KENAPA
THAHARAH DULU
Kalau anda membuka kitab-kitab fiqih, niscaya
akan anda dapati bahwa para ulama memulainya dengan kitab
thaharah. Apa
rahasia dan sebabnya?! Minimal ada tiga alasan di balik itu semua:
Pertama: Karena thaharah merupakan syarat
sahnya shalat yang
merupakan ibadah yang paling utama.
Kedua: Pembersihan
itu sebelum perhiasan.
Seperti kalau ada anak putri yang masih kotor penuh debu dan kita ingin
memakaikan padanya baju baru dan perhiasan, apakah akan langsung kita pakaikan
ataukah kita memandikannya terlebih dahulu?! Demikian pula thaharah, dia adalah
pembersihan dan shalat adalah perhiasannya.
Ketiga: Sebagaimana seorang
membersihkan badannya maka hendaknya dia juga membersihkan hatinya. Hal ini
merupakan peringatan kepada pembaca atau penuntut ilmu agar meluruskan
niatnya terlebih dahulu dari kotoran-kotoran hati.
RENUNGAN
AYAT
Seorang
wanita yang sedang haidh tidak boleh digauli suaminya sehingga dia suci
terlebih dahulu kemudian mandi darinya atau bertayammum. Hal ini merupakan madzhab
mayoritas ulama
seperti Malik, Ahmad dan Syafi’i. Allah berfirman:
وَيَسْئَلُونَكَ
عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ
وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”.
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
mandi, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Mujahid berkata: (يَطْهُرْنَ) yakni suci dari darah
haidh, adapun (تَطَهَّرْنَ) yakni
mandi dengan air.
Sebagian Zhohiriyyah[3] mengatakan: Maksud (تَطَهَّرْنَ) adalah membersihkan farji
mereka, tetapi pendapat ini tidak benar karena Allah berfirman:
وَإِن
كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Dan
jika kamu junub maka mandilah,
Jadi kata (تَطَهَّرَ ) dalam al-Qur’an maksudnya
adalah mandi.
SUCINYA
AIR
Suatu saat Abu Bakar al-Abhari ahli fiqih pernah duduk
bersama Yahya bin Sha’id ahli hadits, lalu ada seorang
wanita datang melontarkan pertanyaan kepada Yahya bin Sha’id: “Wahai syeikh!
Bagaimana menurut anda tentang sumur yang kejatuhan bangkai ayam, apakah airnya
tetap suci ataukah menjadi najis?!” Yahya menjawab: “
Lho,
gimana ayam kok bisa jatuh di sumur?!
Wanita itu menjawab: “Karena memang sumurnya
tidak tertutup”. Yahya berkata lagi: “Kenapa kamu tidak menutupinya agar tidak
kejatuhan sesuatu yang tidak diinginkan”. Mendengar Yahya
yang mengelak dari
memberikan jawaban memuaskan, maka al-Abhari langsung
berkata:
“Wahai
saudariku, apabila air di sumur tersebut berubah maka najis tetapi kalau tidak
maka dia tetap suci“.
Kisah ini memberikan faedah kepada kita akan pentingnya
mempelajari fiqih.
Sungguh ilmu fiqih merupakan ilmu yang paling
utama.
Apabila anda ingin mengetahui betapa agungnya kedudukan fiqih, maka lihatlah
kedudukan al-Ashma’I dalam bahasa, Sibawaih dalam Nahwu, Ibnu Ma’in dalam rawi
hadits, lalu bandingkah dengan kedudukan Imam Ahmad dan Syafi’I dalam fiqih!!.
MANDI
BESAR DAN JUMAT
Apabila berkumpul jinabat dengan mandi jumat,
jinabat dan haidh, jum’at dan mandi hari raya. Bolehkah digabung jadi satu
ataukah harus mandi dua kali untuk masing-masing?! Masalah ini diperselisihkan
ulama. Pendapat
yang kuat adalah boleh apabila dia meniatkan keduanya, berdasarkan zhahir keumuman
dua hadits berikut:
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Sesungguhnya
semua amalan itu bergantung pada niatnya.
مَنْ
غَسَّل وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَدَنَا مِنَ الإِمَامِ فَأَنْصَتَ,
كَانَ بِكُلِّ خَطْوَةٍ يَخْطُوْهَا صِيَامُ سَنَةٍ وَقِيَامُهَا, وَذَلِكَ عَلَى
اللهِ يَسِيْرٌ
Barangsiapa
yang menggauli isterinyakemudian mandi, berpagi-pagi, dekat dengan imam dan
mendengarkan khutbah, maka setiap langkah yang dia langkahkan seperti puasa dan
shalat malam selama satu tahun. Hal itu sangat mudah bagi Allah.
Pendapat ini dikuatkan oleh mayoritas
ulama. Ibnu
Mundzir berkata:
“Mayotitas
ahli ilmu yang kami ketahui berpendapat bahwa seorang
yang mandi untuk jinabat dan jum’at dalam
sekali mandi, hal itu sudah cukup“.
AWAS!
ITU TIPU DAYA IBLIS!
Diceritakan bahwa ada seorang pernah berkata
kepada Imam Ibnu Aqil:
Saya
menyelam dalam air berkali-kali, namun saya ragu apakah sah mandiku ataukah
tidak, bagaimana pendapat anda?!
Ibnu
Aqil menjawab:
Pergilah, karena engkau telah gugur dari
kewajiban shalat.
Orang itu bertanya: Bagaimana bisa seperti itu?! Beliau menjawab: Karena Nabi
telah bersabda:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ
الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَفِيْقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ
الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
“Diangkat pena dari tiga golongan, orang
gila sehingga sadar, orang tidur hingga bangun, dan anak kecil hingga
baligh”.
Nah,
kalau ada orang yang menyelam di air berkali-kali tapi kok masih ragu apakah
sah mandinya ataukah tidak, dia termasuk kategori orang gila.
DOA
KELUAR-MASUK WC
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ اْلخُبُثِ وَ اْلخَبَائِثِ
Dari Anas bin Malik berkata: Nabi apabila
hendak masuk
wc beliau berdoa: “Ya Allah, Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan/gangguan
Syaithon laki-laki dan Syaithon perempuan”.
Dalam
lafadz ( اْلخُبُثِ ) ada dua bacaan; dengan dhommah dan sukun.
Kalau dengan sukun (اْلخُبْثِ) maksudnya adalah segala kejelekan,
sedangkan dengan dhommah (اْلخُبُثِ ) adalah syetan lelaki.
Riwayat dengan sukun lebih umum, oleh karenanya riwayat mayoritas ahli hadits
adalah dengan sukun.
Adapun
hikmah doa ini sangat jelas, sebab wc adalah tempat kotor dan makhluk jahat
seperti syetan, maka dianjurkan untuk memohon perlindungan kepada Allah
dari segala kejahatan dan kejelekan, diantaranya adalah kejelekan syetan.
عَنْ
عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم : كَانَ إِذَا
خَرَجَ مِنَ الْغَائِطِ قَالَ: غُفْرَانَكَ
Dari
Aisyah bahwasanya Nabi apabila keluar dari wc, beliau berdoa : “Ya Allah,
aku mohon ampunan-Mu”.
Ada sebuah rahasia di balik doa ini, yaitu
sebagaimana kotoran itu menyakitkan perut dan badan, demikian pula dosa, dia
menyakitkan hati, maka dia berdoa kepada Allah untuk meringankan
beban dosa sebagaimana Allah telah meringankan dirinya dari beban kotoran. Dan rahasia ucapan dan doa
Nabi di atas lintasan hati seorang. [
TIDUR,
PEMBATAL WUDHU
Apakah tidur membatalkan wudhu seorang?!
Masalah ini diperselisihkan para ulama. Pendapat yang
benar adalah bahwa tidur[19] membatalkan
wudhu. Hal
ini dikuatkan olehImam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam dalam kisah menarik sebagai
berikut:
“Dahulu
aku berfatwa kepada manusia bahwa orang yang tidur sambil duduk tidak perlu
berwudhu lagi, sehingga suatu saat ada seorang yang duduk di sampingku pada
hari jum’at, diapun tidur dan mengeluarkan angin kentut!. Akupun berkata
padanya: Bangun dan berwudhulah. Dia menjawab: Saya enggak tidur kok. Aku
berkata lagi padanya: Tadi kamu keluar kentut, jadi wudhumu batal! Orang itupun
malah bersumpah bahkan dia mengatakan kepadaku: Malah kamu yang kentut! Sejak
itulah, saya merubah pendapatku yang lama bahwa orang yang tidur sambil duduk
tidak batal wudhunya.
AIR PENGGANTI TANAH
Soal: Kita semua tahu bahwa tanah adalah
pengganti air, yaitu ketika seorang tidak mendapati air untuk wudhu maka dia
bertayammum dengan tanah. Nah, tahukah anda kapan air bisa menjadi
pegganti tanah?!
Jawab: Apabila ada seorang
yang meninggal di kapal laut dan masih jauh dari daratan serta dikhawatirkan
akan berubah baunya,
maka pada kondisi seperti ini disyari’atkan untuk memandikannya, mengkafaninya,
dan menyalatinya, kemudian mengikatnya dengan benda yang berat kemudian
membuangnya ke laut karena tidak adanya tanah untuk menguburnya.
وَمَنْ
مَاتَ فِيْ بَحْرٍ قَدْ عَزَّ دَفْنُهُ
فَفِي
الْبَحْرِ يُلْقَى وَهُوَ بِالتُّرْبِ بُدِّلاَ
Barangsiapa
mati di lautan dan berat untuk menguburnya
Maka
dilempar ke laut sebagai ganti dari tanah.
MENYIBAK
HIKMAH
Sebagai
seorang muslim sejati, kita beriman dengan tatanan Syari’at Islam, baik kita
ketahui hikmahnya ataukah tidak, namun bila penelitian menyibak hikmahnya,
tentu saja hal itu akan lebih menambah kemantapan kita akan indahnya syari’at
yang mulia ini. Berikut dua contoh yang telah dibuktikan oleh penelitian
modern:
Dalam Majalah “American Family Physician” edisi
bulan Maret 1990 M, dikutip komentarprofesor Dizweel, seorang ketua rumah sakit
di Wasingthon tentang khitan:
“Dahulu
sekitar tahun 1975 M, saya termasuk musuh bebuyutan khitan, saya mengerahkan
segala upaya untuk memerangi khitan. Hanya saja pada tahun delapan puluhan,
banyak penelitian membuktikan banyaknya anak-anak yang tidak
dikhitan mengalami kebengkakan pada alat saluran air seni. Sekalipun demikian saya pun
belum berfikir untuk menjadikan khitan sebagai solusinya. Tetapi…setelah
penelitian lama dan mempelajari masalah ini dalam majalah-majalah kedokteran
tentang khitan, sayapun akhirnya menemukan hasilnya sehingga saya menjadi
pembela khitan untuk para anak-anak”.
Sebagian para dokter
di universitas Mesir mengadakan penelitian tentang hubungan wudhu
dengan kesehatan,
lalu mereka menghasilkan sebuah hasil yang mengejutkan! Terbukti hidung
orang yang tidak biasa berwudhu terlihat pucat, berminyak dan menyimpan debu.
Demikian juga lubang hidung; lengket, kotor, berdebu dan rambut hidung mudah
rontok. Hal
ini sangat berbeda dengan hidung orang yang biasa berwudhu; bersih mengkilat,
tanpa mengandung debu, rambut hidungnya juga nampak jelas dan bersih dari
debu”..
TIGA
MASALAH DARAH NIFAS
1. Apabila seorang wanita keguguran maka ada dua kemungkinan:
Pertama: Janinnya
belum membentuk,
yakni masih berupa darah atau sekerat daging maka ini adalah darah kotor, bukan
darah nifas sehingga dia tetap shalat.
Kedua: Janinnya
telah membentuk seperti
telah terlihat tangan, kaki atau kuku maka darahnya adalah darah
nifas.
2. Apabila ada seorang wanita melahirkan tetapi tidak
mengeluarkan darah maka dia telah suci, baik melahirkannya secara tabiat yaitu lewat
farji ataukah lewat perut karena operasi.
3. Apabila ada seorang wanita melahirkan dua
anak kembar, anak pertama pada tanggal satu dan anak kedua tanggal sepuluh
misalnya dan dia mengeluarkan darah maka hal ini tetap dianggap nifas dan memulai
hitungan hari baru kembali.
[3] Sebagaimana dalam kitab al-Muhalla 10/81 oleh Ibnu Hazm. Dan ini
merupakan pendapat Atho’ sebagaimana dalam al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/96.
Faedah: Syaikh al-Albani menguatkan
pendapat ini dalam kitabnya Adab Zifaf hal. 129, namun pendapat
beliau yang terakhir adalah menguatkan pendapat mayoritas ulama,
sebagaimana diceritakan oleh murid beliau Syaikh Husain al-Awayisyah dalam Mausu’ah
al-Fiqhiyyah al-Muyassarah 1/281. Perhatikanlah!!
[6] Menakjubkanku juga ucapan
Ibnul Jauzi dalam Shaidhul Khathir hal. 289: “Bukti terbesar
yang menunjukkan pentingnya sesuatu adalah melihat kepada buahnya. Maka
barangsiapa memperhatikan buah fiqih, niscaya dia akan mengetahui bahwa dia
merupakan ilmu yang paling utama, karena para ulama empat madzhab lebih unggul
daripada manusia lainnya padahal di zaman mereka ada yang lebih alim dari
mereka dalam al-Qur’an, hadits dan bahasa”.
[8] Mengetahui perselisihan ulama
sangat penting sekali. Alangkah indahnya ucapan Qotadah: “Barangsiapa yang
tidak mengetahui perselisihan para fuqoha’, maka hidungnya belum mencium bau
fiqih”. (Jami’ Bayanil IlmI, Ibnu Abdil Barr
2/814-815).
[11] Shahih. Riwayat Abdur Razzaq
5570, Ahmad 4/9, Abu Dawud 345, Tirmidzi 496, Nasai 3/95, Ibnu Majah 1087
dengan sanad.
[14] Arti ini secara jelas
ditegaskan oleh riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad: 692 dengan sanad
shahih.
[16] Sekalipun
hal ini dianggap keliru oleh al-Khothtobi dalam Ishlah Aghlath Muhaditstsinhal.
28, namun pendapat beliau ini dibantah oleh para ulama semisal Imam Nawawi
dalamSyarh
Muslim 4/71 dan Ibnu Daqiq al-I’ed dalam Ihkamul Ahkam 1/96.
[17] HR.Tirmidzi: 7, Abu Dawud:
30, Ibnu Majah: 300 dll. Dishohihkan Al-Albani dalam Irwa’ul
Gholil: 52.
[19] Maksudnya di sini adalah
tidur lelap yang menjadikan seorang seperti hilang ingatan dan tidak mengetahui
kejadian di depannya, bukan hanya sekedar ngantuk atau tidur setengah sadar.
(Lihat Gharibul Hadits al-Khathabi 2/32, Subulus
Salam ash-Shan’ani1/252-253,
Tamamul Minnah al-Albani hal. 101)
[23] (Al-Istisyfa’
bis Sholat, Zuhair Rabih Qoromi Dinukil dari Nawadir
Syawarid,
Muhammad Khair Ramadhan, hal. 275, 282)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar