Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya
zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (At-Taubah:60).
Ibnu Katsir r.a. ketika menafsirkan ayat ini dalam kitab
tafsirnya II: 364 mengatakan, “Tatkala Allah SWT menyebutkan
penentangan orang-orang munafik yang bodoh itu atas penjelasan Nabi saw. dan
mereka mengecam Rasulullah mengenai pembagian zakat, maka kemudian Allah SWT
menerangkan dengan gamblang bahwa Dialah yang membaginya. Dialah yang
menetapkan ketentuannya, dan Dialah pula yang memproses ketentuan-ketentuan
zakat itu, sendirian, tanpa campur tangan siapapun. Dia tidak pernah
menyerahkan masalah pembagian ini kepada siapapun selain Dia. Maka Dia
membagi-bagikannya kepada orang-orang yang telah disebutkan dalam ayat di atas
:
Apakah Delapan Golongan Ini Harus Mendapatkan Bagian Semua ?
Pakar tafsir kenamaan Ibnu Katsir menegaskan
bahwa para ulama’ berbeda pendapat mengenai delapan kelompok ini, apakah mereka
harus mendapatkan bagian semua, ataukah boleh diberikan kepada sebagian di
antara mereka ? Dalam hal ini, ada dua pendapat :
Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat itu harus dibagikan
kepada semua delapan kelompok itu. Ini adalah pendapat Imam Syafi’I dan sejumlah
ulama’ yang lain.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa tidak harus dibagikan kepada
mereka semua, boleh saja, dibagikan pada satu kelompok saja diantara mereka,
seluruh zakat diberikan kepada kelompok tersebut, walaupun ada
kelompok-kelompok yang lain. Ini adalah pendapat Imam Malik dan sejumlah ulama’
salaf dan khalaf, di antara mereka ialah Umar bin Khatab, Hudzifah Ibnul Yaman,
Ibnu Abbas Abul’Aliyah, Sa’id bin Jubair, Maimun bin Mahcar, Ibnu Jarir
mengatakan, “Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Oleh karena itu, penulis,
(Abdul ‘Azhim bin Badawi) menyebutkan semua kelompok yang berhak menerima zakat
di sini hanyalah untuk menjelaskan pengertian masing-masing kelompok, bukan
karena keharusan memberikan zakat itu kepada semuanya.
Imam Ibnu Katsir mengatakan, bahwa ia akan
menyebutkan hadits –hadits yang bertalian dengan masing-masing dari delapan
kelompok kita:
Kelompok pertama ; Orang-orang fakir
Dari Abdullah Ibnu
Umar bin al-Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Zakat tidak
halal bagi orang yang kaya dan tidak (pula) bagi orang yang sehat dan kuat,” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 7251, Tirmidzi
II: 81 no: 647, ‘Aunul Ma’bud V:42 no:1618, dan Abu Hurairah meriwayatkannya
lihat Ibnu Majah I:589 no: 1839 dan Nasa’i V:39).
Dari Ubaidillah bin
‘Adi bin al-Khiyar r.a. bahwa ada dua orang sahabat mengabarkan kepadanya bahwa mereka berdua pernah menemui Nabi saw. meminta zakat
kepadanya, maka Rasulullah memperhatikan mereka berdua dengan seksama dan
Rasulullah mendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. Kemudian
Rasulullah bersabda, “Jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi
(sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha tidak mempunyai
bagian untuk menerima zakat,” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1438, ‘Aunul Ma’bud
V: 41 serta Nasa’i V:99).
Kelompok kedua; Orang-Orang Miskin
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang miskin itu bukanlah mereka yang berkeliling
minta-minta agar diberi sesuap dua suap makanan dan satu biji kurma,” (Kemudian) para sahabat bertanya, “Ya
Rasulullah, (kalau begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Jawab Beliau,“Salah mereka yang
yang hidupnya tidak berkecukupan dan dia tidak punya kepandaian untuk itu,
lalau diberi shadaqah, dan mereka tidak mau minta-minta kepada orang lain.” (Muttafaqun ‘alaih:Muslim II : 719 no:1039 dan
lafadz baginya, Fathul Bari III : 341 no: 1479, Nasa’i V:85 dan Abu Daud V:39
no: 1615).
Kelompok ketiga: Para Amil Zakat
Mereka adalah
orang-orang yang bertugas menarik dan mengumpulkan zakat. Mereka berhak
mendapatkan bagian dari zakat, namun mereka tidak boleh berasal dari kalangan
kerabat Rasulullah saw. yang haram menerima zakat. Hal ini ditegaskan oleh
hadits shahih riwayat Imam Muslim dan lain-lain :
Dari Abdul Mutthalib
bin Rabi’ah al Harits bahwa ia pernah berangkat di Fadhl bin al Abbas r.a.
menghadap Rasulullah saw. lalu memohon kepada beliau agar mereka diangkat
sebagai penarik dan pengumpul zakat. Maka (kepada mereka). Beliau bersabda, “Sesungguhnya
zakat itu tidak halal bagi keluarga Muhammad dan tidak (pula) bagi keluarga
Muhammad; karena zakat itu adalah kotoran (untuk mensucikan diri) manusia.” (Shahih ; Shahihul Jami’ no:1664, Muslim II :
752 no:1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205.(Imam Nawawi berkata, “Ma’na AUSAKHUN NAAS
ialah zakat itu sebagai pembersih harta benda dan jiwa mereka, sebagaimana yang
ditegaskan Allah Ta’ala, “Pungutlah sebagian dari harta benda mereka sebagai
zakat yang mensucikan mereka dan membersihkan (jiwa) mereka.“ Jadi zakat adalah pembersih kotoran. Lihat
Syarah Muslim VII:251).
Kelompok keempat : Orang-orang Muallaf
Kelompok muallaf ini terbagi menjadi beberapa
bagian.
1.Orang yang diberi sebagian zakat agar
kemudian memeluk Islam. Sebagai misal Nabi saw. pernah memberi Shafwan bin
Umayyah sebagian dari hasil rampasan perang Hunain, dimana waktu itu ia ikut
berperang bersama kaum Muslimin:
"Nabi saw. selalu memberi kepada hingga
beliau menjadi orang yang paling kucintai, setelah sebelumnya beliau menjadi
orang yang paling kubenci." (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 1558, Muslim
II:754 no:168 dan 1072, ‘Aunul Ma’bud VIII: 205-208 no: 2969, dan Nasa’i
V:105-106).
2.Golongan orang yang diberi zakat dengan
harapan agar keislamannya kian baik dan hatinya semakin mantap.
Seperti pada waktu
perang Hunain juga,ada sekelompok prajurit beserta pemukanya diberi seratus unta,
kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar memberi
zakat kepada seorang laki-laki, walaupun selain dia lebih kucintai daripadanya
(laki-laki tersebut) karena khawatir Allah akan mencampakkannya ke (jurang)
neraka Jahanam.” (Muttafaqun ‘alaih :
Fathul Bari I: 79 no:27, Muslim I:132 no:150, ‘Aunul Ma’bud XII : 440 no:4659,
dan Nasa’i VIII:103).
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
disebutkan dari Abu Sa’id r.a. bahwa Ali r.a. pernah diutus menghadap kepada
Nabi saw. dari Yaman dengan membawa emas yang masih berdebu, lalu dibagi oleh
beliau saw. kepada empat orang (pertama) al-Aqra’ bin Habis, (kedua) Uyainah
bin Badr, (ketiga) ‘Alqamah bin ‘Alatsah, dan (keempat) Zaid al-Khair, lalu
Rasulullah bersabda, “Aku menarik hati mereka.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul
Bari III: 67 no:4351, Muslim II:741 no:1064, ‘Aunul Ma’bud XIII : 109 no:4738).
3.Bagian ini ialah orang-orang muallaf yang
diberi zakat lantaran rekan-rekan mereka yang masih diharapkan juga memeluk
Islam.
4.Mereka yang mendapat bagian zakat agar
menarik zakat dari rekan-rekannya, atau agar membantu ikut mengamankan kaum
Muslimin yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Wallahu a’lam.
Apakah muallaf sepeninggal Nabi saw. masih
berhak mendapatkan bagian dari zakat ?
Ibnu Katsir r.a. mengatakan bahwa dalam hal
ini ada perbedaan pendapat di kalangan ulama’ bahwa para muallaf tidak usah
diberi bagian dari zakat setelah beliau wafat, karena Allah telah memperkuat
agama Islam dan para pemeluknya serta telah memberi kedudukan yang kuat kepada
mereka di bumi dan telah menjadikan hamba-hambaNya tunduk pada mereka (kaum
muslimin).
Kelompok yang lain berpendapat, bahwa para
muallaf itu tetap harus diberi, karena Rasulullah saw. pernah memberi mereka
zakat setelah penaklukan kota Mekkah dan penaklukan Hawazin, zakat ini
kadang-kadang amat dibutuhkan oleh mereka, sehingga mereka harus mendapat
alokasi bagian dari zakat.
Kelompok kelima :Untuk memerdekakan Budak
Diriwayatkan dari
al-Hasan al-Bashri, Muqatil bin Hayyan, Umar bin Abdul Aziz, Sa’id bin Jubair,
an-Nakha’i, az-Zuhri, Ibnu Zaid bahwa yang dimaksud riqab, bentuk jama’
dari raqabah “budak belian” ialah hamba mukatab (hama yang telah menyatakan
perjanjian dengan tuannya bilamana sanggup menghasilkan harta dengan nilai
tertentu dia akan dimerdekakan, pent). Diriwayatkan juga pendapat yang semisal
dengan pendapat tersebut dari Abu Musa al-Asy’ari, dan ini adalah pendapat Imam
Syafi’i dan al-Lain.
Ibnu Abbas dan al-Hasan berkata, “Tidak
mengapa memerdekakan budak belian dengan uang dari zakat.” Ini juga menjadi
pendapat Mazhab Imam Ahmad, Imam Malik, dan Imam Ishaq. Yaitu bahwa kata riqab
lebih menyeluruh ma’nanya daripada sekedar memberi zakat kepada hamba mukatab,
atau sekedar membeli budak lalu dimerdekakan.
Ada banyak hadits yang menerangkan besarnya
pahala memerdekakan budak, dan Allah SWT untuk setiap anggota badan budak
tersebut memerdekakan satu anggota badan orang yang memerdekakannya dari api
neraka, sampai untuk kemaluan sang budak Allah memerdekakan kemaluan orang yang
memerdekakannya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah r.a.
ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa
yang telah memerdekakan seorang budak mukmin, niscaya Allah dengan setiap
anggota badannya akan membebaskannya anggota badan (orang yang memerdekakannya)
dari api neraka, hingga orang itu memerdekakan (masalah) kemaluan dengan
kemaluan.” (Shahih : Shahihul
Jami’us Shaghir no:6051, Tirmidzi III:49 no: 1581).
Hal itu tidak lain,
karena balasan suatu amal perbuatan sejenis dengan amal yang dilakukannya.
Allah berfirman, “Dan kamu tidak diberi
pembalasan, melainkan apa yang telah kamu lakukan." (QS.ash-Shaffat.39).
Kelompok keenam : Orang-orang yang Berhutang
Mereka terbagi menjadi
beberapa bagian : Pertama, orang yang mempunyai tanggungan atau dia menjamin suatu hutang
lalu menjadi wajib baginya untuk melunasinya kemudian meludeskan seluruh
hartanya karena hutang tersebut; kedua, orang yang bangkrut; ketiga, orang yang berhutang untuk menutupi hutangnya;
dan keempat, orang yang berlumuran maksiat, lalu bertaubat.
Maka mereka semua layak menerima bagian dari zakat.
Dasar yang menjadikan
pijakan untuk masalah ini ialah hadits dari Qubaishah bin Mukhariq al-Hilali
r.a. ia berkata, Aku pernah mempunyai tanggungan (untuk mendamaikan dua pihak
yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah saw. menanyakan
perihal beban tanggungan itu. Maka Beliau bersabda, “Tegakkanlah, hingga datang
zakat untuk kuberikan kepadamu!” Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, “Ya
Qubaishah sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi tiga
golongan: (Pertama) orang-orang yang
memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan
baginya meminta, sampai berhasil mendapatkannya, sehingga berhenti memintanya.
(Kedua), orang yang tertimpa kebingungan yang
sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta
zakat, sehingga ia mendapatkan kekuatan untuk menutupi kebutuhan hidupnya. (Ketiga), orang yang mendapatkan kesulitan hidup hingga
tiga orang dari pemuka kaumnya berdiri (lalu bertutur), bahwa kesulitan hidup
telah menimpa si fulan, maka baginya dihalalkan meminta hingga mempunyai
kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka tidak ada hak bagi selain yang
tiga kelompok itu untuk meminta wahai Qubaishah!” (Shahih : Mukhtashar Muslim no: 568, Muslim
II: 722 no:1044, ‘Aunul Ma’bud V:49 no: 1624, dan Nasa’i V:96).
Kelompok ketujuh : fi sabilillah ialah
para mujahid sukarelawan yang tidak memiliki bagian atau gaji yang tetap dari
kas negara.
Menurut Imam Ahmad, al-Hasan al-Bashri dan
Ishaq bahwa menunaikan ibadah haji termasuk fi sabilillah. Menurut hemat
penulis Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi, tiga imam itu mendasarkan pendapatnya
pada hadits berikut :
Dari Ibnu Abbas r.a.
berkata bahwa Rasulullah saw. bermaksud hendak menunaikan ibadah haji. Lalu ada
seorang wanita berkata kepada suaminya (tolong) hajikanlah aku bersama
Rasulullah saw.” Maka jawabnya, “Aku tidak punya biaya untuk menghajikanmu.“ Ia
berkata (lagi) kepada suaminya, “(Tolong) hajikanlah diriku dengan biaya dari
menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan itu.” Maka jawabnya, “Itu
diperuntukkan fi sabilillah Azza Wa Jalla.” Kemudian sang suami datang
menghadap Rasulullah saw. lalu bertutur, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya
isteriku menyampaikan salam kepadamu; dan ia meminta kepadaku agar ia bisa
menunaikan ibadah haji bersamamu. Ia mengatakan, kepadaku, “(Tolong) hajikanlah
aku dengan biaya dari hasil menjual untamu (yang berasal dari zakat) si fulan
itu,’ Lalu saya jawab, “Itu diperuntukkan fi sabilillah,’ “Maka Rasulullah saw.
bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya, kalau engkau menghajikannya
dengan biaya berasal dari hasil tersebut, berarti fi sabilillah juga).” (Hasan Shahih : Shahih Abu Daud no : 1753,
‘Aunul Ma’bud V:465 no : 1974, Mustadrak Hakim I: 183, dan Baihaqi VI: 164).
Kelompok kedelapan : Ibnu Sabil
Adalah seorang yang musafir melintas di suatu
negeri tanpa membawa bekal yang cukup untuk kepentingan perjalanannya, maka dia
pantas mendapat alokasi dari bagian zakat yang cukup hingga kembali ke
negerinya sendiri, meskipun ia seorang yang mempunyai harta.
Demikian juga hukum yang diterapkan kepada
orang yang mengadakan safar dari negerinya ke negeri orang dan dia ia tidak
membawa bekal sedikitpun, maka ia berhak diberi bagian dari zakat yang
sekiranya cukup untuk pulang dan pergi. Adapun dalilnya ialah ayat enam puluh
surah at-Taubah dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah.
Dari Ma’mar dari Yasid
bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yassar dari Abi Sa’id r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Zakat tidak halal bagi orang yang kaya, kecuali bagi lima
(kelompok): (pertama) orang kaya yang menjadi amil zakat, (kedua) orang kaya
yang membeli barang zakat dengan harta pribadinya, (ketiga) orang yang berutang;
(keempat) orang kaya yang ikut berperang di jalan Allah, (kelima) orang
miskin yang mendapat bagian zakat, lalu dihadiahkannya kembali
kepada orang kaya,” (Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir no: 7250, ‘Aunul Ma’bud V : 44 no : 1619, dan Ibnu Majah I: 590
no :1841).
Sumber: Diadaptasi
dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil
'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah),
hlm. 439 – 448.
Zakat adalah salah satu rukun Islam dan
termasuk salah satu di antara fardhu-fardhuNya.
Dari Ibnu Umar r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Islam ditegakkan di atas lima (perkara):
(pertama) bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) kecuali Allah dan
bahwa Muhammad adalah Rasul utusan Allah, (kedua) menegakkan shalat, (ketiga)
mengeluarkan zakat, (keempat) menunaikan ibadah haji, dan (kelima) melaksanakan
shiyam (puasa) Ramadhan." (Muttafaqun'alaih: Muslim I : 45 no:16-20 dan lafadz ini
baginya, Fathul Bari I: 49 no: 8, Tirmidzi IV: 119 no: 2736 dan Nasa'i VIII:
107).
Di dalam al-Qur'an, kata zakat diiringi oleh
kata shalat dalam delapan puluh dua ayat.
Dorongan Agar Menunaikan Zakat
Allah SWT berfirman, "Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka." (At-Taubah: 103)
Dan Allah SWT
berfirman, "Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia menambah harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)." (Ar-Ruum:39).
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang bershadaqah sesuatu senilai
harga satu tamar (kurma kering) dari hasil usaha yang halal, dan Allah tidak
akan menerima kecuali yang halal, maka Allah menerimanya dengan tangan
kanan-Nya, kemudian Dia memeliharanya untuk pelakunya sebagaimana seorang
diantara kamu memelihara anak kandungnya sampai seperti gunung."(Muttafaqun'alaih: Fathul Bari III:278 no:
1410 dan lafadz ini baginya, Muslim II : 702 no: 1014, Tirmidzi II: 85 no: 656
dan Nasa'i V:57).
Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Mengeluarkan Zakat
Allah SWT berfirman, "Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan adalah buruk bagi mereka, kelak harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak dilehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala
(warisan) yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan." (Ali'Imran :
180).
Dari Abu Hurairah r.a.
dari Nabi saw. bersabada, "Barangsiapa yang diberi harta oleh Allah, lalu
tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat kelak hartanya itu dibentuk
seperti ular, yaitu dijadikan ular yang botak kepalanya berumur panjang,
memiliki dua buah taring di rahangnya. Ular besar itu dikalungkan di lehernya
lalu mematuk kedua pipinya dan kedua rahangnya dengan terus - menerus. Kemudian
ular itu berkata, "Saya adalah simpananmu dan saya adalah hartamu dahulu
(yang tidak kamu keluarkan zakatnya). "Kemudian Beliau membaca ayat,
"WALAA YAHSABANNAL LADZIINA YABKHALUUNA BIMAA AATAAHUMULLAHU MIN FADHLIH
(sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karunianya, menyangka...)" (Shahih: Shahih Nasa'i no: 2327, dan Fathul
Bari III: 2327 dan Fathul Bari III : 268 no:1403).
Allah SWT berfirman, "Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat), siksa
yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu
dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan)
kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."(At-Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Setiap pemilik emas dan perak yang tidak
mengeluarkan zakatnya, pasti bila hari kiamat akan dibentangkanlah untuknya
papan (lempengan-lempengan) dari api, lalu dipanaskan di neraka Jahanam lantas
lambung, kening dan punggungnya disetrika dengannya. Setiap kali dingin,
disetrika lagi (begitu seterusnya). Pada (masa) di mana mana matahari sama
dengan lima puluh ribu tahun (lamanya). Hingga diputuskan (ketetapan) di antara
hamba-hamba, sehingga akan ditampakkan jalannya. Mungkin ke surga dan mungkin
(juga) ke neraka."Ada
yang bertanya, "Ya Rasulullah, lalu bagaimana dengan zakat unta?"
Jawab Beliau saw., "Dan begitu ada pemilik unta yang tidak menunaikan
haknya. Dan, diantara haknya ialah perah susunya pada hari ketika susunya penuh
pasti bila hari kiamat tiba lemparlah tanah dataran rendah untuk gerombolan
unta yang tidak dikeluarkan zakatnya itu. Gerombolan besar unta itu hadir (di
kawasan yang sudah tersiapkan), di satu kelompokpun dari gerombolan besar unta
yang absen, merka menginjak-injak pemiliknya dengan tapak kakinya dan menggigitnya
dengan mulutnya. Setiap dikelompok pertama selesai melaluinya, dilanjutkan
dengan kelompok selanjutnya dan begitulah seterusnya), pada (masa) yang satu
hari sama dengan lima puluh ribu tahun. Hingga diputuskan (ketetapan) diantara
hamba-hamba, sehingga dilihatlah jalannya; mungkin ke surga dan mungkin (juga)
ke neraka," (Shahih: Shahihul
Jami'us Shaghir no: 5729, Muslim II:680 no: 987, dan ‘Aunul Ma'bud V: 75 no:
1642).
Hukum Orang Yang Mencegah Membayar Zakat
Dalam Fiqhus Sunnah I: 281, Syaikh Sayyid Sabiq
menulis, "Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati
ummat Islam dan sudah sangat terkenal sehingga termasuk dharurriyatud din
(pengetahuan yang pokok dalam agama), yang mana andaikata ada seseorang
mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh
karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada seseorang yang baru masuk
Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti hukum-hukum Islam."
Masih menurut Sayyid
Sabiq, "Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat, namun meyakininya
sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan membayarnya, tidak
sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang memungut zakat
tersebut darinya dengan paksa". Dalam hal ini penguasa berhak menyita
separoh harta kekayaannya sebagai sangsi baginya, hal ini berdasar pada hadits
dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari datuknya r.a. ia berkata, Aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Pada setiap unta yang
digembalakan ada zakatnya, setiap 40 ekor (zakatnya) adalah seekor anak unta
betina yang selesai menyusu; unta tidak dipisahkan dari perhitungannya;
barangsiapa yang membayar zakat itu untuk memperoleh pahala, maka ia pasti akan
mendapat pahala itu, tetapi orang yang tidak membayarnya kami akan memungut
zakat itu beserta separuh kekayaannya. Ini merupakan salah satu ketentuan tegas
dari Rabb kita, yang mana bagi keluarga Muhammad tidak halal menerimanya
sedikitpun." (Hasan
: Shahihul Jami'us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma'bud IV:452 no:1560, Nasa'i V:25,
al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
Jika ada suatu kaum
yang mau mengeluarkannya, namun mereka tetap meyakini akan kewajiban
mengeluarkan zakat, dan mereka memiliki kekuatan dan pertahanan. Maka mereka
harus diperangi karena sikapnya hingga sadar membayarnya. Karena ada hadits
Nabi saw. yang mengatakan, "Saya diperintahkan untuk memerangi mereka, kecuali bila
mereka sudah mengikrarkan syahadat bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi)
selain Allah dan Muhammad adalah Rasul utusan-Nya, menegakkan shalat, dan membayar
zakat. Bila mereka sudah melaksanakan hal itu, maka darah mereka dan harta
kekayaan mereka memperoleh perlindungan dari saya, kecuali oleh karena hak-hak
Islam lain, yang dalam hal ini perhitungannya diserahkan kepada Allah." (Muttafaqun'alaih : Fathul Bari I: 75 no: 25,
dan ini lafadnya, Muslim I:53 no:22).
Dari Abu Hurairah r.a. ia bercerita,
"Tatkala Rasulullah saw. wafat, maka yang terpilih menjadi khalifah adalah
Abu Bakar, dan telah kufur (murtad) orang yang kufur (murtad) dari sebagian
oran-orang Arab, maka Umar berkata (kepada Abu Bakar,pent), "Bagaimana
engkau berani memerangi orang-orang itu, sedangkan Rasulullah saw. telah
menegaskan, "Tiadalah Ilah (yang patut diibadahi), kecuali Allah? Barang
siapa yang sudah mengikrarkannya, maka dia telah memelihara darah dan
kekayaannya dari saya, kecuali dengan haknya, sedangkan perhitungan terhadap
mereka diserahkan sepenuhnya kepada Allah?" Ia (Abu Bakar) menjawab
"Wallahi, saya akan memerangi siapa saja yang membeda-bedakan antara zakat
dan shalat, karena zakat adalah kewajiban dalam harta. Wallahi, andaikata
mereka tidak mau lagi memberikan seekor anak kambing yang dahulunya mereka
berikan kepada Rasulullah, maka pasti saya memerangi oleh karena itu,
"Jawab Umar, "Wallahi, tidak lain kecuali hati Abu Bakar betul-betul
sudah dilapangkan oleh Allah untuk perang tersebut, maka saya pun tahu bahwa
dialah yang benar!" (Shahih: Fathul Bari III: 626 no: 1933-1400, Muslim
I:51 no:20, ‘Aunul Ma'bud IV: 414 no: 1541, dan Nasa'i V:14 dan Tirmidzi IV:117
no:2734).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat ?
Zakat diwajibkan atas setiap muslim yang
merdeka dan memiliki harta benda yang sudah memenuhi nishab dan telah melewati
satu tahun (haul ialah putaran setahun bagi harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya (Pent.) kecuali tanaman, harus dikeluarkan zakatnya pada waktu
panennya, bila sudah memenuhi nishabnya (Batas minimal jumlah harta yang
dikenai wajib zakat (Pent.)
Hal ini didasarkan
pada firman Allah SWT, "Dan Keluarkanlah zakatnya pada hari
panennya." (Al-An'am:141)
Sumber: Diadaptasi
dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil
'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah),
hlm. 419 – 426
Yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan
perak, tanaman, buah-buahan, binatang ternak, dan harta rikaz.
a. Zakat Emas dan Perak
1. Nishab dan besarnya zakat
Nishab emas adalah dua puluh dinar, dan nishab
perak dua ratus Dirham, sedangkan besar zakat keduanya adalah 2 ½ %,
sebagaimana yang ditegaskan dalam riwayat berikut.
Dari Ali bin Abi
Thalib r.a. dari Nabi saw. bersabda, "Jika kamu memiliki dua ratus
dirham dan sudah sampai haul, maka zakatnya lima dirham, dan kamu tidak wajib
mengeluarkan zakat yaitu dari emas sebelum kamu memiliki dua puluh dinar. Jika
kamu memiliki dua puluh dinar dan sudah sampai haul, maka zakatnya ½ saw.
dinar." (Shahih: Shahih Abu
Daud no: 1319, dan ‘Aunul Ma'bud IV: 447 no: 1558).
2. Zakat Perhiasan
Zakat perhiasan adalah wajib berdasar keumuman
ayat dan hadits-hadits; dan orang yang mengeluarkannya dari keumuman tersebut
sama sekali tidak memiliki alasan yang kuat, bahkan banyak nash-nash yang
bersifat khusus yang bertalian dengan zakat perhiasan ini, di antaranya :
Dari Ummu Salamah r.a.
berkata; Saya pernah memakai kalung emas. Kemudian saya bertanya, "Ya
Rasulullah, apakah ini termasuk simpanan (yang terlarang)?" Maka jawab
beliau, "Apa-apa yang sudah mencapai wajib zakat, lalu
telah dizakati maka dia tidak termasuk (dinamakan) simpanan (yang
terlarang)." (Hasan:
Shahihul Jami'us Shaghir no:5582, As Shahihah no:559, ‘Aunul Ma'bud IV:426 no:
1549, dan Daruquthni II: 105).
Dari Aisyah r.a. ia
berkata, (Pada suatu hari) Rasulullah saw. mendatangiku, lalu melihat beberapa
cincin perak, dijariku, kemudian beliau bertanya, "Apa itu, wahai Aisyah?" Saya jawab, "Saya buat cincin ini sebagai
perhiasan di hadapanmu, ya Rasulullah." Sabda beliau, "Apakah
engkau sudah mengeluarkan zakatnya?" Jawab saya, "Belum, atau ‘masya
Allah" Rasulullah menjawab selanjutnya, "Cukuplah dia yang dapat
menjerumuskanmu ke neraka." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 1384, ‘Aunul Ma'bud IV: 427 no:
1550, dan Daruquthni II: 105).
b. Zakat Tanaman dan Buah-buahan :
Dalam hal ini Allah
SWT berfirman, "Dan Dialah yang telah menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya),
dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu), bila
dia telah berbuah dan tunaikanlah haknya di hari (panen), memetik hasilnya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-An'am:141).
1. Tanaman-tanaman dan buah-buahan yang
terkena wajib zakat hanya ada empat macam. Berdasar hadits dari Abi Burdah dari
Abu Musa dan Mu'adz r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus keduanya ke
Yaman menjadi da'i di sana, lalu beliau memerintah mereka agar tidak memungut
zakat, kecuali dari empat macam ini: gandum sya'ir (sejenis gandum lain), kurma
kering, dan anggur kering." (Shahih: ash-Shahihah no: 879, Mustadrak Hakim
I:401, dan Baihaqi IV:125).
2. Nishabnya: Tanaman dan buah-buahan yang
terkena wajib zakat disyaratkan sudah memenuhi nishab yang disebutkan dalam
hadits ini.
Dari Abu Sa'id
al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak
ada zakat pada unta yang kurang dari lima ekor, tidak ada zakat pada perak yang
kurang dari lima uqiyah (Ibnu Hajar berkata, "Kadar satu uqiyah yang dimaksud dalam
hal ini ialah empat puluh Dirham dari perak murni, demikian menurut kesepakatan
para ulama') dan tidak ada zakat pada buah-buahan yang kurang dari lima
wasaq." (Lima wasaq ialah enam
puluh sha', menurut ittifaq para ulama', Fathul Bari III:364). (Muttafaqun
‘alaih : Fathul Bari III: 310 no: 1447 dan lafadz ini baginya, Muslim II: 673
no:979, Tirimidzi II:69 no: 622, Nasa'i. V:17 dan Ibnu Majah I: 571 no:1793).
3. Besar zakat yang wajib dikeluarkan :
Dari Jabir r.a. dari
Nabi saw. bersabda, "Tanaman yang dapat air dari sungai dan dari
hujan, zakatnya 10%, sedangkan yang diairi dengan bantuan binatang ternak
5%."(Shahih: Shahihul
Jami'us Shaghir no:4271 Muslim II:675 no:981 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul
Ma'bud IV:486 no:1582, dan Nasa'i V:42).
Dari Ibnu Umar r.a.
bahwa Nabi saw. bersabda, "Tanaman yang diairi oleh hujan, atau oleh mata
air, atau merupakan rawa, zakatnya sepersepuluh, dan yang diairi dengan bantuan
binatang zakatnya seperduapuluh." (Shahih: Shahihhul Jami'us Shaghir no: 427, Fathul Bari III: 347
no: 148333 dan lafadz ini baginya, ‘Aunul Ma'bud IV:485 no:1581, Tirmidzi II:76
no: 635, Nasa'i IV:41 dan Ibnu Majah I: 1817).
4. Penentuan besar nishab dan zakat untuk
kurma dan anggur secara taksiran :
Dari Abu Humaid
as-Sa'idi r.a. ia bertutur : Kami pernah ikut perang Tabuk bersama Rasulullah
saw., tatkala sampai di Wadil Qura, tiba-tiba ada seorang perempuan
pemilik kebun tanga berada di kebunnya, lalu beliau bersabda kepada para
sahabatnya, "Coba kalian taksir (berapa besar zakat kebun ini!" Rasulullah saw. (sendiri) menaksir
(besar zakatnya) 10 wasaq. Kemudian Rasulullah bersabda kepada perempuan
pemilik kebun itu, "Coba kau hitung (lagi) berapa zakat yang harus
dikeluarkan darinya!"Tatkala
Rasulullah saw. datang (lagi) ke Wadil Qura, Rasulullah bertanya kepada
perempuan itu, "Berapa besar zakat yang dikeluarkan dari kebunmu
itu?" Jawabnya, "10 wasaq sebagaimana yang diprediksi oleh Rasulullah
SAW." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 2644, dan Fathul Bari III: 343 no:
1481).
Dari Aisyah r.a. ia bercerita, "Adalah
Rasulullah saw. pernah mengutus Abdullah bin Rawahah r.a. untuk menaksir kurma
waktu sudah tua sebelum dimakan. Kemudian agar memberi pilihan kepada
orang-orang Yahudi, antara para amil zakat memungutnya dengan taksiran itu,
dengan mereka menyerahkan hasilnya kepada para amil agar dihitung zakatnya
sebelum dimakan dan dipisahkan hasilnya." (Hasan Lighairihi: Irwa-ul
Ghalil no: 805 dan ‘Aunul Ma'bud IX: 276 : 3396).
c. Zakat Binatang Ternak :
Binatang ternak yang dimaksud disini terdiri
atas unta, sapi, dan kambing.
1. Nishab zakat unta
Dari Abu Sa'id
al-Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Onta yang kurang dari
lima ekor tidak dipungut zakat." (Redaksi Arabnya sudah termuat pada pembahasan
zakat tanaman dan buah-buahan, beberapa halaman sebelumnya(pent.)
2. Besarnya zakat yang dikeluarkan :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah
menulis surat ini kepadanya, ketika ia diutus oleh Abu Bakar (menjadi da'i) di
Bahrain. Bunyi surat tersebut ialah, "Dengan (menyebut) nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah kewajiban zakat yang difardhukan
oleh Rasulullah SAW atas kaum Muslimin dan yang Allah perintahkan kepada
Rasul-Nya. Oleh karena itu barang siapa dari kalangan kaum muslimin yang
diminta menunaikan zakat itu sesuai dengan ketentuan yang sebenarnya, maka
hendaknya ia membayarnya; namun barang siapa dari kaum muslimin yang diminta
zakatnya lebih dari ketentuan yang sesungguhnya, maka janganlah ia memberikan
(kelebihannya atau janganlah memberikan sama sekali, sebab petugasnya telah berbuat
curang (pent) : Pada dua puluh empat ekor unta, paling sedikit lima ekor, maka
zakatnya seekor kambing. Jikalau sudah mencapai dua puluh lima ekor sampai tiga
puluh ekor unta, maka zakatnya seekor anak unta betina (berumur satu tahun
lebih). Jikalau sudah mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima, maka
zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Jikalau
sudah mencapai enam puluh satu sampai tujuh puluh lima, maka zakatnya seekor
anak unta betina berumur empat tahun lebih. Jika sudah mencapai tujuh puluh
enam ekor sampai sembilan puluh ekor, maka zakatnya dua ekor anak unta betina
yang umurnya masuk tahun ketiga. Jika sudah mencapai sembilan puluh satu sampai
seratus dua puluh, maka zakatnya dua ekor anak unta betina berumur tiga tahun
lebih. Kalau sudah lebih dari seratus dua puluh ekor, maka setiap empat puluh
ekor, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga, sedang
tiap lima puluh ekornya, zakat yang harus dikeluarkan adalah seekor anak unta
betina yang umurnya masuk tahun keempat. Adapun orang yang hanya memiliki empat
ekor unta, maka belum terkena kewajiban zakat, kecuali kalau orang yang
mempunyai unta itu mau mengeluarkan zakat sunnah. Namun jika sudah mencapai
lima ekor, maka zakatnya seekor kambing" (Shahih : Shahih Abu Daud no:
1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma'bud IV:431
no: 1552, dan Nasa'i V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
3. Orang yang harus mengeluarkan zakat seekor anak unta betina yang
berumur satu tahun lebih, namun ia tidak memilikinya
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah
menulis sepucuk surat kepadanya yang berisi penjelasan perihal shadaqah (zakat)
yang Allah dan Rasul-Nya wajibkan (dalam hal zakat unta sebagai berikut),
"Barangsiapa telah memiliki unta hingga cukup dikenai kewajiban zakat
berupa unta yang umurnya masuk tahun kelima, tetapi ia tidak memilikinya, dan
yang dimiliki hanya unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, maka bolehlah
diterima darinya zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat
ditambah dengan dua ekor kambing bila dirasakan mudah baginya, atau ditambah
dengan dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga sampai pada
kewajiban zakat berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, namun ia
tidak mempunyai, kecuali unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka
diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun kelima
dan si penerima zakat harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua ekor
kambing (kepada sang pengeluar zakat). Barang siapa yang mempunyai unta hingga
sampai pada kewajiban membayar zakat berupa unta betina yang umurnya masuk
tahun keempat, namun ia hanya mempunyai anak unta betina, maka bolehlah
diterima zakat darinya berupa anak unta betina tersebut dengan menambah
dua ekor kambing atau dua puluh Dirham. Barangsiapa yang memiliki unta hingga
cukup dibebani kewajiban zakat berupa anak unta betina yang umurnya masuk tahun
kelima, namun ia mempunya unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka
diterimalah zakat darinya berupa unta betina yang umurnya masuk tahun keempat
tersebut dan si penerimanya harus mengembalikan dua puluh Dirham atau dua
kambing kepada si pemberi zakat. Barangsiapa yang memiliki unta sudah mencapai
ketentuan wajib mengeluarkan zakat berupa anak unta betina berumur satu tahun
lebih, maka beolehlah diterima zakat darinya berupa unta betina berumur satu
tahun lebih itu dengan menambah dua puluh Dirham atau dua ekor
kambing." (Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317
no: 1454 dan III:316 no: 1453, ‘Aunul Ma'bud IV:431 no: 1552, dan Nasa'i
V:18, Ibnu Majah I:575 no:1800 hadits kedua saja).
4. Nishab dan besar zakat sapi
Dari Mu'adz bin Jabal r.a. ia berkata,
"Aku pernah diutus oleh Rasulullah saw. ke negeri Yaman dan diperintahkan
olehnya untuk memungut zakat sapi, dari setiap empat puluh ekor, zakatnya satu
ekor sapi betina yang berumur dua tahun, dan dari tiap tiga puluh ekor,
zakatnya satu ekor sapi jantan atau betina yang berumur setahun." (Shahih
: Shahih Abu Daud no: 1394, Tirmidzi II :68 no: 619, ‘Aunul Ma'bud IV:475
no: 1561, Nasa'i V:26, dan Ibnu Majah I:576 no:1803 dan lafadz ini
terekam dalam Sunan Ibnu Majah; di selainnya terdapat tambahan di bagian
akhir).
5. Nishab dan besar zakat kambing :
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar r.a. pernah
menulis sepucuk surat kepadanya perihal penjelasan zakat wajib yang Allah
perintahkan kepada Rasul-Nya (dalam hal zakat kambing yang isinya sebagai
berikut), "Kambing yang digembalakan, bila jumlah mencapai empat puluh ekor
sampai dengan seratus dua puluh ekor, zakatnya seekor kambing. Jika mencapai
seratus dua puluh satu ekor sampai dengan dua ratus ekor, zakatnya dua ekor
kambing. Jika sudah mencapai dua ratus lebih sampai dengan tiga ratus, maka
zakatnya tiga ekor. Jika sudah mencapai tiga ratus lebih, maka dalam setiap
seratus ekor, zakatnya seekor kambing. Manakala kambing yang mencuri makan
sendiri itu kurang dari empat puluh ekor, maka pemiliknya tidak wajib
mengeluarkan zakat, kecuali kalau ia mau (mengeluarkan sedekah sunnah)."
(Shahih : Shahih Abu Daud no: 1385, Fathul Bari III:317 no: 1454 dan III:316
no: 1453, ‘Aunul Ma'bud IV:431 no: 1552, dan Nasa'i V:18, Ibnu Majah
I:575 no:1800).
6. Syarat-syarat wajibnya zakat pada
binatang ternak :
a. Mencapai nishab, sebagaimana yang
sudah jelas pada beberapa hadits yang lalu.
b. Sudah berlalu
satu tahun. Rasulullah saw. bersabda, "Tiada zakat bagi harta benda
yang belum mencapai haul (satu tahun)." (Shahih : Shahihul Jami' no: 7479, Ibnu Majah
I: 571 no: 1792, Daruquthni II: 90 no: 3 dan Baihaqi IV:103).
c. Hendaknya
ternak yang digembalakan di padang rumput yang memang bebas dimanfa'atkan oleh
siapa saja, selama setahun (atau lebih dari enam bulan). Ini didasarkan pada
sabda Nabi saw. yang artinya, "Kambing yang digembalakan, bila jumlahnya
mencapai empat puluh ekor sampai dengan seratus dua puluh, maka zakatnya seekor
kambing." (Hadits ini merupakan
bagian dari hadits yang berisi surat Abu Bakar kepada Anas, yang telah dimuat
pada beberapa halaman sebelumnya).
Dan Rasulullah saw.
juga bersabda yang artinya, "Dalam setiap unta yang cari makan sendiri, yaitu
pada setiap empat puluh ekor, zakatnya seekor unta anak betina yang berumur dua
tahun masuk tahun ketiga." (Hasan : Shahihul Jami'us Shaghir no: 4265, ‘Aunul Ma'bud IV:452
no: 1560, Nasa'i V:25, dan al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28).
7. Harta yang tidak dipungut zakatnya :
Dari Ibnu Abbas r.a.
bahwa Rasulullah saw. tatkala mengutus Mu'adz ke negeri Yaman berwasiat
kepadanya, "(Wahai Mu'adz), janganlah kamu memungut zakat
dari harta benda mereka yang dianggap mulia (oleh mereka)," (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III : 357 no:
1496, Muslim I:50 no19, Tirmidzi II:69 no: 261 dan ‘Aunul Ma'bud IV:467 no:
1569, serta Nasa'i V: 55).
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar saw. pernah
menulis surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu, yang Allah
perintahkan kepada Rasul-Nya (yang diantara isinya), "Janganlah
dikeluarkan zakat berupa binatang yang sudah tua, juga yang cacat dan jangan
(pula) yang jantan, kecuali jika dikehendaki oleh orang yang mengeluarkan zakat
itu." (Imam pencatat hadits ini sama dengan riwayat Anas r.a. pada
beberapa halaman sebelumnya).
8. Hukum ternak yang bercampur :
Apabila ada dua orang atau lebih yang
mengadakan serikat dari orang-orang yang terkena wajib zakat, sehingga bagian
seorang diantara keduanya tidak dapat dipisahkan / dibedakan dari bagian yang
lain, maka cukup bagi mereka untuk mengeluarkan zakat seperti untuk satu orang.
Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits berikut.
Dari Anas r.a. bahwa Abu Bakar pernah menulis
sepucuk surat kepadanya (tentang penjelasan) zakat fardhu yang telah Allah
perintah kepada Rasul-Nya (diantara isinya ialah), "Tidaklah dikumpulkan
antara harta yang terpisah, dan tiada pula dipisahkan antara harta yang terkumpul,
karena khawatir mengeluarkan zakatnya. Dan manakala ada dua pencampur ternak,
maka keduanya kembali sama-sama berzakat." (Imam pencatat hadits ini sama
dengan riwayatAnas yang dimuat dalam beberapa halaman sebelumnya).
d. Zakat Barang Galian
Rikaz, barang galian ialah harta karun yang
didapat tanpa niat mencari harta terpendam dan tidak perlu bersusah payah.
Zakat dari rikaz ini
harus segera dikeluarkan, tanpa dipersyaratkan haul (melewati setahun) dan
tidak pula nishab. Berdasarkan keumuman sabda Nabi saw., "Dalam
barang rikaz itu ada zakat (yang harus dikeluarkan) sebanyak seperlima bagian
(20%)." (Muttafaqun ‘alaih:
Fathul Bari III:364 no:1499, Muslim III:1334 no:1710, Tirmidzi II:77 no:637,
Nasa'i IV:45 dan Ibnu Majah II:839 no:2509 serta ‘Aunul Ma'bud VIII:341
no:3069. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim disebutkan dengan panjang
lebar, namun dalam riwayat selain keduanya hanya kalimat tersebut).
Sumber: Diadaptasi
dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil
'Aziz, atau Al-Wajiz
Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah),
hlm. 426 – 438.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar