Kamis, 22 Mei 2014

CYBER CRIME

 


PENDAHULUAN

Cybercrime merupakan fenomena sosial yang membuka cakrawala  keilmuan dalam dunia hukum, betapa suatu kejahatan yang sangat dasyat dapat dilakukan dengan hanya duduk manis di depan computer. Cybercrime merupakan sisi gelap dari kemajuan tehnologi komunikasi dan informasi yang membawa implikasi sangat luas dalam seluruh bidang kehidupan karena terkait erat dengan economic crime dan organized crimes.  Ada dua isu hukum (legal issues) yang menarik untuk dikaji. Pertama, mengenai kejahatan hacking dalam perspektif kebijakan hukum  pidana yang berlaku saat ini. Kedua, penanggulangan kejahatan hacking

J.E. Sahetapy menyatakan bahwa kejahatan erat kaitannya dan bahkan menjadi bagian dari hasil budaya itu sendiri. Artinya semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin modern  pula kejahatan  itu bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya. Kejahatan dalam bidang teknologi informasi secara umum dapat dikategorikan menjadi dua kelompok.
  1. Kejahatan biasa yang menggunakan teknologi informasi sebagai alat bantunya. Dalam kejahatan ini terjadi peningkatan modus dan operansinya dari semula menggunakan peralatan biasa, sekarang telah memanfaatkan teknologi informasi. Dampak dari kejahatan biasa yang telah menggunakan teknologi informasi ternyata  berdampak cukup serius, terutama jika dilihat dari jangkauan dan nilai kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut. Pencurian uang dengan pembobolan bank atau pembelian barang menggunakan kartu kredit curian
melalui media internet dapat menelan korban di wilayah hukum negara lain, suatu hal yang jarang terjadi dalam kejahatan konvensional.
  1. Kejahatan yang muncul setelah adanya internet, dimana sistem komputer  sebagai korbannya. Kejahatan yang menggunakan aplikasi internet adalah salah satu perkembangan dari kejahatan teknologi informasi. Jenis kejahatan dalam kelompok ini makin bertambah seiring dengan kemajuan teknologi informasi. Contoh dari kejahatan kelompok ini adalah perusakan situs internet, pengiriman virus atau program-program komputer yang tujuannya merusak sistem kerja komputer.


PEMBAHASAN

Dalam rangka menanggulangi cybercrime, Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai Computer Related Crimes dan International Industry Congres (IIIC) 2000 Millenium Congres di Quebec pada tanggal 19 September 2000 dan Kongres PBB mengenai The Prevention of Crime anda  The Treatment of Offenders, mengajukan beberapa kebijakan antara lain :
  1. Menghimbau Negara-negara anggota untuk mengintensifkan upaya- upaya penanggulangan penyalahgunaan computer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:
    • Melakukan modernisasi hukum pidana meteriil dan hukum acara pidana;
    • Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan komputer;
    • Melakukan langkah-langkah untuk membuat warga masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum sensitive terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan computer (cybercrime);
    • Memperluas rules of ethics dalam penggunaan computer dan mengajarkannya dalam kurikulum informatika;
    • Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cybercrime sesuai dengan deklarasi PBB mengenai korban, dan mengambil langkah- langkah untuk mendorong korban melaporkan adanya cybercrime.
  2. Menghimbau negara-negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam upaya penanggulangan cybercrime.
  3. Merekomendasikan kepada  Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan (committee on Crime Preventon And Control) PBB untuk :
    • Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu Negara anggota menghadapi cybercrime di tingkat nasional, regional dan internasional;
    • Mengembangkan penelitian dan analisa lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem cybercrime di masa depan;
    • Mempertimbangkan cybercrime sewaktu meninjau pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerjasama di bidang penanggulangan kejahatan.

Secara internasional, PBB telah menghimbau Negara-negara anggota untuk menanggulangi cybercrime dengan sarana penal, namun dalam  kenyataannya tidaklah mudah. Dokumen Kongres PBB X/2000 sendiri mengakui bahwa ada beberapa kesulitan dalam menanggulangi cybercrime dengan sarana penal, antara lain:
  1. Perbuatan jahat yang dilakukan berada di lingkungan elektronik. Oleh karena itu penanggulangan cybercrime memerlukan keahlian khusus, prosedur investigasi dan kekuatan/dasar hukum yang mungkin tidak  tersedia di Negara yang bersangkutan;
  2. Cybercrime melampaui batas-batas Negara, sedangkan supaya penyidikan dan penegakan hukum selama ini dibatasi dalam wilayah territorial negaranya sendiri;
  3. Struktur terbuka dari jaringan komputer internasional memberi  peluang kepada pengguna untuk memilih lingkungan hukum (Negara) yang belum mengkriminalisasikan cybercrime. Terjadi “data havens”  (Negara tempat berlindung/singgahnya data, yaitu Negara yang tidak memprioritaskan pencegahan penyalahgunaan jaringan komputer) dapat menghalangi usaha Negara lain untuk memberantas kejahatan itu.

Kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi  informasi yakni komputer.  Sejumlah kejahatan cybercrime yang cukup menonjol belakangan ini adalah:
  1. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain dan jaringan komunikasi data penyalahgunaan network orang lain.
  2. Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan sehingga menyebabkan privasi orang/lembaga lain terganggu atau gangguan pada fungsi komputer  yang digunakan.
  3. Melakukan akses-akses ke server tertentu atau ke internet yang tidak diizinkan oleh peraturan organisasi/ penyusupan ke web server sebuah situs, kemudian  si penyusup mengganti halaman depan situs tersebut.
  4. Tindakan penyalahgunaan kartu kredit orang lain di internet.
  5. Tindakan atau penerapan aplikasi dalam usaha untuk membuka proteksi  sebuah software atau sistem secara ilegal.
  6. Pembuatan program ilegal yang dibuat untuk dapat menyebar dan menggandakan diri secara cepat dalam jaringan (biasanya melalui e-mail liar) yang bertujuan untuk membuat kerusakan dan kekacauan sistem.

Berikut sejumlah jenis kejahatan via internet

  1. Carding
    adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.
Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania.
Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya,
banyak situs belanja online yang memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama Negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di situs itu.

Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak pernah
dikirimkan.


2.      HACKING 
     Hacking adalah kegiatan menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya. Hacker memiliki wajah ganda; ada yang budiman ada yang pencoleng.

Hacker
Budiman memberi tahu kepada programer yang komputernya diterobos, akan adanya kelemahan-kelemahan pada program yang dibuat, sehingga bisa “bocor”, agar segera diperbaiki. Sedangkan, hacker pencoleng, menerobos program orang lain untuk merusak dan mencuri datanya.


3.      CRACKING 
    Cracking adalah hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk cracker adalah hacker bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda dengan carder yang hanya mengintip kartu kredit, cracker mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, hacker lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan cracker lebih focus untuk menikmati hasilnya.

Pekan lalu, FBI bekerja sama dengan polisi Belanda dan polisi Australia menangkap seorang cracker remajayang telah menerobos 50  ribu komputer dan mengintip 1,3 juta rekening berbagai bank di dunia. Dengan aksinya, cracker bernama Owen Thor Walker itu telah meraup uang sebanyak Rp1,8 triliun. Cracker 18 tahun
yang masih duduk di bangku SMA itu tertangkap setelah aktivitas kriminalnya di dunia maya diselidiki sejak 2006.


4.      DEFACING 
    Defacing adalah kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.


5.      PHISING 
    Phising adalah kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital yang telah dikirim akhirnya akan menjadi milik penjahat tersebut dan digunakan untuk belanja dengan kartu kredit atau uang rekening milik korbannya.
 

6.      SPAMMING 
     Spamming adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk email atau junk e-mail alias “sampah”. Meski demikian, banyak yang terkena dan menjadi korbannya. Yang paling banyak adalah pengiriman e-mail dapat hadiah, lotere, atau orang yang mengaku punya rekening di bank di Afrika atau Timur Tengah, minta bantuan netters untuk mencairkan, dengan janji bagi hasil.

Kemudian korban diminta nomor rekeningnya, dan mengirim uang/dana sebagai pemancing, tentunya dalam mata uang dolar AS, dan belakangan tak ada kabarnya lagi. Seorang rektor universitas swasta di Indonesia pernah diberitakan tertipu hingga Rp1 miliar dalam karena spaming seperti ini.


7.   MALWARE 
   Malware adalah program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, Trojan horse, adware, browser hijacker, dll. Di pasaran alat-alat komputer dan toko perangkat lunak (software) memang telah tersedia antispam dan anti virus, dan anti malware .

Meski demikian, bagi yang tak waspadai selalu ada yang kena. Karena pembuat virus dan malware umumnya terus kreatif dan produktif dalam membuat program untuk mengerjai korban korbannya.


Hate Speech, Cybertalking, and Copyright
Saat ini melalui perkembangan internet, seseorang dapat memperoleh berita tanpa harus membaca surat kabar. Tapi ketika ada oknum yang menyebarkan berita bohong (rumors), maka akan terjadi keadaan yang simpang siur.

Tahun 2001, 12 ribu orang menjadi korban dari kejahatan kriminal yang disebabkan oleh masalah ras, etnis, agama, bangsa, dan jender. Di dunia internet dapat ditemui bentuk - bentuk provokasi menyangkut perbedaan ras, jender, agama, suku, dan etnis. Hal ini menyebabkan khalayak awam menjadi terpengaruh dan terjadi perpecahan. Hal yang lebih ekstrim terjadi ketika khalayak awam ini ikut menjadi emosi dan membenci suatu golongan.
Penyebaran fitnah atau pidato kebencian ini dapat melalui papan bulletin atau melalui email yang disebarkan. Provokasi bahkan  hingga membentuk suatu komunitas yang membenci target yang menjadi korban (hate crimes) dan berpontensi menimbulkan kekerasan dan kejahatan.

Cyberstalking atau online stalking adalah bentuk teror yang dilakukan melalui internet. Contohnya, seseorang yang menjadi korban akan dikirimi banyak email yang bersifat memusuhi dan menakuti yang berasal dari lebih dari satu orang.
Bentuk lain kejahatan internet adalah tentang hak cipta (Copyright), yang seharusnya menjadi sarana perlindungan untuk para pencipta situs atau produk teknologi baru.,ternyata banyak dilanggar. beberapa kasus menyebutkan bahwa pelanggaran atas hak cipta banyak ditemui di internet. misalnya pada saat sebuah situs informasi publik menampilkan foto foto dari majalah playboy yang telah memiliki hak cipta tanpa izin.

Solusi dan Konklusi
Semakin berkembang suatu teknologi akan semakin berkembang sisi manfaat dan sisi kewaspadaan. Karena keduanya saling berkaitan, peningkatan kriminalitas di bidang teknologi dapat menarik untuk menciptakan cara untuk melindungi dan mematikan kriminalitas tersebut.


Contoh kasus lainnya
Pembobolan Kartu Kreditedit melalui internet 
  • Polda Jabar menyerahkan penanganan kasus carding yang dilakukan seorang mahasiswa di Bandung, Buy alias Sam (25), ke Mabes Polri. Pertimbangannya karena kejahatan yang dilakukan tersangka berdampak ke berbagai negara, sehingga pengusutannya membutuhkan keterlibatan pihak Interpol.
  • Terungkapnya aksi carding di Bandung ini adalah untuk kedua kalinya ditangani kepolisian, setelah tindak kriminal serupa dilakukan sejumlah mahasiswa di kota Yogyakarta.
  • Kepolisian  menjerat sang mahasiswa dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) soal pencurian dan atau penipuan mengingat perangkat hukum yang lebih tepat, terutama soal cyberlaw dan cybercrime di Indonesia belum ada.
  • Aksi yang diduga dilakukan Buy alias Sam itu telah berlangsung sekitar satu tahun lalu. Total kerugian penggunaan kartu kredit orang lain untuk transaksi melalui internet yang dilakukannya mencapai sekitar DM 15 ribu.
  • Terbongkarnya kejahatan Buy sendiri berawal dari berita teleks Interpol Wiesbaden No 0234203 tertanggal 6 September 2001 yang melaporkan adanya penipuan melalui internet dan diduga melibatkan seorang WNI yang bertindak sebagai pemesan barang bernama Buy.
  • Berdasarkan informasi tersebut, Serse Polda Jabar, segera melakukan pelacakan dan pencarian terhadap Buy yang disebutkan beralamat di Perumahan Santosa Asih Jaya Bandung. Akhirnya, melalui pengejaran yang terorganisir, Buy bisa ditangkap di rumahnya, tanpa perlawanan.


Penutup

Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sebagai salah satu bentuk hak asasi manusia. Tindakan pencegahan maupun penyidikan suatu kejahatan dengan menyadap informasi di internet harus dilakukan sesuai koridor hukum yang berlaku, dengan tetap memperhatikan rasa keadilan masyarakat, sehingga informasi yang didapat tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.

Kepolisian RI juga harus proaktif untuk mengadakan kerjasama dengan negara lain dalam meningkatkan pengetahuan dan keahlian anggotanya dalam menangani kejahatan di internet. Apabila belum ada regulasi global, maka yang harus dilakukan dalam menangani kejahatan di internet adalah kerjasama internasional melalui perjanjian ekstradisi maupun mutual legal assistance yang menempatkan tindak pidana di bidang telekomunikasi, khususnya i internet, sebagai prioritas utama.

1 komentar: