggunaan Microsoft Windows dan Microsoft Office di seluruh kementerian, departemen dan badan pemerintahan Indonesia. Kedua, mendukung berbagai proyek ICT yang ditandai dengan pembentukan Dewan TIK Nasional dan mendukung pertumbuhan industri ICT di Indonesia.
  • Pemberian lisensi untuk Microsft Windows dan Microsoft Office sebagaimana dimaksud akan mengacu pada kemampuan pendanaan dari Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kewajiban pembayaran serta memenuhi ketentuan dalam Keppres No. 80/2003 terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Detail kesepakatan termuat di dalam Lampiran A yang intinya lisensi yang akan dibeli adalah sebanyak 35.496 Microsoft Wndows dan 117.480 Microsoft Office. Sebagai konsekuensinya Pemerintah Indonesia mendapatkan hibah 266.220 lisensi Microsoft Windows dan 266.220 Microsoft Office.
  • Jumlah komputer pada lampiran A berasal dari data yang dipublikasikan Bank Dunia, IDC dan Intel Corporation. Pemerintah akan mengadakan sensus pada tahun pertama perjanjian ini, dan angka yang tercantum pada lampiran A tersebut akan direvisi sesuai sensus tersebut
  • Paling lambat tanggal 31 Maret 2007, Microsoft dan Pemerintah Republik Indonesia akan menandatangani kontrak yang mengikat. Setelah kontrak ditandatangani, Microsoft dan Pemerintah Republik Indonesia bermaksud untuk melaksanakan inisiatif sesuai pada lampiran B. MoU ini bersifat tidak mengikat, paling tidak sampai kontrak ditandatangani. Pihak-pihak yang terkait wajib merahasiakan isi dari MoU ini.

Mencermati gambaran MoU tersebut di atas, maka sangat jelas bahwa permasalahan utama yang akan diselesaikan melalui MoU tersebut adalah masalah banyaknya software Microsoft yang terpasang di instansi Pemerintah yang tidak memiliki lisensi sebagaimana seharusnya. Langkah penyelesaian adalah dengan melakukan proses pembelian sejumlah software Microsoft.

Analisis Permasalahan Dalam Perspektif Persaingan Usaha
Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan penegakan hukum hak kekayaan intelektual (HaKI) dengan membuat MoU dengan Microsoft memiliki beberapa kelemahan. MoU tersebut menjustifikasi bahwa seolah-olah software yang terpasang di instansi Pemerintah adalah software Microsoft. Selain itu software di sebagian besar instansi Pemerintah adalah ilegal. Hal ini harus ditelusuri secara cermat mengingat di beberapa instansi Pemerintah kini dikembangkan penggunaan software selain Microsoft, seperti Kementerian Riset dan Teknologi, yang mencanangkan penggunaan software yang berbasis open source. Selain itu, hampir seluruh pengadaan komputer di instansi Pemerintah dilakukan melalui proses tender di mana software Microsoft sudah termasuk satu paket dengan komputer ditenderkan. Artinya seharusnya komputer Pemerintah senantiasa berbasis software-software yang legal.
Mencermati perkembangan tersebut serta kondisi aktual industri software yang bergerak dengan sangat dinamis saat ini, maka secara jangka panjang MoU antara Pemerintah dengan Microsoft akan merugikan apabila dilihat dari perspektif persaingan usaha, karena MoU tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan beberapa hal berikut :
1.    MoU akan memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system software (melalui Microsoft windows) dan software aplikasi kantor (melalui Microsoft Office). Melalui MoU ini, 100% pasar aplikasi operating system dan administrasi perkantoran di instansi Pemerintah akan menjadi milik Microsoft. Secara jangka panjang kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi untuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia software (operating system dan aplikasi kantor). Hal ini misalnya bisa terjadi melalui harga-harga software Microsoft yang mahal di kemudian hari.
2.    Terpasangnya operating system dan aplikasi perkantoran Microsoft di instansi Pemerintah, juga akan menyebabkan efek lanjutan berupa keunggulan bersaing software-software Microsof selain windows dan office. Hal ini disebabkan software Microsoft lebih dapat kompatibel dengan microsoft windows dan office daripada software yang dikembangkan pelaku usaha lainnya. Sayangnya keunggulan tersebut diperoleh Microsoft dengan cuma-cuma melalui MoU tersebut di atas. Kondisi ini membawa efek yang sangat buruk karena akan meningkatkan potensi eksploitasi instansi Pemerintah oleh Microsoft di masa-masa yang akan datang, yang tidak hanya dilakukan melalui dua aplikasi yang ada dalam MoU.
3.    MoU telah menutup peluang pelaku usaha penyedia operating system software dan aplikasi kantor Indonesia selain Microsoft, untuk dapat memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal ini akan menjadi disinsentif bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator dan wirausahawan Indonesia dalam industri software terancam kelangsungannya, karena tidak lagi ada daya tarik pasar.
4.     MoU akan menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating system software dan software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selain produk Microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensi efisiensi proses pengadaan software di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif mendapatkan software yang sesungguhnya dapat menggantikan fungsi software Microsoft dengan biaya yang lebih murah. Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa MoU antara Microsoft dengan Pemerintah bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU tersebut telah menjadi entry barrier yang sangat nyata bagi penyedia software selain Microsoft untuk pasar instansi Pemerintah. Selain itu MoU tersebut juga akan menjadi disinsentif jangka panjang bagi pengembangan inovasi dan kreativitas software di Indonesia yang justru berbasis muatan lokal.


Solusi Pemberantasan Pembajakan Tanpa Menimbulkan Pelanggaran Prinsip
Persaingan Usaha Yang Sehat
Memperhatikan salah satu konsep awal yang menjadi tujuan dari MoU ini, yakni berkaitan dengan penyelesaian masalah pembajakan software, KPPU memandang kebijakan melakukan MoU dengan Microsoft bukanlah kebijakan yang tepat, karena akar permasalahan dari pemberantasan pembajakan software terletak pada penegakan hokum dari peraturan perundangan yang berlaku tentang hak dan kekayaan intelektual (HaKI). Khusus untuk pemberantasan pembajakan di instansi Pemerintah, sesungguhnya terdapat banyak pilihan kebijakan yang tidak bertentangan dengan prinsip persaingan usaha. Hal terpenting dari semua ini adalah agar pembajakan software tidak lagi menjadi budaya di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk di instansi Pemerintah.
Misalnya saja Pemerintah dapat mewajibkan seluruh instansi Pemerintah dalam jangka waktu tertentu untuk mengubah software dalam komputernya, dengan software yang berlisensi. Hal tersebut diikuti dengan ancaman sanksi bagi aparat Pemerintah yang tidak melaksanakannya. Dalam hal inilah maka ketegasan penegakan aturan akan menjadi kunci keberhasilan.
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa semangat yang ada dalam MoU antara Pemerintah dengan Microsoft, bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. Untuk itu maka KPPU menyarankan agar Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat di industri software Indonesia.




BAB V
TEKNIK MENGHINDARI PEMBAJAKAN


1.    Kriptografi
Aplikasi kriptografi terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan terjaminnya kerahasiaan pesan dan dokumen penting. Banyak algoritma baru yang dibuat dengan berbagai macam keunggulan agar enkripsi yang dilakukan tidak dapat diketahui. Penggunaan kriptografi dalam teknologi informasi harus didukung oleh kebijakan yang ditetapkan di setiap negara. Survey terhadap kebijakan kriptografi di seluruh dunia menghasilkan data bahwa di beberapa negara di dunia terdapat pembatasan dalam penggunaan teknologi dan produk enkripsi data untuk melindungi privasi saat online. Negara-negara tersebut mengutamakan keamanan negara dan mengenyampingkan privasi publik.

1.1 Komunikasi Online
Karena kebutuhan manusia semakin kompleks, seiring juga dengan kegiatan manusia yang semakin beragam, teknologi terus berkembang untuk membantu manusia. Dengan teknologi yang ada sekarang ini, manusia dapat berkomunikasi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Komunikasi seperti ini dapat berupa percakapan melalui media telepon dan telepon seluler, percakapan melalui media internet dengan messenger, pengiriman dan penerimaan surat melalui jaringan (email), transaksi jual/beli secara online, dan sebagainya.
1.2 Kriptografi
Kriptografi adalah suatu ilmu sekaligus seni untuk menjaga kerahasiaan pesan atau secara singkat berarti cara menjaga privasi saat berkomunikasi. Untuk tujuan tersebut dilakukan enkripsi dan dekripsi terhadap pesan atau dokumen penting yang sifatnya rahasia. Enkripsi merupakan proses mengubah data menjadi bentuk yang sulit/tidak dapat dimengerti. Sedangkan dekripsi  merupakan proses pengembalian data yang telah dienkripsi menjadi bentuk yang sebenarnya dan dapat dimengerti kembali.
1.3 Kriptografi dalam Komunikasi Online
Untuk melindungi privasi pengguna komunikasi online, digunakan kriptografi. Enkripsi dilakukan terhadap suara saat bercakap-cakap melalui telepon seluler, pesan dan email yang dikirim, PIN kartu kredit/debet saat membeli barang melalui website komersial, PIN kartu ATM saat mengambil uang secara online, dan lain-lain. Dengan algoritma enkripsi yang kuat, data/pesan penting dan rahasia yang dikirim melalui jaringan tidak dapat diketahui maksudnya walaupun dapat disadap di tengah jalan.
1.4 Peraturan Mengenai Kriptografi
Pada dasarnya, peraturan tentang penggunaan kriptografi dalam teknologi informasi dibuat oleh pemerintah negara. Setiap negara berhak menentukan peraturan seperti apa yang akan diberlakukan di negaranya dengan mempertimbangkan aspek keamanan negara serta aspek privasi masyarakatnya. Peraturan ini meliputi aplikasi kriptografi yang boleh dipergunakan berdasarkan algoritma yang diimplementasikan, dan produk kriptografi apa saja yang boleh diperjualbelikan/diekspor/diimpor berdasarkan tujuan penggunaan aplikasi tersebut.

Menurut survey oleh Global Internet Liberty Campaign terhadap negara-negara di dunia, terdapat beberapa negara yang membatasi dengan ketat penggunaan produk kriptografi, seperti di Amerika, Rusia, Cina, Pakistan, dan Singapura. Di beberapa negara yang lain juga terdapat pembatasan tetapi tidak ketat seperti di Indonesia, Malaysia, Jepang, Spanyol, Afrika Selatan, dan Taiwan. Sedangkan di negara-negara lainnya teknologi kriptografi dapat digunakan dengan bebas seperti di Brazil, Denmark, Jerman, Belanda, Filipina, dan Swiss. Negara-negara yang sangat membatasi penggunaan kriptografi biasanya ingin menghindari resiko terjadinya komunikasi rahasia untuk merencanakan gangguan keamanan seperti penyerangan dan pemberontakan. Di negara-negara seperti ini, walaupun komunikasi melalui internet maupun telepon seluler dilakukan dengan mengenkripsi data yang dipertukarkan, data-data yang telah dienkripsi tersebut tetap dapat dibaca oleh pemerintah, juga oleh cryptanalys karena algoritma yang diperbolehkan bukanlah unbreakable encryption methods.
Memang keamanan pemerintah dan negara lebih terjamin, tetapi dampak negatifnya cukup besar. Dampak negatif dari hal ini antara lain tidak ada lagi privasi bagi pribadi yang menggunakan media online untuk berkomunikasi, terganggunya kemanan dalam transaksi komersial secara online, banyaknya kemungkinan terjadi pembajakan software, dan besarnya kemungkinan terjadi pencurian/pengrusakan data-data penting oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pada makalah ini, kami akan membahas trade off yang timbul saat diberlakukannya peraturan mengenai penggunaan kriptografi yang sangat ketat serta usulan agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Kriptografi adalah suatu ilmu sekaligus seni untuk menjaga kerahasiaan pesan atau secara singkat berarti cara menjaga privasi saat berkomunikasi. Untuk tujuan tersebut dilakukan enkripsi dan dekripsi terhadap pesan atau dokumen penting yang sifatnya rahasia. Pada dasarnya, peraturan tentang penggunaan kriptografi dalam teknologi informasi dibuat oleh pemerintah negara. Setiap negara berhak menentukan peraturan seperti apa yang akan diberlakukan di negaranya dengan mempertimbangkan aspek keamanan negara serta aspek privasi masyarakatnya. Dengan peraturan yang ketat dalam penggunaan kriptografi, pemerintah negara bermaksud meminimalkan resiko terjadinya gangguan keamanan negara. Tetapi maksud baik tersebut menimbulkan dampak negatif seperti tidak ada lagi privasi bagi pribadi yang menggunakan media online untuk berkomunikasi, terganggunya kemanan dalam transaksi komersial secara online, banyaknya kemungkinan terjadi pembajakan software, dan besarnya kemungkinan terjadi pencurian/pengrusakan data-data penting oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  Penetapan peraturan oleh setiap negara pastinya telah dipertimbangkan dengan sungguhsungguh oleh masing-masing pihak yang berwenang. Melalui makalah ini kami ingin memberikan beberapa pemikiran antara lain:

  • Dalam transaksi jual/beli online, asalkan situs dan barang dagangannya legal, seharusnya penggunaan kriptografi dibebaskan.
  • membuka pendaftaran untuk perusahaan-perusahaan dan publik yang perlu melakukan pertukaran data penting secara online agar dibebaskan menggunakan kriptografi. Peraturan Mengenai Kriptografi, Menjaga Privasi atau Menjaga Keamanan?
  • Data/pesan yang dipertukarkan dengan enkripsi tetapi dianggap mencurigakan boleh saja diterjemahkan oleh pemerintah, tetapi pemerintah harus tetap menjamin kerahasiaan data/pesan tersebut.
  • Jual/beli dan ekspor/impor produk kriptografi memang sebaiknya diawasi oleh pemerintah. Tetapi tidak perlu membatasi jenis algoritma dalam produk enkripsi yang diizinkan.

2.    Pendidikan
Cara termudah untuk mengurangi pembajakan adalah untuk menetapkan contoh yang baik. Jangan gunakan perangkat lunak bajakan atau mendistribusikan perangkat lunak komersial untuk siswa atau kolega. Adalah penting bahwa kebijakan melampaui ruang kelas individu, dan bahwa sekolah / kabupaten mengembangkan manajemen perangkat lunak, akuisisi dan kebijakan pelaksanaan. Kebijakan-kebijakan harus dibuat jelas untuk setiap guru di sekolah Acceptable Use Policy , dengan pernyataan eksplisit mengenai unacceptability dari pembajakan perangkat lunak. Koordinator harus menentukan teknologi yang umum digunakan paket perangkat lunak yang kompatibel dengan hardware diantisipasi dan upgrade jaringan, dan membuat fakultas menyadari perubahan-perubahan sebelum upgrade. Cara lain untuk mengurangi kemungkinan pembajakan perangkat lunak secara eksplisit dinyatakan dalam Melindungi Anda Teknologi: Pedoman Praktis Keamanan Informasi Pendidikan Elektronik (http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=98297). Diantara rekomendasi mereka adalah:
  1. Memiliki lokasi pusat untuk program perangkat lunak. Tahu yang aplikasi selalu ditambahkan, diubah atau dihapus.
  2. Secure master salinan perangkat lunak dan dokumentasi asosiasi, sedangkan fakultas memberikan akses ke program-program bila diperlukan.
  3. Jangan meminjamkan atau memberikan kepada pengguna perangkat lunak komersial tanpa izin.
  4. Izin hanya berwenang pengguna untuk menginstal perangkat lunak.
  5. Melatih dan membuat staf sadar menggunakan perangkat lunak dan prosedur keamanan yang kemungkinan mengurangi pembajakan perangkat lunak.
Akhirnya, terdapat sejumlah utilitas jaringan yang menghapus file program yang tidak sah dan secara preset. Utilitas ini dapat secara efektif memonitor dan menghapus secara ilegal memiliki software shareware dan komersial tanpa penambahan investasi yang signifikan dalam waktu administrator jaringan atau usaha.



BAB VI
KONDISI PEMBAJAKAN INDONESIA

Pembajakan piranti lunak atau software komputer di Indonesia meningkat satu persen pada kurun 2008-2009 atau di tengah resesi ekonomi global. Asosiasi internasional yang mewakili industri software global, Business Software Alliance (BSA) bersama perusahaan riset pasar IDC, mengumumkan hasil studi tahunan ketujuh pembajakan software global di Jakarta, Kondisi pembajakan piranti lunak komputer di Indonesia sedikit memburuk Fakta di lapangan masih banyak praktek pembajakan terjadi.
Hasil riset pembajakan software yang terjadi di lebih dari 100 negara. Hasil riset mencatat pada kurun 2008-2009, penginstalan software tanpa lisensi pada komputer pribadi (PC) di Indonesia meningkat menjadi 86 persen. "Nilai komersial software itu mencapai 886 juta dolar AS," katanya.
Sementara itu, tingkat pembajakan software komputer di Asia Pasifik turun dari 61 persen pada 2009 menjadi 59 persen pada 2009. Sementara, nilai komersial software ilegal meningkat hingga melampaui 16,5 miliar dolar AS.
Penelitian itu juga menemukan pertumbuhan yang cepat di sejumlah negara dengan tingkat pembajakan software yang tinggi seperti Cina, India, dan Brazil, meningkatkan pula porsi software mereka di tengah keseluruhan pasar software dunia. Kondisi itu membuat pembajakan software global mengalami kenaikan dari 41 persen menjadi 43 persen.
BSA akan melanjutkan kerja sama dengan pemerintah, para pelaku bisnis dan konsumen untuk mengingatkan risiko-risiko yang muncul akibat menggunakan software ilegal dan akibat nyata pembajakan software terhadap perekonomian Indonesia,"
Wakil Presiden dan Direktur BSA Asia Pasifik, Jeffrey Hardee, mengatakan, penurunan pembajakan software PC akan berpengaruh lebih dari sekadar menghasilkan pendapatan bagi industri. "Penurunan pembajakan software PC dapat memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan di Asia Pasifik," katanya.
Secara khusus ia mencatat, penyebab kenaikan tingkat pembajakan di Indonesia disebabkan penetrasi PC yang pesat di Indonesia. Hanya pda 2008 terdapat penjualan sebesar 2,4 juta unit dan pada 2009 mencapai lebih dari 3 juta unit. Menurut data temuan IDC, untuk setiap 100 dolar software legal yang terjual pada 2009 di pasar muncul pula software bajakan senilai 75 dolar. Padahal berdasar penelitian BSA/IDC pada 2008, penurunan pembajakan software sebesar 10 persen dalam empat tahun akan menambah pendapatan negara 24 miliar dolar tanpa harus meningkatkan pajak.
IDC memperkirakan tiap satu dolar software legal yang dijual di suatu negara, maka akan muncul penghasilan tambahan sebesar 3-4 dolar bagi sektor layanan lokal dan perusahaan distributor software. "Para pengusaha software lokal, distributor, dan reseller berperan dalam menciptakan lapangan kerja, memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, menghasilkan pajak, dan merupakan sumber kebanggan bagi negara mereka masing-masing,"
Pembajakan produk Indonesia di luar negeri hingga kini masih berlangsung seperti kopi cintamani yang diriset di Prancis, produk tradisional kain batik dan songket yang dipatenkan menjadi produk Malaysia dengan harga cukup tinggi. Hal itu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung sebab telah merugikan Indonesia yang selama ini mempertahankan kelestariannya sebagai produk dan pengetahuan tradisional, pemerintah telah memprotes masalah itu namun tidak berdaya karena adanya tekanan negara-negara maju.
Terkait masalah tersebut pemerintah Indonesia akan mengadakan pertemuan dengan negara-negara di Asia yang diselenggarakan di Bandung dalam waktu dekat ini. Pertemuan itu direncanakan akan diikuti lebih kurang 106 peserta se-Asia untuk memperjuangkan pengetahuan tradisional yang dipatenkan di luar negeri. Dalam pertemuan itu kita akan memperjuangkan hak kita, seperti masalah produksi tempe, batik, dan songket yang merupakan prodak unggulan Indonesia.
Karenanya Indonesia ke depan akan membangun ekonomi bertumpu pada pendayagunaan sistem HKI terhadap sumber daya alam, pengetahuan dengan memperhatikan dan mengutamakan kepentingan nasional. Namun pengelolaan dan pengembangan sistem HKI nasional perlu dilakukan secara koprehensif, sehingga bukan sekedar pendekatan hukum semata, tetapi juga pendekatan bisnis dan teknologi.
Indonesia di forum internasional memahami sejak adanya kesepakatan mengenai aspek perdagangan yang terkait dengan HKI dan ketentuan yang ditetapkan organisasi perdagangan dunia (WTO) pada 1994, namun konsekwensinya belum menetapkan standar HKI.
Masalah pembajakan produk tradisional kain batik dan songket salah satu budaya pakaian Jambi yang dipatenkan menjadi produk Malaysia menjadi sebuah persoalan yang harus dituntaskan.
Amerika Serikat  menilai pembajakan produk di Indonesia semakin mengkhawatirkan sehingga pemerintah negara itu memutuskan menaikan peringkat pembajakan di Indonesia menjadi "priority watch list", dari sebelumnya "watch list".
Peningkatan ranking tersebut karena maraknya perdagangan produk bajakan di negeri ini," kata Koordinator Administrasi Timnas Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI), Ansori Sinungan, dalam kampanye HKI Tahap II, di Surabaya.
Kenaikan peringkat itu membuat Indonesia memperoleh predikat negara dengan angka pembajakan tinggi di dunia. Kondisi ini sangat merugikan karena ekspor produk nasional ke pasar AS menjadi terganggu. Ini akan makin memperberat Indonsia yang niscaya mempengaruhi  kebijakan "non tariff barrier" tertentu dari Pemerintah AS atas produk ekspor nasional ke AS. Padahal pasar ekspor ke AS cukup besar, 26 persen dari total ekspor nasional.
Jangan dikira maraknya pembajakan di Indonesia dibiarkan begitu saja oleh Amerika Serikat (AS). Masuknya Indonesia ke Daftar Hitam bagaikan wujud 'balas dendam' AS.
Vonis United States Trade Representative (USTR) yang menempatkan Indonesia di daftar kelam Priority Watch List karena dianggap gagal dalam melindungi Hak atas kekayaan inteletual dinilai bakal berbuntut panjang. Salah satunya, memperkeruh hubungan kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat dalam hal perdagangan.
Dengan label Priority Watch List tersebut, Indonesia akan dipersulit untuk ekspor barang ke AS karena regulasinya semakin diperketat. "Seperti menaikkan tarif bea masuk, besaran tarif ini berbeda dengan negara yang tidak masuk dalam kategori Priority Watch List.
Alhasil, hal ini akan membuat pebisnis Indonesia susah untuk bersaing dengan pebisnis dari negara lain yang tidak berada dalam kategori Priority Watch List. Sebab, harga yang ditawarkan pebisnis Tanah Air menjadi tidak kompetitif karena tanggungan pajak yang lebih tinggi.
Ini jadi semacam tindakan balasan dari mereka. Pemerintah pun diimbau agar jangan patah arang mendapati hasil minor tersebut. Mereka diminta untuk tetap melanjutkan dan meningkatkan mutu program-program yang telah dijalankan sebelumnya.
Diharapkan pemerintah tetap menggalakkan sosialisasi, memperbaiki sistem dan mekanisme penegakkan hukum sampai dengan memberi contoh yang baik. Apabila bisa keluar dari Priority Watch List USTR Indonesia bisa menyudahi 'aksi pembalasan' ini
Pemerintah dan pihak kepolisian tentu juga bukan tak berupaya apa-apa sehingga software bajakan kian merajalela di Tanah Air. Berbagai pembekalan kemampuan terus dilakukan pihak berwajib kepada satuannya. Maklum saja, harus diakui, belum semua polisi mengerti akan jenis-jenis software (proprietary, open source, dan freeware) . Tak ayal, aksi 'salah tembak' alias salah razia pun pernah terjadi. Software gratis atau open source juga diangkut lantaran disangka software proprietary bajakan.
BSA sendiri merupakan lembaga nirlaba yang memayungi vendor-vendor software dunia. BSA kerap diundang untuk menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pembajakan software. 
Sementara dari sisi tindakan preventif, pemerintah bergerak dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) yang juga lumayan getol menggelar kampanye sosialisasi ke berbagai kota. Bahkan, beberapa kali tim ini sempat menggelar kunjungan mendadak ke sejumlah perusahaan untuk lebih menajamkan taringnya. Sebab biasanya bagi sejumlah pihak yang namanya himbauan, sosialisasi atau kampanye kerap dianggap sekadar angin lalu yang tak bergigi. Sehingga aksi 'peringatan' berbalut kunjungan seperti itu dirasa penting untuk menegaskan keseriusan.
Aparat sendiri, baik itu pihak kepolisian ataupun Depkumham sudah menyatakan niatnya untuk tidak ingin menggeber razia sapu jagad yang menyasar pedagang-pedagang kecil yang berjualan di pinggir jalan. Mereka lebih memilih untuk mengincar produsen besar baik itu dari kalangan industri rumah tangga atau perusahaan besar sebagai biang keladi pemasok barang ilegal itu.
Kaki lima bukan target utama, tapi pengusaha yang punya modal besar seperti pabrik yang jadi prioritas, maka selanjutnya bakal menyiapkan modus operasi baru. Kita juga perlu kerjasama lintas sektoral untuk memberantasnya. Dan dalam melakukan penegakan hukum, akan lebih baik jika kita juga 'membunuh' pabrik dan mesin-mesinya itu.


0 komentar:

Posting Komentar