KATA-KATA BIJAK

BIJAKSANA BERMULA DARI KATA-KATA DAN PENERAPAN DIKEHIDUPAN, DAN BERIKUT KATA-KATA BIJAK YG SAYA PEROLEH DARI BERBAGAI SUMBER. BY.VENDRIAN DINATA

RIP PES 2014

GAME RIP PES 2014 (2.14 GB) BY.VENDRIAN DINATA

NEED FOR SPEED RIVAL 3GB

GAME RACING SERU, DENGAN GAMBAR YANG REALISTIS DAN PENUH TANTANGAN. BY.VENDRIAN DINATA

DOWNLOAD SPSS V.20 FULL VERSION IDWS

Membantu menangani berbagai permasalahan statistik, terutama bagi kalain yang sedang menyusun skripsi pasti butuh spss sebagai pengolah data. by.vendrian dinata

ONE PIECE THE MOVIE

BERBAGAI FILM THE MOVIE ONE PIECE

Tampilkan postingan dengan label HADIST. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HADIST. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Mei 2014

TIDAK SEMUA BID'AH SESAT

 PERTANYAAN...
Saya pernah dengar hadits:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Semua bid’ah itu sesat
Tetapi saya juga dengar dari kyai-kyai katanya bid’ah itu ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah sayyiah, mana itu yang benar?


JAWABAN...
Kalau bid’ah Dholalah itu lafadnya umum, tiap-tiap lafadz umum yaitu biasanya kemasukan takhsis (Pengecualian), contohnya:
Hadits:
كُلُّ شَيْئٍ خُلِقَ مِنَ اْلمَاءِ 
Segala sesuatu itu dibikin dari air
Apakah malaikat juga dibikin dari air? Iblis apakah dari air?
Hadits:
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
Segala yang memabukan itu khomer, dan semua khomer itu haram
Kecubung itu memabukan, apakah itu juga namanya khomer? Khomer bagi orang yang مُضْطَرٌّ apakah juga haram hukumnya?
Hadits:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ
Semua kamu itu penggembala, dan semua kamu itu ditanya dari hal ro’iyahnya
Apakah orang gila dan orang makruh, juga masuk dalam hadits ini? Kesemuanya itu dijawab tidak? Demikian pula kalau bid’ah dholalah. Apakah karena hadits ini maka saudara sampai hati mengatakan bahwa perbuatan Utsman bin Affan yang memerintahkan adzan jum’at dua kali itu dholalah? Dan Umar bin Khattab yang menjalankan tarawih dua puluh rakaat itu juga dholalah? Baca Barzanji yang isinya sejarah Maulid Nabi itu juga dholalah? Mendirikan pondok pesantren dan madarasah itu juga dholalah? Dan saudara sendiri yang tidak dholalah. Apalagi kalau menurut riwayat yang diriwayatakan oleh Ad Dailamy Fi Musnadil Firdausi, hadits itu berbunyi:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ إِلاَّ فِي عِبَادَةٍ
Kami persilahkan melihat Kunuzul Haqoiq fi Hadits Khoirul Kholaiq juz Tsani Shohifah 39.
Bagaimana kebenaran hadits berikut?
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هذَا مَا َليْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Hadits itu memang benar diceritakan oleh Bukhari wa Muslim wa Abi Dawud wa Ibnu Majah dari Aisyah, akan tetapi perhatikanlah benar-benar terjemahannya! “Barang siapa mengada-ada (menimbulkan) di dalam agama kita ini, sesuatu yang tidak bersumber darinya, maka ia ditolak”. Lalu apalagi yang saudara maksud? Kalau kita mengerjakan sholat shubuh empat rakaat, atau sholat mayit pakai ruku’, sujud, itu memang ditolak, sebab yang demikian itu tidak ada sumbernya dari agama. Adapun yang ada sumbernya dari agama, sebagaimana masalah-masalah yang disebut dimuka (adzan jum’at dua kali, tarawih dua puluh rakaat dan lain sebagainya) ia tidak termasuk yang ditolak.

Sesungguhnya apakah yang disebut bid’ah itu?
Memang arti Bid’ah ini sesungguhnya harus ditanyakan terlebih dahulu, sebelum disodorkannya hadits:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Bid’ah itu ada dua macam:
  1. Bid’ah syar’iyah
  2. bid’ah lughowiyah.
Tiap-tiap ucapan, perbuatan atau i’tikad yang tidak bisa disaksikan kebenarannya oleh ushulis syar’iyah (Al Kitab, Sunah, Al Ijma’, Qiyas) maka itu Bid’ah Mardudah. Inilah yang dimaksud oleh haditsnya Aisyah tersebut di atas. Ini pula yang disebut Bid’ah Syar’iyah.
Adapun Bid’ah lughowiyah, yaitu segala yang belum pernah terjadi pada zaman Rasululah SAW.
Bid’ah lughowiyah terbagi menjadi lima:

  • Bid’ah Wajibu Ala Kifayah, misal mempelajari Al Ulumul Arabiyah sebagai alat masuk memahami Al-Qur’an Dan Hadits.
  • Bid’ah Muharromah, misanya seperti I’tiqod dan hal ihwal ahli bid’i yang bertentangan dengan thoriqoh Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
  • Bid’ah Mandubah, yaitu perbuatan-perbuatan yang baik tidak terjadi pada zaman RasulullahSAW. seperti mendirikan madrasah-madrasah untuk memudahkan cara-cara memberi pelajaran agama kepada murid-murid.
  • Bid’ah Makruhah, misalnya seperti menghias masjid dengan hiasan yang berlebih-lebihan.
  • Bid’ah Mubahah, sepeti bermewah-mewah dalam makan minum.

KH. Bisri Musthofa

Minggu, 11 Mei 2014

KUNCI ISLAM


Hasan bi Arafah berkata bahwa telah berkata kepada kami Ismail bin Ayyaash dari Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Hasan dari Syahr bi Husyab dari Muadz bin Jabal R.A. yang berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda: "Kunci Surga adalah kesaksian La ilaha illallahu." 

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Iman Ahmad dalam Musnadnya dengan redaksi: "Kunci surga adalah kesaksian La ilaha illallahu."

Bukhari dalam Shahihnya berkata dari Wahab bin Munabbih bahwa dikatakan kepadanya: "Bukanlah kunci surga adalah pernyataan La ilaha illallah?" Wahab bin Munabbih menjawab: "Benar, tetapi ingat bahwa setiap kunci mempunyai gerigi, Jika Anda diberi kunci yang bergerigi maka Anda dapat membukanya. Jika tidak, maka Anda tidak dapat membukanya."

Abu Nu'aim meriwayatkan hadits dari Aban dari Anas bin Malik R.A. yang berkata bahwa ada orang Arab Badui yang bertanya: "Wahai RAsulallah, apa kunci surga itu?" Rasulallah SAW menjawab: "Yaitu La ilaha illallah." (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim)

Abu Syaikh meriwayatkan hadits dari Al-A'masy dari Mujahid dari Yazid bin Sakhbarah yang berkata: "Sesungguhnya pedang-pedang adalah kunci-kunci surga."

Dalam Musnad disebutkan hadits dari Muadz bin Jabal R.A. yang berkata bahwa Rasulallah SAW bersabda: "Maukah engkau aku tunjukkan salah salah satu kunci surga? Aku menjawab: "Ya, mau." Rasulallah SAW bersabda: "Yaitu ucapan Laa haula walaa quwwata illa billaahi." 

Allah membuat kunci bagi setiap permohonan. Ia menjadikan thaharah (bersuci) sebagai kunci shalat. Kunci haji adalah ihram. Kunci segala kebaikan adalah kejujuran. Kunci ilmu adalah bertanya dengan baik dan serius mendengar. 

Kunci kemenangan dan kegemilangan adalah sabar. Kunci penambah ni'mat adalah syukur. Kunci kewalian adalah cinta dan zikir. Kunci keberuntugan adalah taqwa. Kunci petunjuk adalah cinta dan takut kepada Allah SWT. Kunci permintaan adalah du'a. Kunci akhirat adalah zuhud dunia. 

Kunci iman adalah merenungkan apa saja yang diperintahkan Allah kepada hamba-hambaNYA untuk direnungkan. Kunci masuk kepada Allah adalah penyerahan hati dan kesehatan kita kepadaNYA, ikhlas karenaNYA dalam cinta, mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejahatan karenaNYA. 

Kunci kehidupan hati adalah merenungkan Al Qur'an, merendahkan diri, berdoa pada waktu sahur dan meninggalkan dosa. Kunci mendapatkan rahmat dan ihsan adalah beribadah kepadaNYA dan berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi hamba-hambaNYA. 

Kunci rizqi adalah bekerja disertai istighfar dan taqwa. Kunci kemuliaan adalah taat kepada Allah dan RasulNYA. Kunci persiapan menuju akhirat adalah memperpendek angan-angan. Kunci segala kebaikan adalah cinta Allah. Dan kunci segala keburukan adalah cinta dunia dan panjang angan-angan.

LATAR BELAKANG MUNCULNYA KODIFIKASI HADIST



Pada abad pertama Hijriah sampai hingga akhir abad petama Hijriah, hadist-hadist itu berpindah dari mulut kemulut, masing-masing perawi meriwayatkannya berdasarkan kepada kekuatan hapalannya. Saat itu mereka belum mempunyai motif yang kuat untuk membukukan hadist, karna hapalan mereka terkenal kuat.

Namun demikian, upaya perubahan dari hapalan menjadi tulisan sebenarnya sudah bekembang disaat masa Nabi. Setelah Nabi wafat, pada masa Umar Bin Khattab menjadi Khalifah ke-2 juga merencanakan meghimpun hadist-hadist Rasul dalam satu kitab, namun tidak diketahui mengapa niat itu batal atau urung dilaksanakan.

Dikala kendali Khalifah dipegang oleh Umar Bin Abdul Aziz yang dinobatkan dalam tahun 99 Hijriah, seorang khalifah dari Dinasti Umaiyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dikenal sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, tergerak hatinya membukukan hadist karna dia khawatir para perawi yang membendaharakan hadist didalam dadanya telah banyak yang meninggal, apabila tidak dibukukan akan lenyap dan dibawa oleh para penghafalnya kedalam alam barzah dan juga semakin banyak kegiatan pemalsuan hadist yang dilakukan yang dilatar belakangngi oleh perbedaan politik dan perbedaan mazhab dikalangan umat islam dan semakin luasnya daerah kekuasaan islam maka semakin komplek juga permasalahan yang dihadapi umat islam.


Pelopor Gerakan Kodifikasi Hadist dan kitab-kitab Hadist Abad II Hijriah 

1. Penulisan Hadist.

Sejarah penghimpunan hadist secara resmi dan massal baru terjadi setelah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz memerintahkan kepada ulama dan para tokoh masyarakat untuk menuliskannya. Dikatakan resmi karena itu merupakan kebijakan kepala negara dan dikatakan massal karena perintah diberikan kepada para gubernur dan ahli hadist.

Diantara gubernur madinah yang menerima instruksi untuk mengumpulkan dan menuliskan hadist yaitu Abu Bakar ibn Hazm, Umar Bin Abdul Azis berkata kepada Hazm :


“Perhatikanlah apa yang bisa diambil dari hadist Rasulullah dan catatlah, saya khawatir akan lenyapnya ilmu ini setelah ulama wafat”[1] dan dalam intruksi tersebut Umar memerintahkan Ibn Hazm untuk menuliskan dan menuliskan hadist yang berasal dari :

  1. Koleksi Ibn Hazm itu sendiri
  2. Amrah binti Abd. Ar-Rahman(w.98 H), seorang faqih, dan muridnya syaidah Aisyah r.a
  3. Al Qasim Ibn Abu.Bakar Al Siddiq(w.107 H) seorang pemuka tabi’in dan salah seorang Fuqaha yang tujuh.

Ibn Hasim melaksanakan tugasnya dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh Muhammad Ibn Syiihab Al–Zuhri.(w.124 H), seorang ulama besar di Hijasz dan Syam, kedua ulama diataslah sebagai pelopor dalam kodifikasi hadist berdasarkan perintah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz.

Meskipun Ibn Hazm dan Al Zuhri telah berhasil menghimpun dan mengkodifikasi hadist, akan tetapi kerja kedua ulama tersebut telah hilang dan tidak bisa dijumpai lagi sampai sekarang.

2. Sistem Pembukuan Hadist.

Sistem pembukuan Hadist pada awal pembukuannya agaknya hanya sekedar mengumpulkan saja tampa mperdulikan selektifitas terhadap susunan Hadist Nabi, apakah termasuk didalamnya fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in,“Ulama diperiode ini cendrung mencampur adukkan antara hadist Nabi dengan Fatwa Sahabat dan Tabi’in, mereka belum mengklasifikasikan kandungan nash-nash menurut kelompoknya”[2]

Dengan demikian pembukuan hadist pada masa ini boleh dikatakan cendrung masih bercampur baur antara hadist dengan fatwa sahabat dan tabi’in.

3. Tokoh-Tokoh Pengumpul Hadist.

Setelah periode Abu bakar bin Hazm dan ibnu Shihab Al Zuhri, perode sesudahnya bermunculan ahli hadist yang bertugas sebagai kodifikasi hadist jilid ke-2 yaitu:

  1. Di Mekkah, Ibn Jurraj (w.150 H)
  2. Di Madinah, Abu Ishaq (w.151 H) dan Imam Malik (w.179 H)
  3. Di Basrah, Ar Rabi’ Ibn Shahih (w.160 H), Said Bin abi Arubah (w.156 H) dan Hamud bin Salamah (w. 176 H)
  4. Di Kufah, Sofyan Tsauri (w.161 H).
  5. Di Syam/ Sriya, Al Auza’I (w.156 H).
  6. Di Wasith/Iraq , Hasyim (w.188 H).
  7. Di yaman, Ma’mar (w.153 H).
  8. Di khurasan/ Iran, jarir Bin Abdul Namid (w.188 H dan Ibnu Mubarrak (w.181 H)[3]


4. Kitab-kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II Hijriah.

Kitab-kitab yang disusun pada periode ini jumlahnya relatif sedikit yang sampai kepada umat islam hari ini, diantara karya monumental yang dihasilkan oleh karya terdahulu yang sampai pada masyarakat muslim saat ini adalah :

  1. Al Muwatha, oleh Imam Malik
  2. Al Musnad, Oleh Imam Syafi’i
  3. Iktilaf Al Hadist, oleh Imam Syafi’i 4
Hadist ini dipandang unggul dan menempati kedudukan istimewa dikalangan para ahli Hadist dan penggiat ilmu ini.



5. Ciri-ciri Kitab Hadist yang ditulis pada abad ke-II Hijriah.

  1. Pada umumnya kitab-kitab hadist pada masa ini menghimpun hadist-hadist Rasulullah serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.
  2. Himpunan Hadist pada masa ini masih bercampur baur dengan topik yang ada seperti bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan lainnya.
  3. Didalam kitab-kitab hadist pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara hadist-hadist yang berkualitas Shahih, Sasan dan Dha’if.
Hadis Pada Masa Ke-III Hijriah, Masa Pemurnian, Penshahihan dan penyempurnaan Kodifikasi. 

Periode ini berlangsung pada masa Pemerintahan Khalifah Al Ma’mun sampai pada awal pemerintahan khalifah Al-Muqtadir dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini ulama memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadist Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap pemalsuan Hadist yang semakin marak. 



Kegiatan Pemalsuan Hadist 

Pada abad ke-II hijriah telah banyak melahirkan para Imam Mujtahid di berbagai bidang, diantaranya dibidang Fiqih dan Ilmu Kalam. Meskipun dalam beberapa hal mereka berbeda pendapat, akan tetapi mereka saling merhormati.

Akan tetapi memasuki abad ke-3 Hijriah , para pengikut masing-masing imam berpendapat bahwa imam nya lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan hadist-hadist palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.

Dan setelah Khalifah Al Ma’mun berkuasa mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan pendapat tentang kemakhlukan Al Qur’an dan siapa yang tidak sependapat akan dipenjara dan disiksa, salah satu Imam yaitu Imam Ahmad Bin Hambal yang tidak mengakuinya. Setelah pemerintahan Al Muwakkil, maka barulah keadaan berubah positif bagi ulama.


Upaya Pelestarian Hadist. 

Diantara kegiatan yang dilakukan oleh para ulama Hadist dalam rangka memelihara kemurnian Hadist Rasulullah SAW adalah :

  1. Perlawatan ke daerah-daerah
  2. Pengklsifikasian Hadist kepada : Marfu’, Mawquf, dan Maqthu’.
  3. Penyeleksian kualitas Hadist dan pengklasifikasian kepada : Shahih, Hasan, Dha’if. 


Tokoh-tokoh Pengumpul Hadist. 

Diantara tokoh-tokoh Hadist yang lahir pada masa ini adalah :

Ali Ibn Madany, Abu Hatim Ar Razy, Muhammad Ibn Jarir ath Thabary, Muhammad Ibn Sa’ad, Ishaq Ibn Rahawaih, Ahmad, Al Bukhari Muslim, An Nasa’I, Abu Daud, At Turmudzy, Ibnu Majah, Ibnu Qutaibah Ad Dainury. 
Kitab-Kitab Hadist pada abad ke-III Hijriah. 

Di abad ke-3 Hijriah ini telah muncul berbagai kitab Hadist yang Agung dan monumental serta menjadi pegangan umat islam sampai sekarang diantaranya adalah :

  1. Kitab Shahih Bukhari.
  2. Kitab Shahih Muslim.
  3. Kitab Sunan Abu dawud
  4. Kitab Sunan At Turmidzi
  5. Kitab Sunan An Nasa’i
  6. Kitab Sunan Ibn Majah.
  7. Musnad Ahmad.

Hadist pada abad ke-IV sampai ke-V ( Masa Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan). 

1. Kegiatan periwayatan Hadist pada periode ini.

Periode ini dimulai pada masa Khlifah Al Muktadir sampai Khalifah Al Muktashim. Meskipun kekuasaan Islam Pada periode ini mulai melemah dan bahkan mengalami keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat serangan Hulaqu Khan, Cucu dari Jengis Khan. Kegiatan para Ulama Hadist tetap berlansung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya saja hadist-hadist yang dihimpun pada periode ini tidaklah sebanyak penghimpunan pada periode-periode sebelumnya, kitab-kitab hadist yang dihimpun pada periode ini diantaranya adalah :

  1. Al Shahih oleh Ibn Khuzaimah.(313 H)
  2. Al Anma’wa al Taqsim oleh Ibn Hibban (354 H)
  3. Al Musnad oleh Abu Amanah ( 316 H)
  4. Al Mustaqa oleh Ibn Jarud.
  5. Al Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahid al Maqdisi.

Setelah Lahirnya karya-karya diatas maka kegiatan para ulama berikutnya pada umumnya hanyalah merujuk pada karya–karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan mempelajari, menghafal, memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dan matannya.

2. Bentuk Penyusunan Kitab Hadist pada masa periode ini:

Para Ulama Hadist Periode ini memperkenalkan sitem baru dalam penusunan Hadist , yaitu :

a). Kitab Athraf, didalam kitab ini penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadist tertentu, kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari sanad kitab hadist yang dikutib matannya ataupun dari kitab-kitab lainya contohnya :
  1. Athraf Al Shahihainis, oleh Al Dimasyqi (400 H)
  2. Athraf Al Shahihainis, oleh Abu Muhammad khalaf Ibn Muhammad al Wasithi (w 401 H)
  3.  Athraf Al Sunnah al arrba’ah, oleh Ibn Asakir al dimasyqi (w 571 H)
  4. Athraf Al Kutub al Sittah, oleh Muhammad Ibn Tharir al Maqdisi ( 507 H)
b). Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab ini meriwayatkan matan hadist tersebut dengan sanadnya sendiri, conntoh :
  1. Mustadhrak Shahih Bukhari , oleh Jurjani
  2. Mustadhrak Shahih Muslim, oleh Abu Awanah (316 H)
  3. Mustadhrak Bukhari Muslim, oleh Abu bakar Ibn Abdan al Sirazi (w.388 H)

c). Kitab Mustadhrak, Kitab ini menghimpun hadist-hadist yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu dari keduanya, contoh :
  1. Al Mustdhrak oleh Al Hakim ( 321-405 H)
  2. Al Ilzamat , oleh Al Daruquthni (306-385 H)

d). Kitab Jami’, Kitab ini menghimpun Hadist-hadist yang termuat dalam kitab-kitab yang telah ada yaitu yang menghimpun hadsit shahih Bukhari dan Muslim. Contohnya :
  1. Al Jami’ bayn al Shahihaini , oleh Ibn Al Furat ( Ibn Muhammad Al Humaidi (w.414 H)).
  2. Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Muhammad Ibn Nashir al Humaidi (488 H)
  3. Al Jami’ bayn al Shahihaini, oleh Al Baqhawi (516 H)
Hadist pada abad ke VII sampai sekarang (masa Pensyarahan, Penghimpuanan , Pen-takhrij-an dan Pembahasannya) 

1. Kegiatan periwayatan Hadist pada periode ini.

Periode ini dimulai sejak kekhalifahan Abbasiyah di Bakhdad ditklukkan oleh tentara Tartar (656 H/1258 M), yang kemudian Kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan kembali oleh Dinasti Mamluk dari mesir setelah mereka menghancurkan bangsa Mongol tersebut.

Pembaiatan Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah islam lainya dapat mengakui Mesir sebagai pusat pemerintahan dan selanjutnya mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam, akan tetapi pada abad ke-8 H Ustman Kajuk mendirikan kerajaan di Turki diatas puing-puing peninggalan Bani Saljuk di Asia Tengah, sehingga bersama-sama dengan keturunan Ustman menguasai kerajaan-kerajaan kecil yang ada disekitarnya dan selanjutnya membangun Daulah Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Dengan berhasilnya mereka menaklukkan Konstatinopel dan Mesir serta meruntuhkan Dinasti Abbasiyah, maka berpindahlah kekuasaan Islam dari Mesir ke Konstatinopel.

Pada abad ke-13 Hijriyah ( awal abad ke-19 H) Mesir dengan dipimpin oleh Muhammad Ali, mulai bangkit untuk mengembalikan kejayaan Mesir masa silam. Namun Eropa yang dimotori oleh Inggris da Perancis semakin bertambah kuat dan berkeinginan besar untuk menguasai dunia, mereka secara bertahab mulai menguasai daerah-daerah islam , sehingga pada abad ke-19 M sampai ke awal abab 20 M, hampir seluruh wilayah islam dijajah oleh Bangsa Eropa, kebangkitan kembali dunia islam baru dimulai pada pertengahan abad ke-20 M.

Sejalan dengan keadaan dan kondisi-kondisi dunia islam diatas, maka kegiatan periwayatan hadist pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan cara ijazah dan Mukatabah. Sedikit sekali ulama hadist pada periode ini melakukan periwayatan hadist secara hapalan sebagaimana dilakukan oleh yang ulama Mutaqaddimin. Diantaranya yaitu: 

  1. Al Traqi (w.806 H/1404 M) dia berhasil mendiktekan hadist secara hapalan kepada 400 majelis sejak 796 H/1394 M dan juga menulis beberapa kitab hadist.
  2. Ibn Hajar al Asqalani (w. 852 H/ 1448 M) seorang penghapal hadist yang tiada bandinganya pada masanya . Dia telah mendiktekan Hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah kitab yang berkaitan dengan Hadsit.
  3. Al Sakhawi (w.902 H/1497 M) murid Ibn Hajar yang telah mendiktekan hadist kepada 1000 majelis dan menulis sejumlah buku.


2. Bentuk Penyusunan kitab Hadist pada periode ini :

Pada periode ini para ulama hadist mempelajari kitab-kitab hadist yang telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya atu meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karya sebagai berikut:

a. Kitab Syarah, yaitu : Jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadist dari kitab tertentu dan hubungannya denagn dalil-dalil lainnya yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadsit ataupun kaidah-kaidah syara’ yang lainnya contohnya :
  1. Fath Al bari, Oleh Ibn Hajar al Asqalani, yaitu syarah shahih kitab Al Bukhari.
  2. Al Minhaj, oleh Al Nawawi, yang mensyarahkan kitab shahih Muslim.
  3. Aun al-Ra’hud , oleh Syams al Haq al Achim al Abadi, syarah sunan Abu Dawud.

b. Kitab Mukhtashar, yaitu kitab yang berisi ringkasan dari suatu kitab Hadist, seperti Mukhtashar Shahih Muslim oleh Muhammad Fu’ad abd Al baqi.

c. Kitab Zawa’id, yaitu kitab yang menghimpun hadist-hadist dari kitab tertentu yang tidak dimuat.



Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :

  1. Penyebab dari Kodifikasi Hadist itu sendiri dikarenakan telah banyaknya para sahabat, atau ulama penghapal hadist yang meninggal dunia.
  2. Penyebab Kedua adalah banyaknya beredar Hadist-hadist palsu sehingga perlunya kodifikasi hadist yang mulai dilaksanakan secara perdana dan massal pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdil Aziz. Yang mereka hanya memperkuat eksistensi golongan dan ras mereka saja.
  3. Pada Kodifikasi Hadist ini melahirkan berbagai ulama dan tokoh-tokoh Seperti yang kita kenal sampai sekarang yaitu Perawi Hadist-hadist shahih seperti Imam Bukhari dan Muslim, Athurmudzi, Suanan Abu Daud, dan lain-lain masih banyak lagi..
  4. Dari sejarah kodifikasi hadist ini, kita bisa mengetahui kapan masa jaya, kapan masa kodifikasi yang banyak memunculkan para ulama ahli hadist yang banyak memhasilkan kitab-kitab hadist dan pada masa periode siapa kitab-kitab hadist shahih bermunculan, mulai dari pertama kali di kodifikasi sampai pada masa periode terakhir kemunduran islam itu sendiri.




Daftar Pustaka

Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, Jakarta : PT. Muhasa Sumber Widya, 2001.

Yusuf Saefullah, Drs. Cecep.Sumarna, M.Ag, Pengantar Ilmu Hadist: PT. Pustaka Baru Quraisy.

M.Hasbi Ash Shiddieqye, Sejarah Pengantar Hadist, Semarang : Bulan Bintang Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqye, sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

.




[1] M. Shuhudi Ismail, (terj), Metodologi Penelitian Hadist, (Jakarta, Bulan Bintang, 1992) hal.16./Hadist Nabi dan sejarah Kodifikasinya(Jakarta: Pustaka Firdaus.1994) hal.106- 

[2] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadist, (Surabaya: Bina Ilmu,1993) hal.81- 

[3] TM. Hasbi As Shiddiqie. Loc.cit. lihat juga Mustafa al Siba’I .op.cit.hal.168. lihat juga Muhammad Zahu, al Hadist wa al Muhadditsun (mesir.Daar al Fikr.tt) hal.299. 

PEMBAGIAN HADITS MENURUT SANDARANNYA



Hadits menurut sandarannya terbagi menjadi dua, yaitu maqbul (diterima) dan mardud (ditolak). Dan berdasarkan pembagian ini terbagi lagi menjadi empat macam, yaitu :

  1. Hadits Qudsi
  2. Hadits Marfu’
  3. Hadits Mauquf
  4. Hadits Maqthu’



HADITS QUDSI

Definisi

Qusi menurut bahasa dinisbatkan pada “Qudus” yang artinya suci.Yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada Dzat Allah Yang Maha Suci.

Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah ta’ala.

Bentuk-Bentuk Periwayatan

Ada dua bentuk periwayatan hadits qudsi :

Pertama, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ‘azza wa jalla”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar radliyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman : ”Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara kalian”.

Kedua, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Allah berfirman….”.

Contohnya : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Allah ta’ala berfirman : Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.

Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an

  1. Al-Qur’an itu lafadhdan maknanya dari Allah, sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafadhnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
  2. Membaca Al-Qur’an termasuk ibadah dan mendapatkan pahala, sedangkan membaca hadits qudsi bukanlah termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.
  3. Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur’an, sedangkan dalam hadits qudsi tidak disyaratkan mutawatir.

Perbedaan Antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi

Hadits Nabawi disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan diceritakan oleh beliau, sedangkan hadits qudsi disandarkan kepada Allah kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan dan meriwayatkannya dari Allah. Oleh karena itu diikat dengan sebutan Hadits Qudsi. Ada yang berpendapat bahwa dinamakan Hadits Qudsi karena penisbatannya kepada Allah Yang Maha Suci. Sementara Hadits Nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Hadits Qudsi jumlahnya sedikit. Buku yang terkenal mengenai hal ini adalah [I[Al-Ittihafaat As-Sunniyyah bil-Hadiits Al-Qudsiyyah[/I] karya Abdur-Ra’uf Al-Munawi (103 H) yang berisi 272 hadits.




HADITS MARFU’

Definisi

Al-Marfu’ menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata rafa’a (mengangkat), dan ia sendiri berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu’ karena disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir (penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum (disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).

Macam-Macamnya

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa hadits marfu’ ada 8 macam, yaitu : berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat. Masing-masing dari yang empat macam ini mempunyai bagian lagi, yaitu : marfu’ secara tashrih (tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.

Marfu’ secara hukum maksudnya adalah isinya tidak terang dan tegas menunjukkan marfu’, namun dihukumkan marfu’ karena bersandar pada beberapa indikasi.

Contohnya

  1. Perkataan yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini”; atau “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menceritakan kepadaku begini”; atau “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini”; atau “Dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya bersabda begini”; atau yang semisal dengan itu.
  2. Perkataan yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan dari shahabat yang tidak mengambil dari cerita Israilliyaat berkaitan dengan perkara yang terjadi di masa lampau seperti awal penciptaan makhluk, berita tentang para nabi. Atau berkaitan dengan masalah yang akan datang seperti tanda-tanda hari kiamat dan keadaan di akhirat. Dan diantaranya pula adalah perkataan shahabat : “Kami diperintahkan seperti ini”; atau “kami dilarang untuk begini”; atau termasuk sunnah adalah melakukan begini”.
  3. Perbuatan yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat : “Aku telah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melakukan begini”.
  4. Perbuatan yang marfu’ secara hukum : seperti perbuatan shahabat yang tidak ada celah berijtihad di dalamnya dimana hal itu menunjukkan bahwa perbuatan tersebut bukan dari shahabat semata (melainkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam). Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari,”Adalah Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhum berbuka puasa dan mengqashar shalat pada perjalanan empat burud. Burud merupakan jamak dari bard, yaitu salah satu satuan jarak yang digunakan di jaman itu (sekitar 80 km).
  5. Penetapan (taqrir) yang marfu’ tashrih : seperti perkataan shahabat,”Aku telah melakukan perbuatan demikian di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”; atau “Si Fulan telah melakukan perbuatan demikian di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam – dan dia (shahabat tersebut) tidak menyebutkan adanya pengingkaran Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap perbuatan itu.
  6. Penetapan yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Adalah para shahabat begini/demikian pada jamana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”.
  7. Sifat yang marfu’ tashrih : seperti perkataan seorang shahabat yang menyebutkan sifat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dalam hadits Ali radliyallaahu ‘anhu,”Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam itu tidak tinggi dan tidak pula pendek”; atau “Adalah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkulit cerah, peramah, dan lemah lembut”.
  8. Sifat yang marfu’ secara hukum : seperti perkataan shahabat,”Dihalalkan untuk kami begini”; atau “Telah diharamkan atas kami demikian”. Ungkapan seperti secara dhahir menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam yang menghalalkan dan mengharamkan. Ini dikarenakan sifat yang secara hukum menunjukkan bahwa perbuatan adalah sifat dari pelakunya, dan Rasulullah shalllallaahu ‘alaihi wasallam adalah yang menghalalkan dan mengharamkan; maka penghalalan dan pengharaman itu merupakan sifat baginya. Poin ini sebenarnya banyak mengandung unsur tolerir yang tinggi, meskipun bentuk seperti ini dihukumi sebagai sesuatu yang marfu’.



HADITS MAUQUF

Definisi

Al-Mauquf berasal dari kata waqf yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadits pada shahabat.

Hadits Mauquf menurut istilah adalah “perkataan, atau perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, baik yangbersambung sanadnya kepada Nabi ataupun tidak bersambung.

Contohnya

  1. Mauquf Qauli (perkataan) : seperti perkataan seorang perawi : Telah berkata Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ‘anhu,”Berbicaralah kepada manusia dengan apa yang mereka ketahui, apakah kalian ingin mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya ?”.
  2. Mauquf Fi’li (perbuatan) : seperti perkataan Imam Bukhari,”Ibnu ‘Abbas menjadi imam sedangkan dia (hanya) bertayamum”.
  3. Mauquf Taqriry : seperti perkataan seorang tabi’in : “Aku telah melakukan demikian di depan seorang shahabat dan dia tidak mengingkari atasku”.

Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, atau dla’if. Hukum asal pada hadits mauquf adalah tidak boleh dipakai berhujjah dalam agama.



HADITS MAQTHU’

Definisi

Al-Maqthu’ artinya yang diputuskan atau yang terputus. Hadits Maqthu’ menurut istilah adalah : “perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada tabi’I atau orang yang di bawahnya, baik bersambung sanadnya atau tidak bersambung.

Perbedaan antara Hadits Maqthu’ dan Munqathi’ adalah bahwasannya Al-Maqthu’ adalah bagian dari sifat matan, sedangkan Al-Munqathi’ bagian dari sifat sanad. Hadits yang Maqthu’ itu merupakan perkataan tabi’I atau orang yang di bawahnya, dan bisa jadi sanadnya bersambung sampai kepadanya. Sedangkan Munqathi’ sanadnya tidak bersambung dan tidak ada kaitannya dengan matan.

Sebagian ulama hadits – seperti Imam Asy-Syafi’I dan Ath-Thabarani – menamakan Al-Maqthu’ dengan Al-Munqathi’ yang tidak bersambung sanadnya. Ini adalah istilah yang tidak populer. Hal tersebut terjadi sebelum adanya penetapan istilah-istilah dalam ilmu hadits, kemudian menjadi istilah Al-Maqthu’ sebagai pembeda untuk istilah Al-Munqathi’.

Contohnya

  1. Al-Maqthu’ Al-Qauli (yang berupa perkataan) : seperti perkataan Hasan Al-Bashri tentang shalat di belakang ahli bid’ah,”Shalatlah dan dia lah yang menanggung bid’ahnya”.
  2. Al-Maqthu’ Al-Fi’li (yang berupa perbuatan) : seperti perkataan Ibrahim bin Muhammad Al-Muntasyir,”Adalah Masruq membentangkan pembatas antara dia dan keluarganya dan menghadapi shalatnya, dan membiarkan mereka dengan dunia mereka”.

Tempat-Tempat yang Diduga Terdapat Hadits Mauquf dan Maqthu’

Kebanyakan ditemukan hadits mauquf dan maqthu’ dalam :
  1. Mushannaf Ibnu Abi Syaibah.
  2. Mushannaf Abdurrazzaq.
  3. Kitab-kitab tafsir : Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnul-Mundzir.

Sabtu, 10 Mei 2014

SIFAT-SIFAT BIDADARI SYURGA



Di dalam Al Quran,dinyatakan antara lain bahawa di dalam syurga itu terdapat bidadari yang dijadikan untuk penghuni syurga .Dipaparkan sifat-sifat mereka seperti yang digambarkan dalam Al Quran dan hadist moga-moga berguna kepada mereka yang mau mengambil manfaat.

Antara sifat-sifatnya:
  1. Isteri-isteri yang disucikan yang bermaksud mereka adalah suci dari sebarang kotoran,haid,nifas dan sebagainya. Berkata Muajahid: Mereka suci dari kencing, hingus, haid, ludah, mani dan dari anak.
  2. Lebar matanya penuh keindahan dan disertai bulu mata yang bagaikan sayap burung yang sedang terbang.Matanya bagaikan jeli yang hitam dan putihnya begitu ketara.
  3. Sebaya umurnya ,kelihatan muda,cantik manis serta bermanja dengan suaminya.
  4. Sangat putih dan jelita.
  5. Wajah yang cantik dan menjadi tarikan bila terpandang. 
  6. Bidadari diciptakan secara langsung oleh Allah,bermaksud tidak melalui proses kelahiran dan tidak mengalami masa kanak-kanak atau remaja. Mereka langsung menjadi gadis.
  7. Bidadari syurga sentiasa menjadi perawan. 
  8. Bidadari yang sentiasa remaja. Mereka mempunyai sifat sempurna yang cantik dari semua segi.Dikatakan dalam hadis juga bahawa mereka mempunyai suara yang merdu, betis yang tembus pandang dan cahaya serta bau harum yang dapat memenuhi antara langit dan bumi.

Rasulullah bersabda:
Daripada Anas bin Malik: Kalau sekiranya perempuan ahli syurga datang kepada penduduk dunia, niscaya akan di sinarinya dunia antara langit dan bumi dan terpenuhinya dengan bau harum semerbak. Sesungguhnya tutup kepalanya lebih baik dari dunia dan seisinya. (Riwayat Bukhari)

KIAMAT KECIL DAN KIAMAT BESAR




Sesungguhnya setiap makhluk hidup – apakah itu manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan– memiliki tanda-tanda dari akhir kesudahan hidupnya di dunia. Tanda-tanda dekatnya kematian manusia adalah rambut beruban, tua, sakit, lemah. Begitu juga halnya dengan hewan, hampir sama dengan manusia. Sedangkan tumbuhan warna menguning, kering, jatuh, lalu hancur. Demikian juga alam semesta, memiliki tanda-tanda akhir masanya seperti kehancuran dan kerusakan.Saa’ah asalnya adalah sebagian malam atau siang. Dikatakan juga: Saa’at segala sesuatu berarti waktunya hilang dan habis. Dari makna ini, maka saa’ah atau kiamat mengandung dua macam, yaitu : Saa’ah khusus bagi setiap makhluk, seperti tanaman binatang dan manusia ketika mati; dan bagi sebuah umat jika datang ajalnya. Itu semua dikatakan telah datang saatnya. Saa’ah umum bagi dunia secara keseluruhan ketika ditiup sangkakala, maka hancurlah segala yang di langit dan di bumi.

Bagaimana dengan kiamat yang sebenarnya? Tentu saja lebih dahsyat, lebih besar, dan lebih mengerikan. Dan Alquran banyak menyebutkan tentang kejadian di hari kiamat. Terjadinya kiamat adalah hal yang gaib. Hanya Allah saja yang tahu. Tidak satu pun dari makhlukNya mengetahui kapan kiamat, baik para nabi maupun malaikat. 
Allah SWT. Berfirman, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat.” (Luqman 34).

Maka ketika ditanya tentang hal ini, Rasulullah saw. Mengembalikannya kepada Allah swt., “Kepada-Nyalah dikembalikan pengetahuan tentang hari kiamat.” (Fushilat: 47)

Allah merahasiakan terjadinya hari kiamat, dan menerangkan bahwa kiamat akan datang secara tiba-tiba. “Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: ‘Bilakah terjadinya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’.” (Al-A’raaf: 187)

Namun demikian, sesungguhnya Allah dengan rahmat-Nya telah menjadikan kiamat memiliki alamat yang menunjukkan ke arah itu dan tanda-tanda yang mengantarkannya. “Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang?” (Muhammad: 18)

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Tuhanmu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula’).”(Al-An’am: 158)

Maka tanda-tanda kiamat adalah alamat kiamat yang menunjukkan akan terjadinya kiamat tersebut. Dan tanda-tanda kiamat ada dua: tanda-tanda kiamat besar dan tanda-tanda kiamat kecil.

Tanda kiamat kecil adalah tanda yang datang sebelum kiamat dengan waktu yang relatif lama, dan kejadiannya biasa, seperti dicabutnya ilmu, dominannya kebodohan, minum khamr, berlomba-lomba dalam membangun, dan lain-lain. Terkadang sebagiannya muncul menyertai tanda kiamat besar atau bahkan sesudahnya.

Tanda kiamat besar adalah perkara yang besar yang muncul mendekati kiamat yang kemunculannya tidak biasa terjadi, seperti muncul Dajjal, Nabi Isa a.s., Ya’juj dan Ma’juj, terbit matahari dari Barat, dan lain-lain.

Para ulama berbeda pendapat tentang permulaan yang muncul dari tanda kiamat besar. Tetapi Ibnu Hajar berkata, “Yang kuat dari sejumlah berita tanda-tanda kiamat, bahwa keluarnya Dajjal adalah awal dari tanda-tanda kiamat besar, dengan terjadinya perubahan secara menyeluruh di muka bumi. Dan diakhiri dengan wafatnya Isa a.s. Sedangkan terbitnya matahari dari Barat adalah awal dari tanda-tanda kiamat besar yang mengakibatkan perubahan kondisi langit. Dan berakhir dengan terjadinya kiamat.” Ibnu Hajar melanjutkan, ”Hikmah dari kejadian ini bahwa ketika terbit matahari dari barat, maka tertutuplah pintu taubat.” (Fathul Bari)

Tanda-Tanda Kiamat Kecil

Tanda-tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua: Pertama, kejadian sudah muncul dan sudah selesai; seperti diutusnya Rasulullah saw., terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, terjadinya fitnah besar antara dua kelompok orang beriman. Kedua, kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan semakin bertambah; seperti tersia-siakannya amanah, terangkatnya ilmu, merebaknya perzinahan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan lain-lain.

Di antara tanda-tanda kiamat kecil adalah:

1. Diutusnya Rasulullah saw

Jabir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. (HR Muslim)

2. Disia-siakannya amanat

Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” (HR Bukhari)

3. Penggembala menjadi kaya

Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang tanda-tanda kiamat, lalu beliau menjawab, “Seorang budak melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan miskin, penggembala binatang berlomba-lomba saling tinggi dalam bangunan.” (HR Muslim)

4. Sungai Efrat berubah menjadi emas

Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sampai Sungai Eufrat menghasilkan gunung emas, manusia berebutan tentangnya. Dan setiap seratus 100 terbunuh 99 orang. Dan setiap orang dari mereka berkata, ”Barangkali akulah yang selamat.” (Muttafaqun ‘alaihi)

5. Baitul Maqdis dikuasai umat Islam

”Ada enam dari tanda-tanda kiamat: kematianku (Rasulullah saw.), dibukanya Baitul Maqdis, seorang lelaki diberi 1000 dinar, tapi dia membencinya, fitnah yang panasnya masuk pada setiap rumah muslim, kematian menjemput manusia seperti kematian pada kambing dan khianatnya bangsa Romawi, sampai 80 poin, dan setiap poin 12.000.” (HR Ahmad dan At-Tabrani dari Muadz).

6. Banyak terjadi pembunuhan

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiada akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi haraj.. Sahabat bertanya apa itu haraj, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Haraj adalah pembunuhan, pembunuhan.” (HR Muslim)

7. Munculnya kaum Khawarij

Dari Ali ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan keluar di akhir zaman kelompok orang yang masih muda, bodoh, mereka mengatakan sesuatu dari firman Allah. Keimanan mereka hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Di mana saja kamu jumpai, maka bunuhlah mereka. Siapa yang membunuhnya akan mendapat pahala di hari Kiamat.” (HR Bukhari).

8. Banyak polisi dan pembela kezhaliman

“Di akhir zaman banyak polisi di pagi hari melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, dan di sore hari melakukan sesutu yang dibenci Allah. Hati-hatilah engkau jangan sampai menjadi teman mereka.” (HR At-Tabrani)

9. Perang antara Yahudi dan Umat Islam

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” (HR Muslim)

10. Dominannya Fitnah

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sampai dominannya fitnah, banyaknya dusta dan berdekatannya pasar.” (HR Ahmad).

11. Sedikitnya ilmu (Ilmu Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf)

12. Merebaknya perzinahan

13. Banyaknya kaum wanita

Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, banyaknya kebodohan, banyaknya perzinahan, banyaknya orang yang minum khamr, sedikit kaum lelaki dan banyak kaum wanita, sampai pada 50 wanita hanya ada satu lelaki.” (HR Bukhari)

14. Bermewah-mewah dalam membangun masjid

Dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Diantara tanda kiamat adalah bahwa manusia saling membanggakan dalam keindahan masjid.” (HR Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban)

15. Menyebarnya riba dan harta haram

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” (HR Ahmad dan Bukhari)



Tanda-Tanda Kiamat Besar

Sedangkan tanda-tanda kiamat besar yaitu kejadian sangat besar dimana kiamat sudah sangat dekat dan mayoritasnya belum muncul, seperti munculnya Imam Mahdi, Nabi Isa, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj.

Ayat-ayat dan hadits yang menyebutkan tanda-tanda kiamat besar di antaranya:

Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata, “Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” Dzulqarnain berkata, “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka.” (Al-Kahfi: 82)

“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.” (An-Naml: 82)

Dari Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari ra, berkata: Rasulullah saw. muncul di tengah-tengah kami pada saat kami saling mengingat-ingat. Rasulullah saw. bertanya, “Apa yang sedang kamu ingat-ingat?” Sahabat menjawab, “Kami mengingat hari kiamat.” Rasulullah saw. bersabda,”Kiamat tidak akan terjadi sebelum engkau melihat 10 tandanya.” Kemudian Rasulullah saw. menyebutkan: Dukhan (kabut asap), Dajjaal, binatang (pandai bicara), matahari terbit dari barat, turunnya Isa as. Ya’juj Ma’juj dan tiga gerhana, gerhana di timur, barat dan Jazirah Arab dan terakhir api yang keluar dari Yaman mengantar manusia ke Mahsyar. (HR Muslim)

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Hari tidak akan berakhir, dan tahun belum akan pergi sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang dari keluargaku, namanya sama dengan namaku.” (HR Ahmad)

Perbedaan antara tanda-tanda kiamat kecil dan kiamat besar adalah : 
  • Tanda-tanda kiamat kecil secara umum datang lebih dahulu dari tanda-tanda kiamat besar. 
  • Tanda-tanda kiamat kecil sebagiannya sudah terjadi, sebagiannya sedang terjadi dan sebagiannya akan terjadi. Sedangkan tanda-tanda kiamat besar belum terjadi. 
  • Tanda kiamat kecil bersifat biasa dan tanda kiamat besar bersifat luar biasa. 
  • Tanda kiamat kecil berupa peringatan agar manusia sadar dan bertaubat. Sedangkan kiamat besar jika sudah datang, maka tertutup pintu taubat. 
  • Tanda-tanda kiamat besar jika muncul satu tanda, maka akan diikuti tanda-tanda yang lainnya. Dan yang pertama muncul adalah terbitnya matahari dari Barat. 




Senin, 21 April 2014

KISAH SI PENDERITA KUSTA, SI BOTAK, DAN SI BUTA



بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya (3464) dan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya (2964) meriwayatkan sebuah kisah dari jalur Hammam, dari Ishaq bin Abdillah, dari Abdurrahman bin Abi ‘Amrah, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya dia mendengar Rasulullah SAW bercerita:

Ada tiga orang dari Bani Israil: seorang penderita kusta, seorang yang botak karena rontok rambutnya, dan seorang buta. Allah ‘azza wa jalla ingin menguji mereka, maka Allah mengutus kepada mereka seorang malaikat.

Lalu malaikat tersebut mendatangi si penderita kusta. Malaikat bertanya: “Apakah hal yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Warna kulit yang bagus dan kulit yang bagus. Orang-orang telah merasa jijik terhadapku.” Malaikat itu lalu mengusap orang tersebut sehingga sembuhlah penyakitnya, warna kulitnya menjadi bagus, dan kulitnya menjadi bagus. Malaikat bertanya lagi: “Harta apa yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Unta.” Lalu dia diberikan seekor unta betina yang tengah hamil. Malaikat berkata: “Semoga engkau mendapatkan berkah pada unta tersebut.”

Kemudian malaikat pergi mendatangi orang yang botak dan bertanya: “Apakah hal yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Rambut yang bagus dan hilangnya kebotakan ini. Orang-orang telah merasa jijik terhadapku.” Malaikat itu lalu mengusap orang tersebut sehingga sembuhlah penyakitnya dan diberikan rambut yang bagus. Malaikat bertanya lagi: “Harta apa yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Sapi.” Lalu malaikat itu memberikan seekor sapi betina yang tengah hamil kepadanya. Malaikat berkata: “Semoga engkau mendapatkan berkah pada sapi tersebut.”

Kemudian malaikat pergi mendatangi orang yang botak dan bertanya: “Apakah hal yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Allah mengembalikan kepadaku penglihatanku sehingga aku bisa melihat manusia.” Malaikat itu lalu mengusap orang tersebut dan Allah mengembalikan kepadanya penglihatannya. Malaikat bertanya lagi: “Harta apa yang paling engkau sukai?” Orang itu menjawab: “Kambing.” Lalu malaikat itu memberikan seekor kambing betina yang tengah hamil kepadanya.

Setelah itu, beranaklah unta,sapi, dan kambing tersebut sehingga si penderita kusta memiliki unta yang sangat banyak, si kepala botak memiliki sapi yang sangat banyak, dan si buta memiliki kambing yang sangat banyak pula.

Beberapa waktu kemudian, datanglah malaikat itu kembali kepada si penderita kusta (yang telah sembuh) dalam wujud dan penampilan yang sama seperti dahulu. Dia berkata: “Aku ini adalah orang miskin dan perbekalanku telah habis dalam perjalanan. Tidak ada yang dapat membantuku untuk melanjutkan perjalananku pada hari ini kecuali dengan pertolongan Allah setelah itu dengan pertolongan anda. Aku meminta kepadamu -demi Yang telah memberikan kepadamu warna kulit yang bagus, kulit yang bagus, dan harta- seekor unta agar aku dapat melanjutkan kembali perjalananku.”

Si penderita kusta itu menjawab: “Sesungguhnya orang yang menjadi tanggunganku banyak.” Malaikat itu berkata: “Sepertinya aku mengenalmu. Bukankah engkau dahulu menderita penyakit kusta sehingga orang-orang menjauhimu dan engkau dahulu miskin, lalu Allah memberikan kesembuhan dan harta kepadamu?” Orang itu menjawab: “Harta ini semuanya aku warisi dari orang tuaku dari kakekku.” Malaikat berkata: “Jika engkau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu yang dahulu.”

Kemudian malaikat itu mendatangi si botak (yang telah sembuh) dalam wujud dan penampilan yang sama seperti dahulu. Dia berkata kepadanya seperti apa yang dia katakan kepada si penderita kusta, dan si botak menolak dengan perkataan yang sama seperti apa yang dikatakan oleh si penderita kusta. Malaikat berkata: “Jika engkau berdusta, semoga Allah mengembalikanmu kepada keadaanmu yang dahulu.”

Setelah itu, malaikat itu mendatangi si buta (yang telah sembuh) dalam wujud dan penampilan yang sama seperti dahulu. Dia berkata: “Aku ini adalah orang miskin dan perbekalanku telah habis dalam perjalanan. Tidak ada yang dapat membantuku untuk melanjutkan perjalananku pada hari ini kecuali dengan pertolongan Allah setelah itu dengan pertolongan anda. Aku meminta kepadamu -demi Yang telah mengembalikan kepadamu penglihatanmu- seekor kambing agar aku dapat melanjutkan kembali perjalananku.”

Lelaki itu menjawab: “Dahulu aku adalah seorang yang buta, lalu Allah mengembalikan penglihatanku kepadaku. Dahulu aku adalah seorang yang miskin, lalu Allah memberikan kekayaan kepadaku. Maka silakan ambil apa yang engkau inginkan.  Demi Allah, hari ini aku tidak akan membebani dirimu dengan apapun yang engkau ambil karena Allah.” Malaikat tadi menjawab: “Simpanlah hartamu ini. Sebenarnya kalian itu sedang diuji oleh Allah. Allah telah ridha terhadapmu dan marah terhadap dua temanmu yang lain.”




Demikianlah kisah ini berakhir. Pesan utama yang terkandung dari kisah ini adalah wajibnya kita mensyukuri segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita dengan cara:

a. menyandarkan datangnya nikmat itu dari Allah subhanahu wa ta’ala semata, dan meyakininya dengan sepenuh hati.

b. memuji Allah dengan lisan kita atas nikmat yang telah Dia diberikan kepada kita.

c. menggunakan kenikmatan tersebut pada ketaatan untuk semakin mendekatkan diri kita kepada Allah ta’ala.

d. membagikan sebagian dari kenikmatan itu kepada orang-orang selain kita dengan jalan zakat, infak, dan sedekah.

Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang selalu pandai mensyukuri segala nikmat-Nya dan memaafkan segala kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri kita. Amin Ya Rabbal ‘alamin.