BAB I
PENDAHULUAN
Pembajakan perangkat lunak dapat didefinisikan sebagai
"menyalin dan menggunakan perangkat lunak komersial yang dibeli oleh orang
lain". Pembajakan
piranti lunak ilegal. Setiap bagian dari perangkat lunak bajakan
mengurangkan sesuatu dari keuntungan perusahaan, mengurangi dana untuk
inisiatif pengembangan perangkat lunak lebih lanjut.
Akar dari pembajakan perangkat lunak
mungkin terletak pada awal 1960-an, ketika program komputer yang
didistribusikan secara bebas dengan hardware mainframe oleh produsen perangkat
keras (misalnya AT & T, Chase Manhattan Bank, General Electric dan General
Motors). Pada akhir 1960-an, produsen mulai menjual perangkat lunak mereka
secara terpisah dari perangkat keras yang diperlukan.
perangkat lunak ilegal saat ini
dalam rekening US selama 25 - 50% dari software yang digunakan (lihat situs web
di bawah ini untuk detail lebih lanjut). Negara-negara lain sering
memiliki tingkat pembajakan yang jauh melampaui dari Amerika
Serikat. Misalnya, Carol Bartz, presiden dan ketua Autodesk, Inc (www.autodesk.com)
melaporkan bahwa salah satu produk unggulan mereka, AutoCAD, memiliki 90% dari
desain-dibantu komputer (CAD) pasar di Cina, namun penjualan yang hampir dapat
diabaikan karena diterima secara luas dari pembajakan perangkat lunak ( Memerangi Kejahatan Komputer:
Kerangka Baru untuk Melindungi Informasi, Donn B.
Parker, 1998 ). Sejumlah situs web yang terhubung pada
akhir dokumen ini berisi informasi tentang perkiraan dari pembajakan perangkat
lunak di seluruh dunia.Bartz juga menyatakan bahwa perusahaan perangkat lunak
banyak enggan untuk mengejar pasar pendidikan karena kekhawatiran bahwa
beberapa salinan perangkat lunak yang dibeli dapat menyebabkan jutaan salinan
perangkat lunak ilegal, diproduksi "dalam nama mendidik anak-anak"
(Parker, 1998).
Isu
Seperti yang dinyatakan sebelumnya,
pembajakan perangkat lunak ilegal. Ironisnya, banyak yang bajak software
sepenuhnya menyadari legalitas, meskipun mereka mampu merasionalisasi terus
berlatih.Beberapa kesulitan memiliki pemahaman perbedaan antara freeware,
shareware perangkat lunak dan komersial. Lainnya percaya siswa tidak akan
dapat mengambil keuntungan dari banyak kesempatan pendidikan berbasis teknologi
tanpa akses ke software terjangkau. Sejak penganggaran perangkat lunak
sering tidak memadai, dan sesekali upgrade perangkat keras membuat versi perangkat
lunak usang setelah beberapa tahun, beberapa berpikir solusi "hanya"
untuk masalah ini adalah dengan bajak laut versi baru dari perangkat lunak yang
dibeli masa lalu. Akhirnya, beberapa orang tidak percaya bahwa pembajakan
perangkat lunak benar-benar mencuri karena tidak ada kerugian dari sebuah
produk nyata terlibat dalam tindakan pembajakan.
Baik pemerintah AS dan perusahaan
perangkat lunak secara aktif terlibat dalam upaya untuk menghilangkan
pembajakan. Dua kelompok utama dari produsen perangkat lunak yang terlibat
dalam upaya ini adalah Software Publishers Association (http://www.spa.org) dan Business Software Alliance (http://www.bsa.org/index.html). Organisasi-organisasi
ini secara teratur membawa gugatan terhadap perusahaan yang
terlibat dalam pembajakan, memberikan hotline untuk pelaporan pembajakan
perangkat lunak dan menyediakan halaman web untuk pelaporan online pembajakan
perangkat lunak. Pemerintah AS FBI memiliki Squad Kejahatan Komputer (http://www.fortunecity.com/tattooine/t1000/153/fbiinfo.html),
yang telah menyerbu banyak rumah dan kantor, menyita komputer dan shutdown
pembajakan perangkat lunak nasional banyak cincin atas beberapa tahun terakhir.
BAB
II
SEJARAH
PEMBAJAKAN
Pembajakan dan pemalsuan telah
meluas sejak fajar ekspresi artistik. Pada abad pertengahan, jumlah dan
raja-raja menuntut lukisan dari pelukis kelas tinggi, tapi sering menerima
pemalsuan atau tiruan berkualitas rendah. Maka dimulailah gagasan replika
salinan yang impersonates yang asli.
pembajakan digital adalah jauh lebih
muda. Ketika komputer pribadi pertama kali datang di pasar umum di akhir
70-an, gagasan tentang software apa yang akan memainkan peran sangat berbeda
dari apa yang sekarang ini. Sampai Komputer Software Copyright Act of
1980, perangkat lunak tidak diakui sebagai kekayaan intelektual, sehingga tidak
ada hukum terhadap pencurian atau reproduksi. Ketika Undang-Undang Hak
Cipta Perangkat Lunak Komputer dilaksanakan, perangkat lunak didefinisikan
sebagai karya sastra, sehingga membuat programer yang setara dengan penulis
sastra modern hari.
Pada tahun 1989 akhir, Kantor Paten
Amerika Serikat mulai menetapkan paten untuk
pengembang perangkat lunak, melahirkan gagasan bahwa semua media digital
merupakan kekayaan intelektual dari penulis, sehingga penulis memiliki hak
untuk program dikompilasi dan sumber yang mendasari kode.
Asal
pembajakan Software sangat tidak tepat di alam. Sebelum materi bajakan menjadi milik
panas, sebelum digunakan secara luas Internet, dan bahkan sebelum laptop dan CD,
ada Geeks komputer.
Computer
Geeks bersifat universal dan merupakan nenek moyang pembajakan perangkat lunak
Pembajakan dimulai pada tahun 1980-an saat teknologi komputer masih
baru. Perangkat lunak komputer adalah baik untuk penggemar ekstrim atau perusahaan besar.
Sampai saat ini perkembangan pembajakan terus
meningkat dibeberapa Negara yang memiliki kelemahan pada peraturan Hak Cipta
yang semena mena dibajak dan tanpa ada hukuman, sehingga membuat perkembangan
pembajakan santai saja dalam melaksanakan pembajakan.
Pembajakan perangkat lunak diakui
sebagai pengguna menyalin dan menggunakan item perangkat lunak komersial yang
telah dibeli oleh orang lain adalah dengan semua hak ilegal. Tindakan
seperti ini menarik kembali dari keuntungan perusahaan sehingga mengurangi dana
untuk pengembangan lebih lanjut dalam perangkat lunak. Dalam biaya
pembajakan Australia lebih dari $ 220 juta Dolar AS kehilangan penjualan yang
akhirnya berdampak pada pekerjaan masyarakat dan akhirnya memaksa biaya
perangkat lunak untuk naik.
Pembajakan piranti lunak tidak benar-benar menjadi masalah
besar sampai rumah penjualan komputer pribadi melonjak di pertengahan hingga
akhir 1990-an ketika Microsoft merilis Windows 95 yang membutuhkan keterampilan
komputer keaksaraan beberapa dari pengguna. Microsoft mencatat penjualan besar-besaran
perangkat lunak baru mereka sehingga spastics membuktikan bahwa di negara maju
hampir setiap rumah tangga memiliki komputer yang paling tidak. Hasil ini
adalah bahwa orang datang untuk mengandalkan lebih banyak pada mesin-mesin dan
dari sana melahirkan perangkat lunak dan kejahatan cyber. Jenis-jenis
kejahatan yang sering disebut sebagai 'warez' (dimulai oleh anggota kalangan
komputer bawah tanah, tapi kemudian diadopsi oleh masyarakat arus utama) yang
umumnya mengacu pada pembebasan dari semua jenis "pekerjaan oleh orang
lain tanpa otorisasi? ( http://en.wikipedia.org/wiki/Warez # The_history_of_warez ). Sekarang
ini tindakan secara universal dikenal sebagai 'pembajakan'.
Cara terbaik
untuk melacak sejarah pembajakan perangkat lunak adalah untuk membahas
kasus-kasus besar di mana pembajakan telah menyeberang dari dunia internet dan
berita telah meresap media mainstream. Satu kasus seperti itu Microsoft
mengajukan gugatan terhadap Chris Fazendin yang diposting sekaligus celah untuk
Microsoft Office 97 pada situs web. Microsoft menang dan memaksanya untuk
membayar biaya standar $ 345 (program) untuk setiap kali crack itu download
dari situs nya. Ketika Fazendin tidak berarti untuk membayar kembali biaya
besar pembajakan, dan setelah Microsoft telah mendapatkan publisitas yang
memadai sesuai dengan menjatuhkan mereka dengan imbalan Fazendin PC menyerah
dengan janji untuk tidak melakukannya lagi (Herman, A. dan Swiss, T (ed),.
World Wide Web: dan kontemporer teori budaya).
Kasus lain menetapkan patokan adalah US v. LaMacchia di mana seorang mahasiswa MIT digugat karena ia telah menggunakan server situs sekolah sebagai 'drop' untuk pembajakan internet tapi karena tidak ada uang yang telah menukarkan tangan dan tidak ada motif keuntungan terlibat kasus itu dijatuhkan. Sejak perubahan terbaru pelanggaran hukum hak cipta kecuali LaMacchia "? tidak berdiri lagi dan sekarang semua bentuk menyalin sekarang dianggap kejahatan.
Kasus lain menetapkan patokan adalah US v. LaMacchia di mana seorang mahasiswa MIT digugat karena ia telah menggunakan server situs sekolah sebagai 'drop' untuk pembajakan internet tapi karena tidak ada uang yang telah menukarkan tangan dan tidak ada motif keuntungan terlibat kasus itu dijatuhkan. Sejak perubahan terbaru pelanggaran hukum hak cipta kecuali LaMacchia "? tidak berdiri lagi dan sekarang semua bentuk menyalin sekarang dianggap kejahatan.
BAB
III
ETIKA
DALAM PENGGUNAAN KOMPUTER
Etika dalam
penggunaan komputer sedang mendapat perhatian yang lebih besar daripada
sebelumnya. Masyarakat secara umum memberikan perhatian terutama karena kesadaran
bahwa komputer dapat menganggu hak privasi individual. Dalam dunia bisnis salah
satu alasan utama perhatian tsb adalah pembajakan perangkat alat lunak yang
menggerogoti pendapatan penjual perangkat lunak hingga milyaran dolar setahun.
Namun subyek etika komputer lebih dalam daripada masalah privasi dan
pembajakan. Komputer adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat
membantu atau mengganggu masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada
cara penggunaannya.
A. MORAL, ETIKA DAN HUKUM
Moral :
tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar atau salah
Etika :
satu set kepercayaan, standart atau pemikiran yang mengisi suatu individu,
kelompok dan masyarakat.
Hukum :
peraturan perilaku yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah
pada rakyat atau warga negaranya.
Penggunaan komputer
dalam bisnis diarahkan oleh nilai-nilai moral dan etika dari para manajer,
spesialis informasi dan pemakai dan juga hukum yang berlaku. Hukum paling mudah
diiterprestasikan karena berbentuk tertulis. Dilain pihak etika dan moral tidak
didefinisikan secara persis dan tidak disepakati oleh semua anggota masyarakat.
B. PERLUNYA BUDAYA ETIKA
Hubungan antara CEO
dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis,
maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya.
Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya
etika.
Tugas manajemen
puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi,
melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Para eksekutif mencapai
penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
- Corporate credo : pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
- Program etika : suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
- Kode etik perusahaan
C. ETIKA DAN JASA INFORMASI
Etika komputer adalah
sebagai analisis mengenai sifat dan dampak social teknologi kompuetr, serta
formulasi dan justifikasi kebijakan untuk menggunakan teknologi tsb secara
etis. (James H. Moor) Manajer yang paling bertanggungjawab terhadap etika
komputer adalah CIO. Etika komputer terdiri dari dua aktivitas utama yaitu :
- CIO harus waspada dan sadar bagaimana komputer mempengaruhi masyarakat.
- CIO harus berbuat sesuatu dengan menformulasikan kebijakan-kebijakan yang memastikan bahwa teknologi tersebut secara tepat.
Namun ada satu hal
yang sangat penting bahwa bukan hanya CIO sendiri yang bertanggungjawab atas
etika komputer. Para manajer puncak lain juga bertanggungjawab. Keterlibatan
seluruh perusahaan merupakan keharusan mutlak dalam dunia end user computing
saat ini. Semua manajer di semua area bertanggungjawab atas penggunaan komputer
yang etis di area mereka. Selain manajer setiap pegawai bertanggungjawab atas
aktivitas mereka yang berhubungan dengan komputer. Alasan pentingnya etika
computer Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama minat masyarakat yang
tinggi pada komputer, yaitu :
- Kelenturan logika : kemampuan memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan.
- Faktor transformasi : komputer dapat mengubah secara drastis cara kita melakukan sesuatu.
- Faktor tak kasat mata : semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan.
- Faktor ini membuka peluang pada nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat.
D. HAK SOSIAL DAN KOMPUTER
Masyarakat memiliki
hak-hak tertentu berkaitan dengan penggunaan komputer, yaitu :
I. Hak atas komputer :
1. Hak atas akses komputer
2. hak atas keahlian komputer
3. hak atas spesialis komputer
4. hak atas pengambilan keputusan komputer
II. Hak atas informasi :
1. Hak atas privasi
2. Hak atas akurasi
3. Hak atas kepemilikan
4. Hak atas akses
Kontrak sosial jasa informasi
Untuk memecahkan
permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam suatu kontrak
sosial yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial.
Jasa informasi membuat kontrak dengan individu dan kelompok yang menggunakan
atau yang mempengaruhi oleh output informasinya. Kontrak ini tidak tertulis
tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa informasi. Kontrak
tersebut, menyatakan bahwa :
·
Komputer
tidak akan digunakan untuk sengaja mengganggu privasi orang
·
Setiap
ukuran akan dibuat untuk memastikan akurasi pemrosesan computer
·
Hak
milik intelektual akan dilindungi
·
Komputer
dapat diakses masyarakat sehingga anggota masyarakat terhindar dari
ketidaktahuan informasi.
BAB
IV
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA MENGENAI PEMBAJAKAN
Saran KPPU Mengenai Kebijakan Pemerintah Terhadap
Pembajakan
Mencermati perkembangan kebijakan pemerintah pada dua sector industri di
Indonesia yaitu sektor ritel dan peranti lunak (software), Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan saran dan pertimbangan terkait dengan
Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern
dan Usaha Toko Modern, dan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara
Microsoft dengan Pemerintah RI. Saran pertimbangan tersebut disampaikan kepada
Pemerintah sebagai hasil analisis tim KPPU berkaitan
dampak yang ditimbulkan oleh
kebijakan pemerintah terhadap iklim persaingan usaha di Indonesia.
Industri Ritel
Intensitas tingkat
persaingan yang tinggi diantara pelaku usaha ritel menunjukkan bahwa persoalan
dalam industri ritel bukanlah persoalan sederhana. Polapola perubahan
pengelolaan ritel yang mengakomodasi tuntutan konsumen melalui pengelolaan
manajemen yang lebih baik juga harus dicermati, sampai sejauh mana pengelolaan
tersebut tidak bertentangan dengan persaingan usaha yang sehat.
Dalam hal ini, peran
Pemerintah untuk mengatasi ancaman hilangnya kesempatan berusaha bagi pelaku
usaha ritel kecil dan tradisional serta pemasok, harus selaras dengan
terbukanya kesempatan bagi pelaku usaha untuk mengimplementasikan konsepkonsep
pengelolaan ritel yang lebih baik. Terkait dengan substansi pengaturan yang
terdapat dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan
Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern, secara khusus KPPU memberikan catatan
terhadap beberapa hal antara lain, sebagai berikut :
1. Mendukung sepenuhnya upaya perlindungan dan
pemberdayaan kesejahteraan rakyat usaha kecil ritel, dengan menyerahkan substansi
pengaturannya kepada Pemerintah.
2. Memberikan penekanan agar dalam substansi pengaturan
tetap memperhatikan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana
tercantum dalam UU No.5/1999.
3. Mengingat sangat tingginya daya tawar ritel modern yang
tidak hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil saja, tetapi juga usaha
menengah dan besar, maka diusulkan agar pengaturan ditujukan tidak hanya
terkait dengan hubungan transaksi antara pemasok kecil dan peritel modern, tetapi
juga antara pemasok menengah dan besar dengan peritel modern tersebut.
4. Mengusulkan adanya klausul khusus yang menegaskan
peran KPPU dalam penanganan masalah persaingan usaha dalam industri ritel.
Industri Piranti Lunak Industri
teknologi informasi Indonesia saat ini diramaikan oleh kontroversi yang berkaitan
dengan keberadaan MoU antara Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan
Informasi (selanjutnya ditulis Pemerintah) dengan Microsoft. Pemerintah
menyebutkan bahwa MoU tersebut merupakan upaya untuk melegalkan seluruh piranti
lunak Microsoft (yakni Microsoft Windows dan Microsoft Office) yang saat ini
terpasang di instansi Pemerintah.
Hal ini terkait
dengan dugaan bahwa sebagian besar piranti lunak di instansi pemerintah tidak menggunakan
lisensi yang seharusnya. Melalui MoU tersebut Pemerintah memutuskan untuk membeli
ribuan lisensi Microsoft Windows dan Microsoft Office yang jumlah pastinya akan
ditetapkan melalui sebuah sensus. Pemerintah dalam penjelasannya menyatakan
bahwa MoU dilakukan untuk kepentingan yang lebih luas. Selama ini dalam bisnis
teknologi informasi, Indonesia
termasuk dalam jajaran negara dengan jumlah pelanggaran
hak cipta terbesar di dunia.
Indonesia menempati
urutan ketiga terburuk di dunia (di atas Vietnam dan Zimbabwe) dalam penggunaan
piranti lunak ilegal, terutama piranti lunak komputer. Pada penggunaan sekitar
5,9 juta komputer pribadi (personal computer/PC) yang beredar di Indonesia,
sebanyak 87 persen masih menggunakan piranti lunak ilegal. Keberadaan MoU
tersebut disikapi oleh KPPU dengan melakukan penelitian yang komprehensif.
Berdasarkan penelitian tersebut, KPPU berpendapat sebagai berikut:
1. KPPU memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk
melakukan pemberantasan piranti lunak ilegal di Indonesia, khususnya di
instansi Pemerintah. Proses pembajakan piranti lunak telah sampai pada tingkat
yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industry
piranti lunak Indonesia. Akibatnya inovasi di industri piranti lunak terancam
macet bahkan berhenti sama sekali, yang pada gilirannya dapat mematikan inovasi
dan potensi wirausaha di industri tersebut.
2. Terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan
MoU dengan Microsoft sebagai bagian dari upaya pemberantasan pembajakan, KPPU
berpendapat bahwa MoU tersebut tidaklah tepat karena bertentangan dengan
prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun
1999. MoU yang dalam implementasinya akan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika
ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi
Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan menguasai
lebih dari 90% pangsa pasar piranti lunak sistem operasi (melalui Microsoft
Windows) dan piranti lunak aplikasi perkantoran (melalui Microsoft Offi ce) di
Indonesia. Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi untuk disalahgunakan.
MoU tersebut berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen (instansi
Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia piranti lunak (sistem
operasi dan aplikasi perkantoran).
b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia piranti lunak system
operasi dan aplikasi perkantoran di Indonesia selain Microsoft, untuk dapat
memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal tersebut akan menyebabkan pengembangan
piranti lunak di Indonesia menjadi tidak menarik. Inovator dan wirausahawan Indonesia
dalam industri piranti lunak terancam kelangsungan usahanya, karena
berkurangnya daya tarik pasar.
c. Tidak adanya alternatif pilihan piranti lunak sistem operasi
dan piranti lunak aplikasi perkantoran bagi instansi Pemerintah selain produk
Microsoft. Dalam jangka panjang hal tersebut akan menutup potensi efi siensi
proses pengadaan piranti lunak di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah
tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkan inovasi industri
piranti lunak yang bersaing dengan sehat (bukan hanya Microsoft).
3. Memperhatikan hal tersebut di atas, KPPU berpendapat
bahwa solusi untuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft,
tidaklah tepat mengingaT akar permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya
pembajakan piranti lunak adalah terkait dengan permasalahan penegakan hukum
dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan intelektual.
4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat
dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukan waktu
yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila
semua elemen bangsa ini memiliki kemauan untuk mewujudkannya, maka hal tersebut
dapat diimplementasikan.
5. Mencermati hal tersebut di atas maka KPPU menyarankan
agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada
pemberantasan pembajakan piranti lunak dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat. Penerapan prinsip-prinsip persaingan usaha yang
sehat diharapkan mampu mengatasi kesenjangan teknologi digital (digital divide)
dalam pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dalam
jangka panjang dengan munculnya beragam pilihan piranti lunak yang dapat terjangkau
oleh masyarakat luas sebagai hasil dari inovasi rekayasa piranti lunak dalam
aplikasi-aplikasi perkantoran maupun aplikasi lainnya.
6. Berdasarkan analisis di muka, KPPU menyarankan agar
Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian
sekaligus mencabut MoU tersebut untuk menghindarkan munculnya potensi-potensi
persaingan usaha tidak sehat di industri piranti lunak Indonesia. Inovasi di
industri piranti lunak terancam stagnan akibat proses pembajakan piranti lunak
telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif
bagi para pelaku usaha industri piranti lunak
Industri teknologi informasi Indonesia saat ini
diramaikan oleh kontroversi yang berkaitan dengan keberadaan Memorandum of
Understanding (MoU) antara Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan
Informasi (selanjutnya ditulis Pemerintah) dengan Microsoft. Disebutkan bahwa
MoU tersebut merupakan upaya Pemerintah untuk melegalkan seluruh software microsoft
(yakni microsoft windows dan microsoft office) yang saat ini terpasang di
instansi Pemerintah, yang diduga sebagian besar tanpa lisensi yang seharusnya.
Melalui MoU tersebut Pemerintah memutuskan untuk membeli ribuan lisensi
microsoft windows dan microsoft office, yang jumlah kepastiannya akan ditetapkan
melalui sebuah sensus.
Proses pembelian ini
dikritisi oleh berbagai ahli information Technology (IT) di
Indonesia mengingat pada saat yang sama Pemerintah
melalui Menteri Riset dan Teknologi, sedang giat melaksanakan Program IGOS (Indonesian
Go Open Sources). Salah satu program IGOS adalah mengembangkan
program-program berbasis open source, termasuk di dalamnya software
yang memiliki fungsi yang sama dengan microsoft windows (operating
system) dan microsoft office (yang sudah dikenal adalah open office).
IGOS dilaksanakan
berdasarkan open source, artinya dibuat berdasarkan sumbersumber yang
secara terbuka dapat digunakan oleh publik. Dalam perkembangannya kondisi ini
akan menciptakan konsekuensi sistem IT yang lebih murah. Para pakar IT mengkritisi
MoU tersebut karena transaksi tersebut akan menutup peluang perangkat lunak
alternatif seperti diprogramkan IGOS, untuk digunakan di beberapa instansi Pemerintah.
Selain itu, secara jangka panjang para tenaga ahli IT menilai MoU juga akan menjadi
disinsentif bagi para para inovator IT Indonesia untuk terus melahirkan perangkat
lunak alternatif berbasis open source.
Landasan Kebijakan MoU
Dalam penjelasannya
Pemerintah menyatakan bahwa MoU dilakukan untuk kepentingan yang lebih luas.
Selama ini Indonesia dalam bisnis IT termasuk jajaran
negara dengan jumlah pelanggaran hak cipta terbesar di
dunia. Indonesia menempati urutan ketiga terburuk di dunia dalam pengggunaan
piranti lunak, terutama software komputer ilegal. Dari 5,9 juta personal
computer (PC) yang beredar di Indonesia, sebanyak 87 persen masih
menggunakan piranti lunak ilegal. Posisi Indonesia yang disusul Vietnam dan
Zimbabwe di urutan paling bawah itu diangkat dalam forum dialog Kadin Indonesia
Komite Amerika Serikat (KIKAS) dan PT Microsoft Indonesia, Kamis (18/1), di
Jakarta. Bahkan berdasarkan data BSA (Business Software Alliance),
kerugian akibat praktik pembajakan software di Indonesia mencapai US$280
juta. Posisi ini cukup menyulitkan Indonesia, terutama berkaitan dengan
negosiasi dagang antar negara. Seperti antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
Selama ini Amerika Serikat sering menjadikan masalah pembajakan software sebagai
bagian dari negosiasi perdagangan yang kemudian dijadikan bahan retaliasi
terkait dengan beberapa komoditi Indonesia seperti udang, tekstil dan sebagainya.
Kondisi ini tentu saja menyulitkan Pemerintah dalam melakukan negosiasi G to G
dengan negara lain yang selalu menjadikan pembajakan sebagai salah satu nilai
tawarnya. Tidaklah mengherankan apabila Pemerintah kemudian menekankan bahwa pemberantasan
pembajakan software merupakan pekerjaan terbesar Indonesia yang harus segera
dilakukan. Tetapi upaya pemberantasan ini menghadapi kendala, mengingat dibutuhkannya
sebuah pendekatan yang komprehensif untuk hal tersebut. Untuk itulah Pemerintah
kemudian mengembangkan beberapa kegiatan termasuk di antaranya adalah negosiasi
secara langsung dengan Microsoft melalui MoU sebagaimana disebutkan di atas.
Pemerintah menyatakan
bahwa model MoU ini terbukti efektif dilakukan oleh
Mesir, untuk memperbaiki citranya dimata dunia internasional
dalam hal pemberantasan pembajakan. Efektifitas dari MoU ini, dinilai Pemerintah
akan mendongkrak nilai Indonesia di mata para negara lain sekaligus investor
yang akan memunculkan anggapan bahwa
Indonesia telah mengimplementasikan penegakan hukum terhadap proses-proses pembajakan
HaKI.
Berdasarkan paparan
Pemerintah, selama rentang waktu tertentu yang ditentukan dalam perjanjian
sebagai tindak lanjut MoU, Pemerintah akan melakukan pembelian perangkat lunak
Microsoft sehingga seluruh software di instansi Pemerintah dinyatakan legal
oleh Microsoft. Dalam rentang waktu tersebut, Pemerintah juga berniat melakukan
pembenahan dengan merevisi peraturan perundangan serta melakukan pemberantasan pembajakan
software. Selain itu, Pemerintah juga menyatakan akan membantu komunitas
open source untuk menjadi lebih layak dikelola sebagai usaha bukan lagi
sebagai hobi. Berdasarkan paparan Pemerintah di atas, tampak bahwa persoalan
utama yang dicoba diatasi melalui MoU ini adalah gagalnya pemberantasan
pembajakan software Microsoft di Indonesia. Sayangnya solusi yang
digunakan ternyata berpotensi berbenturan dengan peraturan perundangan termasuk
UU No 5 Tahun 1999.
Gambaran Industri Software Indonesia
Seiring dengan
perkembangan industri komunikasi dan informasi di dunia, industri software di
Indonesia juga berkembang pesat. Kini berbagai aplikasi komunikasi dan
informasi telah menjadi kebutuhan bagi sebagian besar orang. Tidaklah mengherankan
apabila industri ini terus tumbuh dari waktu ke waktu. Di industri software ini,
Microsoft telah menjelma sebagai sebuah kekuatan yang luar biasa. Hal tersebut
tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Ada
dua software utama Microsot yang banyak digunakan aplikasinya di seluruh
dunia yakni Microsoft windows (operating system) dan Microsoft office
(aplikasi perkantoran). Di Indonesia keduanya menjadi penguasa pasar dengan
penguasaan di atas 90%. Sesungguhnya produk Microsoft sendiri tidak hanya
terbatas pada dua aplikasi tersebut, tetapi juga aplikasi yang lainnya seperti
terlihat dalam tabel 1 di bawah ini.
Dalam beberapa
aplikasi, produk Microsoft tidak sehebat Microsoft office dan windows, misalnya
untuk server operating system di Indonesia, Microsoft Indonesia mengakui
menguasai 50% pangsa pasar.
Di sisi lain seiring
perkembangan industri komunikasi dan informasi, Microsoft juga menjadi pemasok beberapa aplikasi lainnya seperti
di telepon seluler. Misalnya untuk telepon seluler Microsoft mengembangkan operating
system. Sayangnya di area ini Microsoft tidak seberhasil di operating
system (OS) untuk komputer. Penguasa OS telepon seluler dunia saat ini
adalah Symbian yang tertanam di 51,7 juta unit smartphone di seluruh
dunia, atau menguasai 72,5% pangsa pasar global smartphone selama 2006. OS
Linux menduduki posisi kedua dengan pangsa pasar 16,9% dan ketiga Microsoft
4,6% Tantangan bagi penguasa pasar seperti Microsoft di operating system dan
office system, terus bermunculan. Salah satu penantang yang cukup
berkembang pesat adalah aplikasi-aplikasi berbasis open source. Aplikasi
berbasis open source memiliki keunggulan tersendiri, karena
karakteristiknya yang terbuka source codenya, sementara Microsoft tidak.
Salah satu basis open source yang cukup terkenal adalah Linux. Terdapat
banyak aplikasi padanan software Microsoft yang dibangun berbasis Linux.
Tabel 2 memperlihatkan perbandingan beberapa aplikasi di MS Windows dan Linux.
Apabila kita melihat
padanan software berbasis open source khususnya Linux dengan software aplikasi yang dikembangkan
Microsoft di atas, maka sesungguhnya perkembangan yang terjadi dalam industri software sangat
dinamis dan terjadi persaingan yang sangat ketat berbasis inovasi.
Sayangnya di
Indonesia persaingan yang sangat ketat dan dinamis ini, masih terhalang oleh belum terlindunginya hak kekayaan
intelektual para pencipta/inovator
software Indonesia. Permasalahan pembajakan masih menjadi momok yang luar biasa.
Secara jangka panjang
hal ini telah menyebabkan munculnya disinsentif bagi pengembangan industri software Indonesia.
Konsumen lebih tertarik membeli softwaresoftware bajakan yang sangat
populer dari penguasa pasar karena harganya sangat murah ketimbang software-software
baru yang dikembangkan dengan harga kompetitif dibandingkan dengan
harga riil software penguasa pasar yang legal. Akibat dari kondisi ini,
maka secara ekonomis hampir tidak ada daya tarik pasar bagi para innovator/ wirausaha
dalam industri software Indonesia. Tidaklah mengherankan apabila pemberantasan
pembajakan software harus menempati prioritas utama dalam upaya menumbuh
kembangkan industri software di Indonesia.
MoU Pemerintah-Microsoft
Berkaitan dengan MoU
Pemerintah, maka sebagai langkah awal untuk memahami substansi yang tercantum
dalam MoU, berikut adalah beberapa pokok-pokok isi MoU tersebut.
- MoU ini dibuat sebagai tindak lanjut dari pertemuan antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan Bill Gates (Chairman of Microsoft Corporation) pada tanggal 27 Mei 2005. MoU ini ditandatangani oleh Menkominfo Sofyan A. Djalil yang dalam hal ini mewakili Pemerintah Indonesia dengan Chris Atkinson dari PT. Microsoft Indonesia selaku anak perusahaan Microsoft Corporation.
- Hal yang melatarbelakangi MoU ini antara lain adalah bahwa Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya ICT, maka oleh karenanya diperlukan suatu implementasi dan penegakan hukum terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual dan Pemerintah berkeinginan untuk mengambil langkah-langkah yang menitikberatkan pada pentingnya penggunaan software berlisensi resmi. Pemerintah Indonesia telah mencapai kesepahaman dengan Microsoft yang memungkinkan komputer desktop di seluruh instansi Pemerintah akan mendapat lisensi resmi.
- Ada dua tujuan utama dari MoU ini, yaitu pertama, pemberian lisensi dan penggunaan Microsoft Windows dan Microsoft Office di seluruh kementerian, departemen dan badan pemerintahan Indonesia. Kedua, mendukung berbagai proyek ICT yang ditandai dengan pembentukan Dewan TIK Nasional dan mendukung pertumbuhan industri ICT di Indonesia.
- Pemberian lisensi untuk Microsft Windows dan Microsoft Office sebagaimana dimaksud akan mengacu pada kemampuan pendanaan dari Pemerintah Indonesia untuk memenuhi kewajiban pembayaran serta memenuhi ketentuan dalam Keppres No. 80/2003 terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Detail kesepakatan termuat di dalam Lampiran A yang intinya lisensi yang akan dibeli adalah sebanyak 35.496 Microsoft Wndows dan 117.480 Microsoft Office. Sebagai konsekuensinya Pemerintah Indonesia mendapatkan hibah 266.220 lisensi Microsoft Windows dan 266.220 Microsoft Office.
- Jumlah komputer pada lampiran A berasal dari data yang dipublikasikan Bank Dunia, IDC dan Intel Corporation. Pemerintah akan mengadakan sensus pada tahun pertama perjanjian ini, dan angka yang tercantum pada lampiran A tersebut akan direvisi sesuai sensus tersebut
- Paling lambat tanggal 31 Maret 2007, Microsoft dan Pemerintah Republik Indonesia akan menandatangani kontrak yang mengikat. Setelah kontrak ditandatangani, Microsoft dan Pemerintah Republik Indonesia bermaksud untuk melaksanakan inisiatif sesuai pada lampiran B. MoU ini bersifat tidak mengikat, paling tidak sampai kontrak ditandatangani. Pihak-pihak yang terkait wajib merahasiakan isi dari MoU ini.
Mencermati gambaran
MoU tersebut di atas, maka sangat jelas bahwa permasalahan utama yang akan
diselesaikan melalui MoU tersebut adalah masalah banyaknya software Microsoft yang terpasang di
instansi Pemerintah yang tidak memiliki lisensi sebagaimana seharusnya. Langkah
penyelesaian adalah dengan melakukan proses pembelian sejumlah software Microsoft.
Analisis Permasalahan Dalam Perspektif Persaingan
Usaha
Langkah yang
dilakukan oleh Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan penegakan
hukum hak kekayaan intelektual (HaKI) dengan membuat MoU dengan Microsoft memiliki beberapa kelemahan. MoU tersebut menjustifikasi
bahwa seolah-olah software yang terpasang di instansi Pemerintah adalah software
Microsoft. Selain itu software di sebagian besar instansi Pemerintah
adalah ilegal. Hal ini harus ditelusuri secara cermat mengingat di beberapa
instansi Pemerintah kini dikembangkan penggunaan software selain
Microsoft, seperti Kementerian Riset dan Teknologi, yang mencanangkan penggunaan
software yang berbasis open source. Selain itu, hampir seluruh
pengadaan komputer di instansi Pemerintah dilakukan melalui proses tender di
mana software Microsoft sudah termasuk satu paket dengan komputer ditenderkan.
Artinya seharusnya komputer Pemerintah senantiasa berbasis software-software
yang legal.
Mencermati
perkembangan tersebut serta kondisi aktual industri software yang bergerak
dengan sangat dinamis saat ini, maka secara jangka panjang MoU antara Pemerintah
dengan Microsoft akan merugikan apabila dilihat dari perspektif persaingan usaha,
karena MoU tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan
beberapa hal berikut :
1. MoU akan memberikan tambahan kekuatan pasar (market
power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi
dominan dengan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system
software (melalui Microsoft windows) dan software aplikasi kantor
(melalui Microsoft Office). Melalui MoU ini, 100% pasar aplikasi operating
system dan administrasi perkantoran di instansi Pemerintah akan menjadi
milik Microsoft. Secara jangka panjang kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi
untuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen
(instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia software (operating
system dan aplikasi kantor). Hal ini misalnya bisa terjadi melalui harga-harga
software Microsoft yang mahal di kemudian hari.
2. Terpasangnya operating system dan aplikasi
perkantoran Microsoft di instansi Pemerintah, juga akan menyebabkan efek
lanjutan berupa keunggulan bersaing software-software Microsof selain
windows dan office. Hal ini disebabkan software Microsoft lebih dapat
kompatibel dengan microsoft windows dan office daripada software yang
dikembangkan pelaku usaha lainnya. Sayangnya keunggulan tersebut diperoleh
Microsoft dengan cuma-cuma melalui MoU tersebut di atas. Kondisi ini membawa
efek yang sangat buruk karena akan meningkatkan potensi eksploitasi instansi
Pemerintah oleh Microsoft di masa-masa yang akan datang, yang tidak hanya dilakukan
melalui dua aplikasi yang ada dalam MoU.
3. MoU telah menutup peluang pelaku usaha penyedia operating
system software dan aplikasi kantor Indonesia selain Microsoft, untuk dapat
memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal ini akan menjadi disinsentif
bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator dan wirausahawan
Indonesia dalam industri software terancam kelangsungannya, karena tidak
lagi ada daya tarik pasar.
4. MoU akan
menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating system software dan
software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selain produk
Microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensi efisiensi proses
pengadaan software di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah tidak
lagi memiliki insentif untuk berinisiatif mendapatkan software yang
sesungguhnya dapat menggantikan fungsi software Microsoft dengan biaya
yang lebih murah. Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa MoU antara
Microsoft dengan Pemerintah bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan
usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU tersebut
telah menjadi entry barrier yang sangat nyata bagi penyedia software selain
Microsoft untuk pasar instansi Pemerintah. Selain itu MoU tersebut juga akan
menjadi disinsentif jangka panjang bagi pengembangan inovasi dan kreativitas software
di Indonesia yang justru berbasis muatan lokal.
Solusi Pemberantasan Pembajakan Tanpa Menimbulkan
Pelanggaran Prinsip
Persaingan Usaha Yang Sehat
Memperhatikan salah
satu konsep awal yang menjadi tujuan dari MoU ini, yakni berkaitan dengan
penyelesaian masalah pembajakan software, KPPU memandang kebijakan
melakukan MoU dengan Microsoft bukanlah kebijakan yang tepat, karena akar permasalahan
dari pemberantasan pembajakan software terletak pada penegakan hokum dari
peraturan perundangan yang berlaku tentang hak dan kekayaan intelektual (HaKI).
Khusus untuk pemberantasan pembajakan di instansi Pemerintah, sesungguhnya terdapat
banyak pilihan kebijakan yang tidak bertentangan dengan prinsip persaingan usaha.
Hal terpenting dari semua ini adalah agar pembajakan software tidak lagi
menjadi budaya di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk di instansi Pemerintah.
Misalnya saja
Pemerintah dapat mewajibkan seluruh instansi Pemerintah dalam jangka waktu
tertentu untuk mengubah software dalam komputernya, dengan software
yang berlisensi. Hal tersebut diikuti dengan ancaman sanksi bagi aparat
Pemerintah yang tidak melaksanakannya. Dalam hal inilah maka ketegasan
penegakan aturan akan menjadi kunci keberhasilan.
Berdasarkan paparan
di atas, dapat disimpulkan bahwa semangat yang ada dalam MoU antara Pemerintah
dengan Microsoft, bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sebagaimana
diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. Untuk itu maka KPPU menyarankan agar
Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian
sekaligus mencabut MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya potensi-potensi
persaingan usaha tidak sehat di industri software Indonesia.
BAB V
TEKNIK MENGHINDARI PEMBAJAKAN
1. Kriptografi
Aplikasi kriptografi
terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan terjaminnya kerahasiaan pesan dan
dokumen penting. Banyak algoritma baru yang dibuat dengan berbagai macam
keunggulan agar enkripsi yang dilakukan tidak dapat diketahui. Penggunaan
kriptografi dalam teknologi informasi harus didukung oleh kebijakan yang
ditetapkan di setiap negara. Survey terhadap kebijakan kriptografi di seluruh
dunia menghasilkan data bahwa di beberapa negara di dunia terdapat pembatasan
dalam penggunaan teknologi dan produk enkripsi data untuk melindungi privasi
saat online. Negara-negara tersebut mengutamakan keamanan negara dan
mengenyampingkan privasi publik.
1.1 Komunikasi Online
Karena kebutuhan
manusia semakin kompleks, seiring juga dengan kegiatan manusia yang semakin
beragam, teknologi terus berkembang untuk membantu manusia. Dengan teknologi
yang ada sekarang ini, manusia dapat berkomunikasi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Komunikasi seperti ini dapat berupa percakapan melalui media telepon dan
telepon seluler, percakapan melalui media internet dengan messenger, pengiriman
dan penerimaan surat melalui jaringan (email), transaksi jual/beli secara
online, dan sebagainya.
1.2 Kriptografi
Kriptografi adalah
suatu ilmu sekaligus seni untuk menjaga kerahasiaan pesan atau secara singkat
berarti cara menjaga privasi saat berkomunikasi. Untuk tujuan tersebut
dilakukan enkripsi dan dekripsi terhadap pesan atau dokumen penting yang
sifatnya rahasia. Enkripsi merupakan proses mengubah data menjadi bentuk yang
sulit/tidak dapat dimengerti. Sedangkan dekripsi merupakan proses pengembalian data yang telah
dienkripsi menjadi bentuk yang sebenarnya dan dapat dimengerti kembali.
1.3 Kriptografi dalam Komunikasi Online
Untuk melindungi
privasi pengguna komunikasi online, digunakan kriptografi. Enkripsi dilakukan
terhadap suara saat bercakap-cakap melalui telepon seluler, pesan dan email
yang dikirim, PIN kartu kredit/debet saat membeli barang melalui website
komersial, PIN kartu ATM saat mengambil uang secara online, dan lain-lain.
Dengan algoritma enkripsi yang kuat, data/pesan penting dan rahasia yang
dikirim melalui jaringan tidak dapat diketahui maksudnya walaupun dapat disadap
di tengah jalan.
1.4 Peraturan Mengenai Kriptografi
Pada dasarnya,
peraturan tentang penggunaan kriptografi dalam teknologi informasi dibuat oleh
pemerintah negara. Setiap negara berhak menentukan peraturan seperti apa yang
akan diberlakukan di negaranya dengan mempertimbangkan aspek keamanan negara
serta aspek privasi masyarakatnya. Peraturan ini meliputi aplikasi kriptografi
yang boleh dipergunakan berdasarkan algoritma yang diimplementasikan, dan
produk kriptografi apa saja yang boleh diperjualbelikan/diekspor/diimpor
berdasarkan tujuan penggunaan aplikasi tersebut.
Menurut survey oleh
Global Internet Liberty Campaign terhadap negara-negara di dunia, terdapat
beberapa negara yang membatasi dengan ketat penggunaan produk kriptografi,
seperti di Amerika, Rusia, Cina, Pakistan, dan Singapura. Di beberapa negara
yang lain juga terdapat pembatasan tetapi tidak ketat seperti di Indonesia,
Malaysia, Jepang, Spanyol, Afrika Selatan, dan Taiwan. Sedangkan di
negara-negara lainnya teknologi kriptografi dapat digunakan dengan bebas
seperti di Brazil, Denmark, Jerman, Belanda, Filipina, dan Swiss. Negara-negara
yang sangat membatasi penggunaan kriptografi biasanya ingin menghindari resiko
terjadinya komunikasi rahasia untuk merencanakan gangguan keamanan seperti
penyerangan dan pemberontakan. Di negara-negara seperti ini, walaupun
komunikasi melalui internet maupun telepon seluler dilakukan dengan
mengenkripsi data yang dipertukarkan, data-data yang telah dienkripsi tersebut
tetap dapat dibaca oleh pemerintah, juga oleh cryptanalys karena
algoritma yang diperbolehkan bukanlah unbreakable encryption methods.
Memang keamanan
pemerintah dan negara lebih terjamin, tetapi dampak negatifnya cukup besar.
Dampak negatif dari hal ini antara lain tidak ada lagi privasi bagi pribadi
yang menggunakan media online untuk berkomunikasi, terganggunya kemanan dalam
transaksi komersial secara online, banyaknya kemungkinan terjadi pembajakan
software, dan besarnya kemungkinan terjadi pencurian/pengrusakan data-data
penting oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pada makalah ini, kami
akan membahas trade off yang timbul saat diberlakukannya peraturan
mengenai penggunaan kriptografi yang sangat ketat serta usulan agar tidak ada
pihak yang dirugikan.
Kriptografi adalah suatu ilmu sekaligus seni untuk
menjaga kerahasiaan pesan atau secara singkat berarti cara menjaga privasi saat
berkomunikasi. Untuk tujuan tersebut dilakukan enkripsi dan dekripsi terhadap
pesan atau dokumen penting yang sifatnya rahasia. Pada dasarnya, peraturan
tentang penggunaan kriptografi dalam teknologi informasi dibuat oleh pemerintah
negara. Setiap negara berhak menentukan peraturan seperti apa yang akan
diberlakukan di negaranya dengan mempertimbangkan aspek keamanan negara serta
aspek privasi masyarakatnya. Dengan peraturan yang ketat dalam penggunaan
kriptografi, pemerintah negara bermaksud meminimalkan resiko terjadinya
gangguan keamanan negara. Tetapi maksud baik tersebut menimbulkan dampak
negatif seperti tidak ada lagi privasi bagi pribadi yang menggunakan media online
untuk berkomunikasi, terganggunya kemanan dalam transaksi komersial secara
online, banyaknya kemungkinan terjadi pembajakan software, dan besarnya
kemungkinan terjadi pencurian/pengrusakan data-data penting oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab. Penetapan
peraturan oleh setiap negara pastinya telah dipertimbangkan dengan
sungguhsungguh oleh masing-masing pihak yang berwenang. Melalui makalah ini
kami ingin memberikan beberapa pemikiran antara lain:
- Dalam transaksi jual/beli online, asalkan situs dan barang dagangannya legal, seharusnya penggunaan kriptografi dibebaskan.
- membuka pendaftaran untuk perusahaan-perusahaan dan publik yang perlu melakukan pertukaran data penting secara online agar dibebaskan menggunakan kriptografi. Peraturan Mengenai Kriptografi, Menjaga Privasi atau Menjaga Keamanan?
- Data/pesan yang dipertukarkan dengan enkripsi tetapi dianggap mencurigakan boleh saja diterjemahkan oleh pemerintah, tetapi pemerintah harus tetap menjamin kerahasiaan data/pesan tersebut.
- Jual/beli dan ekspor/impor produk kriptografi memang sebaiknya diawasi oleh pemerintah. Tetapi tidak perlu membatasi jenis algoritma dalam produk enkripsi yang diizinkan.
2. Pendidikan
Cara termudah
untuk mengurangi pembajakan adalah untuk menetapkan contoh yang
baik. Jangan gunakan perangkat lunak bajakan atau mendistribusikan
perangkat lunak komersial untuk siswa atau kolega. Adalah penting bahwa
kebijakan melampaui ruang kelas individu, dan bahwa sekolah / kabupaten
mengembangkan manajemen perangkat lunak, akuisisi dan kebijakan
pelaksanaan. Kebijakan-kebijakan harus dibuat jelas untuk setiap guru di
sekolah Acceptable Use Policy ,
dengan pernyataan eksplisit mengenai unacceptability dari pembajakan perangkat
lunak. Koordinator harus menentukan teknologi yang umum digunakan paket
perangkat lunak yang kompatibel dengan hardware diantisipasi dan upgrade
jaringan, dan membuat fakultas menyadari perubahan-perubahan sebelum
upgrade. Cara lain untuk mengurangi kemungkinan pembajakan perangkat lunak
secara eksplisit dinyatakan dalam Melindungi Anda Teknologi: Pedoman
Praktis Keamanan Informasi Pendidikan Elektronik (http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=98297). Diantara
rekomendasi mereka adalah:
- Memiliki lokasi pusat untuk program perangkat lunak. Tahu yang
aplikasi selalu ditambahkan, diubah atau dihapus.
- Secure master salinan perangkat lunak dan dokumentasi asosiasi, sedangkan
fakultas memberikan akses ke program-program bila diperlukan.
- Jangan meminjamkan atau memberikan kepada pengguna perangkat lunak
komersial tanpa izin.
- Izin hanya berwenang pengguna untuk menginstal perangkat lunak.
- Melatih dan membuat staf sadar menggunakan perangkat lunak dan
prosedur keamanan yang kemungkinan mengurangi pembajakan perangkat lunak.
Akhirnya, terdapat sejumlah utilitas
jaringan yang menghapus file program yang tidak sah dan secara
preset. Utilitas ini dapat secara efektif memonitor dan menghapus secara
ilegal memiliki software shareware dan komersial tanpa penambahan investasi
yang signifikan dalam waktu administrator jaringan atau usaha.
BAB VI
KONDISI PEMBAJAKAN INDONESIA
Pembajakan piranti lunak
atau software komputer di Indonesia meningkat satu persen pada kurun 2008-2009
atau di tengah resesi ekonomi global. Asosiasi internasional yang mewakili
industri software global, Business Software Alliance (BSA) bersama perusahaan
riset pasar IDC, mengumumkan hasil studi tahunan ketujuh pembajakan software
global di Jakarta, Kondisi pembajakan piranti lunak komputer di Indonesia
sedikit memburuk Fakta di lapangan masih banyak praktek pembajakan terjadi.
Hasil riset
pembajakan software yang terjadi di lebih dari 100 negara. Hasil riset mencatat
pada kurun 2008-2009, penginstalan software tanpa lisensi pada komputer pribadi
(PC) di Indonesia meningkat menjadi 86 persen. "Nilai komersial software
itu mencapai 886 juta dolar AS," katanya.
Sementara itu, tingkat
pembajakan software komputer di Asia Pasifik turun dari 61 persen pada 2009
menjadi 59 persen pada 2009. Sementara, nilai komersial software ilegal
meningkat hingga melampaui 16,5 miliar dolar AS.
Penelitian
itu juga menemukan pertumbuhan yang cepat di sejumlah negara dengan tingkat
pembajakan software yang tinggi seperti Cina, India, dan Brazil, meningkatkan
pula porsi software mereka di tengah keseluruhan pasar software dunia. Kondisi
itu membuat pembajakan software global mengalami kenaikan dari 41 persen
menjadi 43 persen.
BSA
akan melanjutkan kerja sama dengan pemerintah, para pelaku bisnis dan konsumen
untuk mengingatkan risiko-risiko yang muncul akibat menggunakan software ilegal
dan akibat nyata pembajakan software terhadap perekonomian Indonesia,"
Wakil Presiden dan Direktur BSA Asia Pasifik,
Jeffrey Hardee, mengatakan, penurunan pembajakan software PC akan berpengaruh
lebih dari sekadar menghasilkan pendapatan bagi industri. "Penurunan
pembajakan software PC dapat memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan di
Asia Pasifik," katanya.
Secara khusus ia mencatat,
penyebab kenaikan tingkat pembajakan di Indonesia disebabkan penetrasi PC yang
pesat di Indonesia. Hanya pda 2008 terdapat
penjualan sebesar 2,4 juta unit dan pada 2009 mencapai lebih dari 3 juta unit. Menurut
data temuan IDC, untuk setiap 100 dolar software legal yang terjual pada 2009
di pasar muncul pula software bajakan senilai 75 dolar. Padahal berdasar
penelitian BSA/IDC pada 2008, penurunan pembajakan software sebesar 10 persen
dalam empat tahun akan menambah pendapatan negara 24 miliar dolar tanpa harus
meningkatkan pajak.
IDC memperkirakan tiap satu
dolar software legal yang dijual di suatu negara, maka akan muncul penghasilan
tambahan sebesar 3-4 dolar bagi sektor layanan lokal dan perusahaan distributor
software. "Para pengusaha software lokal, distributor, dan reseller
berperan dalam menciptakan lapangan kerja, memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi, menghasilkan pajak, dan merupakan sumber kebanggan bagi
negara mereka masing-masing,"
Pembajakan produk Indonesia di luar
negeri hingga kini masih berlangsung seperti kopi cintamani yang diriset di
Prancis, produk tradisional kain batik dan songket yang dipatenkan menjadi
produk Malaysia dengan harga cukup tinggi. Hal itu tidak bisa dibiarkan terus berlangsung
sebab telah merugikan Indonesia yang selama ini mempertahankan kelestariannya
sebagai produk dan pengetahuan tradisional, pemerintah telah memprotes masalah
itu namun tidak berdaya karena adanya tekanan negara-negara maju.
Terkait masalah tersebut pemerintah
Indonesia akan mengadakan pertemuan dengan negara-negara di Asia yang
diselenggarakan di Bandung dalam waktu dekat ini. Pertemuan itu direncanakan
akan diikuti lebih kurang 106 peserta se-Asia untuk memperjuangkan pengetahuan
tradisional yang dipatenkan di luar negeri. Dalam pertemuan itu kita akan
memperjuangkan hak kita, seperti masalah produksi tempe, batik, dan songket
yang merupakan prodak unggulan Indonesia.
Karenanya Indonesia ke depan akan
membangun ekonomi bertumpu pada pendayagunaan sistem HKI terhadap sumber daya
alam, pengetahuan dengan memperhatikan dan mengutamakan kepentingan nasional. Namun
pengelolaan dan pengembangan sistem HKI nasional perlu dilakukan secara
koprehensif, sehingga bukan sekedar pendekatan hukum semata, tetapi juga
pendekatan bisnis dan teknologi.
Indonesia di forum internasional
memahami sejak adanya kesepakatan mengenai aspek perdagangan yang terkait
dengan HKI dan ketentuan yang ditetapkan organisasi perdagangan dunia (WTO)
pada 1994, namun konsekwensinya belum menetapkan standar HKI.
Masalah pembajakan produk
tradisional kain batik dan songket salah satu budaya pakaian Jambi yang
dipatenkan menjadi produk Malaysia menjadi sebuah persoalan yang harus
dituntaskan.
Amerika Serikat
menilai pembajakan produk di Indonesia semakin mengkhawatirkan sehingga
pemerintah negara itu memutuskan menaikan peringkat pembajakan di Indonesia
menjadi "priority watch list", dari sebelumnya "watch
list".
Peningkatan ranking tersebut karena maraknya perdagangan produk bajakan di negeri ini," kata Koordinator Administrasi Timnas Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI), Ansori Sinungan, dalam kampanye HKI Tahap II, di Surabaya.
Peningkatan ranking tersebut karena maraknya perdagangan produk bajakan di negeri ini," kata Koordinator Administrasi Timnas Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI), Ansori Sinungan, dalam kampanye HKI Tahap II, di Surabaya.
Kenaikan peringkat itu membuat Indonesia
memperoleh predikat negara dengan angka pembajakan tinggi di dunia. Kondisi
ini sangat merugikan karena ekspor produk nasional ke pasar AS menjadi
terganggu. Ini akan makin memperberat Indonsia yang
niscaya mempengaruhi kebijakan "non tariff barrier" tertentu
dari Pemerintah AS atas produk ekspor nasional ke AS. Padahal
pasar ekspor ke AS cukup besar, 26 persen dari total ekspor nasional.
Jangan dikira maraknya pembajakan di Indonesia
dibiarkan begitu saja oleh Amerika Serikat (AS). Masuknya Indonesia ke Daftar
Hitam bagaikan wujud 'balas dendam' AS.
Vonis United States Trade Representative (USTR) yang
menempatkan Indonesia di daftar kelam Priority Watch List karena dianggap gagal
dalam melindungi Hak atas kekayaan inteletual dinilai bakal berbuntut panjang.
Salah satunya, memperkeruh hubungan kerja sama Indonesia dan Amerika Serikat
dalam hal perdagangan.
Dengan label Priority Watch List tersebut, Indonesia
akan dipersulit untuk ekspor barang ke AS karena regulasinya semakin
diperketat. "Seperti menaikkan tarif bea masuk, besaran tarif ini berbeda
dengan negara yang tidak masuk dalam kategori Priority Watch List.
Alhasil, hal ini akan membuat pebisnis Indonesia susah
untuk bersaing dengan pebisnis dari negara lain yang tidak berada dalam
kategori Priority Watch List. Sebab, harga yang ditawarkan pebisnis Tanah Air
menjadi tidak kompetitif karena tanggungan pajak yang lebih tinggi.
Ini jadi semacam tindakan balasan dari mereka. Pemerintah
pun diimbau agar jangan patah arang mendapati hasil minor tersebut. Mereka
diminta untuk tetap melanjutkan dan meningkatkan mutu program-program yang
telah dijalankan sebelumnya.
Diharapkan pemerintah tetap menggalakkan sosialisasi, memperbaiki sistem dan mekanisme penegakkan hukum sampai dengan memberi contoh yang baik. Apabila bisa keluar dari Priority Watch List USTR Indonesia bisa menyudahi 'aksi pembalasan' ini
Diharapkan pemerintah tetap menggalakkan sosialisasi, memperbaiki sistem dan mekanisme penegakkan hukum sampai dengan memberi contoh yang baik. Apabila bisa keluar dari Priority Watch List USTR Indonesia bisa menyudahi 'aksi pembalasan' ini
Pemerintah dan pihak
kepolisian tentu juga bukan tak berupaya apa-apa sehingga software bajakan kian
merajalela di Tanah Air. Berbagai
pembekalan kemampuan terus dilakukan pihak berwajib kepada satuannya. Maklum
saja, harus diakui, belum semua polisi mengerti akan jenis-jenis software
(proprietary, open source, dan freeware) . Tak ayal, aksi 'salah tembak' alias salah razia pun pernah terjadi. Software gratis atau open
source juga diangkut lantaran disangka software proprietary bajakan.
BSA sendiri merupakan
lembaga nirlaba yang memayungi vendor-vendor software dunia. BSA kerap diundang
untuk menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pembajakan software.
Sementara dari sisi tindakan
preventif, pemerintah bergerak dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) yang juga lumayan getol menggelar kampanye
sosialisasi ke berbagai kota. Bahkan, beberapa kali tim ini sempat
menggelar kunjungan mendadak ke sejumlah perusahaan untuk lebih menajamkan
taringnya. Sebab biasanya bagi sejumlah pihak yang namanya himbauan,
sosialisasi atau kampanye kerap dianggap sekadar angin lalu yang tak bergigi.
Sehingga aksi 'peringatan' berbalut kunjungan seperti itu dirasa penting untuk
menegaskan keseriusan.
Aparat sendiri, baik itu
pihak kepolisian ataupun Depkumham sudah menyatakan niatnya untuk tidak ingin
menggeber razia sapu jagad yang menyasar pedagang-pedagang kecil yang berjualan
di pinggir jalan. Mereka lebih memilih untuk mengincar produsen
besar baik itu dari kalangan industri rumah tangga atau perusahaan besar
sebagai biang keladi pemasok barang ilegal itu.
Kaki lima bukan target
utama, tapi pengusaha yang punya modal besar seperti pabrik yang jadi
prioritas, maka selanjutnya bakal menyiapkan modus operasi baru. Kita juga perlu kerjasama lintas
sektoral untuk memberantasnya. Dan dalam melakukan penegakan hukum, akan lebih
baik jika kita juga 'membunuh' pabrik dan mesin-mesinya itu.
0 komentar:
Posting Komentar