Selasa, 16 November 2010

PERKEMBANGAN PERPAJAKAN

Negara

Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Syarat-syarat sebuah negara terbagi menjadi dua, yaitu :
Syarat Primer :
  • 1. Terdapat Rakyat
  • 2. Memiliki Wilayah
  • 3. Memiliki Pemerintahan yang Berdaulat
Syarat Sekunder :
  • 1. Mendapat pengakuan Negara lain
Negara adalah pengorganisasian masyarakat yang mempunyai rakyat dalam suatu wilayah tersebut, dengan sejumlah orang yang menerima keberadaan organisasi ini. Syarat lain keberadaan negara adalah adanya suatu wilayah tertentu tempat negara itu berada. Hal lain adalah apa yang disebut sebagai kedaulatan, yakni bahwa negara diakui oleh warganya sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas diri mereka pada wilayah tempat negara itu berada.

Keberadaan negara

Keberadaan negara, seperti organisasi secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai Konstitusi, termasuk didalamnya nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh rakyat sebagai anggota negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita-cita bersama, maksud didirikannya negara Konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi pada suatu negara. Karenanya dia juga mengatur bagaimana negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang-Undang Dasar.
Dalam bentuk modern negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang demokratis. Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pelayanan publik, yakni pelayanan yang diberikan negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya. Dalam perkembangannya banyak negara memiliki kerajang layanan yang berbeda bagi warganya.
Berbagai keputusan harus dilakukan untuk mengikat seluruh warga negara, atau hukum, baik yang merupakan penjabaran atas hal-hal yang tidak jelas dalam Konstitusi maupun untuk menyesuaikan terhadap perkembangan zaman atau keinginan masyarakat, semua kebijakan ini tercantum dalam suatu Undang-Undang. Pengambilan keputusan dalam proses pembentukan Undang-Undang haruslah dilakukan secara demokratis, yakni menghormati hak tiap orang untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang akan mengikat mereka itu. Seperti juga dalam organisasi biasa, akan ada orang yang mengurusi kepentingan rakyat banyak. Dalam suatu negara modern, orang-orang yang mengurusi kehidupan rakyat banyak ini dipilih secara demokratis pula.

Pengertian Negara menurut para ahli

  • Prof. Farid S.
    Negara adalah Suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan negara lain serta memiliki kedaulatan.
  • Georg Jellinek
    Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.
  • Georg Wilhelm Friedrich Hegel
    Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
  • Roelof Krannenburg
    Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
  • Roger H. Soltau
    Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
  • Prof. R. Djokosoetono
    Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
  • Prof. Mr. Soenarko
    Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
  • Aristoteles
    Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.


Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan fakta sejarah

  • Pendudukan (Occupatie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai.Misalnya,Liberia yang diduduki budak-budak Negro yang dimerdekakan tahun 1847.
  • Peleburan (Fusi)
Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru.Misalnya terbentuknya Federasi Jerman tahun 1871.
  • Penyerahan (Cessie)
Hal ini terjadi Ketika suatu Wilayah diserahkan kepada negara lain berdasarkan suatu perjanjian tertentu.Misalnya,Wilayah Sleeswijk pada Perang Dunia I diserahkan oleh Austria kepada Prusia,(Jerman).
  • Penaikan (Accesie)
Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan Lumpur Sungai atau dari dasar Laut (Delta).Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah Negara.Misalnya,wilayah negara Mesir yang terbentuk dari Delta Sungai Nil.

  • Pengumuman (Proklamasi)
Hal ini terjadi karena suatu daerah yang pernah menjadi daerah jajahan ditinggalkan begitu saja. Sehingga penduduk daerah tersebut bisa mengumumkan kemerdekaannya. Contahnya, Indonesia yang pernah di tinggalkan Jepang karena pada saat itu jepang dibom oleh Amerika di daerah Hiroshima dan Nagasaki.


FUNGSI PEMERINTAH

Di bidang ekonomi, peran utama pemerintah adalah untuk meminimalisir terjadinya kegagalan pasar. Dalam ekonomi mikro, istilah "kegagalan pasar" tidak berarti bahwa sebuah pasar tidak lagi berfungsi. Malahan, sebuah kegagalan pasar adalah situasi dimana sebuah pasar efisien dalam mengatur produksi atau alokasi barang dan jasa ke konsumen. Ekonom normalnya memakai istilah ini pada situasi dimana inefisiensi sudah dramatis, atau ketika disugestikan bahwa institusi non pasar akan memberi hasil yang diinginkan. Di sisi lain, pada konteks politik, pemegang modal atau saham menggunakan istilah kegagalan pasar untuk situasi saat pasar dipaksa untuk tidak melayani "kepentingan publik", sebuah pernyataan subyektif yang biasanya dibuat dari landasan moral atau sosial.

Empat jenis utama penyebab kegagalan pasar adalah :

1. Monopoli
Monopoli atau dalam kasus lain dari penyalahgunaan dari kekuasaan pasar dimana "sebuah" pembeli atau penjual bisa memberi pengaruh signifikan pada harga atau keluaran. Penyalahgunaan kekuasaan pasar bisa dikurangi dengan menggunakan undang-undang anti-trust.

2. Ekspernalitas 
Eksternalitas, dimana terjadi dalam kasus dimana "pasar tidak dibawa kedalam akun dari akibat aktivitas ekonomi didalam orang luar/asing." Ada eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi dalam kasus seperti dimana program kesehatan keluarga di televisi meningkatkan kesehatan publik. Eksternalitas negatif terjadi ketika proses dalam perusahaan menimbulkan polusi udara atau saluran air. Eksternalitas negatif bisa dikurangi dengan regulasi dari pemerintah, pajak, atau subsidi, atau dengan menggunakan hak properti untuk memaksa perusahaan atau perorangan untuk menerima akibat dari usaha ekonomi mereka pada taraf yang seharusnya.
3. Barang Publik 
Barang publik seperti pertahanan nasional dan kegiatan dalam kesehatan publik seperti pembasmian sarang nyamuk. Contohnya, jika membasmi sarang nyamuk diserahkan pada pasar pribadi, maka jauh lebih sedikit sarang yang mungkin akan dibasmi. Untuk menyediakan penawaran yang baik dari barang publik, negara biasanya menggunakan pajak-pajak yang mengharuskan semua penduduk untuk membayar pda barang publik tersebut (berkaitan dengan pengetahuan kurang dari eksternalitas positif pada pihak ketiga/kesejahteraan sosial).

4. Ketidakpastian
Kasus dimana terdapat informasi asimetris atau ketidak pastian (informasi yang inefisien). Informasi asimetris terjadi ketika salah satu pihak dari transaksi memiliki informasi yang lebih banyak dan baik dari pihak yang lain. Biasanya para penjual yang lebih tahu tentang produk tersebut daripada sang pembeli, tapi ini tidak selalu terjadi dalam kasus ini. Contohnya, para pelaku bisnis mobil bekas mungkin mengetahui dimana mbil tersebut telah digunakan sebagai mobil pengantar atau taksi, informasi yang tidak tersedia bagi pembeli.

Sedangkan fungsi dari intervensi pemerintah dalam perekonomian adalah:


  • Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial politik, hokum, pertahanan dan keamanan.
  • Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa public, seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon.
  • Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat.


Sejarah pemungutan & Perkembangan Pemungutan Pajak


Pada awal mulanya pajak hanya merupakan pemberian sukarela kepada raja dan bukan merupakan paksaan dan kewajiban seperti pajak yang ada pada zaman sekarang. Pajak mulai menjadi pungutan sejak zaman romawi, pada awal republik  Roma (509-27 SM sudah mulai dikenal beberapa jenis pungutan pajak, seperti censor, questor dan beberapa lainnya.
Pada zaman roma tidak disebut pajak seperti zaman sekarang tetapi disebut publican trubutum, dan pajak pada zaman tersebut merupakan pajak langsung atas kepala negara.
Pada zaman kaisar terkenal julius caesar pajak dikenal dengan nama centesima rerum venalium, yaitu sejenis pajak penjualan yang besarnya sebesar 1% dari omset penjualan. Didaerah lain italia dikenal dengan nama decumae, yaitu pungutan yang besarnya 10% dari dari para petani atau penguasa tanah.
Di Indonesia sendiri pajak sudah mulai ada sejak belanda masuk ke Indonesia terutama setelah berdirinya VOC, pungutan bisa berupa kerja paksa atau upeti.
Ada beberapa macam fungsi pemerintahan suatu negara yaitu,

  1. Melaksanakan penertiban (law and order),
  2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Pertahanan
  3. Menegakkan keadilan
Sumber penghasilan negara berasal dari beberapa sumber, yaitu pajak dan denda, kekayaan alam, bea dan cukai, kontibusi, royalti, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari badan usaha milik negara dan sumber-sumber lainnya.

  • Kontribusi adalah pungutan yang dilakukan pemerintah kepada sejumlah penduduk yang menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah.
  • Bea Cukai adalah pungutan negara yang dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai berdasarkan UU kepabeanan yang berlaku (UU 10/1995).
  • Kepabeanan adalah segala sesuatu yang behubungan dengan pengawasan dan pemungutan Bea Masuk atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean.
  • Retribusi adalah pungutan yang dilakukan secara langsung oleh negara sehubungan dengan penggunaan jasa yang disediakan oleh negara, baik berupa Jasa Umum, jasa usaha, maupun perizinan tertentu tanpa mendapat kontraprestasi dari negara.
  • Iuran adalah pungutan yang dilakukan Negara sehubungan dengan penggunaan jasa yang disediakan oleh negara  untuk kepentingan sekelompok oran, seperti iuran TV, air, Listris, telpon, dll
  • Sumbangan adalah pungutan yang dilakukan oleh Negara bagi golongan penduduk tertentu saja karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya sehingga biaya-biaya yang dikerluarkan dari kas umum untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum.
  • Laba dari BUMN adalah pendapatan  negara yang didapatkan dari penghasilan BUMN baik , Perum dan Perjan, dan hasilnya akan dimasukan kembali ke dalam APBN.

 

Sejarah Perpajakan di Indonesia

Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Saat itu, rakyat memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak, atau hasil tanaman lainnya seperti pisang, kelapa, dan lain-lain. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat dan tidak ada imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.
Dalam perkembangannya, sifat upeti yang diberikan oleh rakyat tidak lagi hanya untuk kepentingan raja saja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri.  Artinya pemberian kepada rakyat atau penguasa digunakan untuk kepentingan umum seperti untuk menjaga keamanan rakyat, memelihara jalan, pembangun saluran air, membangun sarana sosial lainnya, serta kepentingan umum lainnya.
Perkembangan dalam masyarakat mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan cuma-cuma dan sifatnya memaksa tersebut, yang kemudian dibuat suatu  aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi unsur keadilan inilah maka rakyat diikutsertakan dalam membuat aturan-aturan dalam pemungutan pajak, yang nantinya akan dikembalikan juga hasilnya untuk kepentingan rakyat sendiri.
Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak, yaitu sebagai berikut:
  1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga;
    1. Aturan Bea Meterai;
    2. Ordonansi Bea Balik Nama;
    3. Ordonansi Pajak Kekayaan;
    4. Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor;
    5. Ordonansi Pajak Upah;
    6. Ordonansi Pajak Potong;
    7. Ordonansi Pajak Pendapatan;
    8. Undang-undang Pajak Radio;
    9. Undang-undang Pajak Pembangunan I;
    10. Undang-undang Pajak Peredaran.
Kemudian diundangkan lagi beberapa undang-undang, antara lain:
  1. UU Pajak Penjualan Tahun 1951 yang diubah dengan UU No. 2 Tahun 1968;
    1. UU No. 21 Tahun 1959 tentang Pajak Dividen yang diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1967 tentang Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti;
    2. UU No. 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa;
    3. UU No. 74 Tahun 1958 tentang Pajak Bangsa Asing;
    4. UU No. 8 Tahun 1967 tentang Tata Cara Pemungutan PPd, PKK, dan PPs     atau Tata Cara MPS-MPO.
Terlalu banyaknya undang-undang yang dikeluarkan mengakibatkan masyrakat mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang di atas ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan, dan masih memuat unsur-unsur kolonial. Maka pada tahun 1983, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat melakukan reformasi undang-undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang sifatnya lebih mudah dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undang-undang tersebut adalah:
  1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
  2. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh);
  3. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM;
  4. UU No. 12 Tahun1985 tentang PBB (masih menggunakan official assessment);
  5. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM).
Pada tahun 1994, empat dari kelima undang-undang di atas kemudian mengalami perubahan dengan mengubah beberapa pasal yang dipandang perlu dengan undang-undang, yaitu:
  1. UU No.6 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994;
  2. UU No. 7 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 10 Tahun 1994;
  3. UU No. 8 Tahun 1983 diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994;
  4. UU No. 12 Tahun 1985 diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994;
Kemudian pada tahun 1997 pemerintah membuat beberapa undang-undang yang berkaitan dengan masalah perpajakan untuk mendukung undang-undang yang sudah ada, yaitu:
  1. UU No. 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian dan Sengketa Pajak;
    1. UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
    2. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
    3. UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
    4. UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan untuk memberikan rasa keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pada tahun 2000 pemerintah kembali mengubah undang-undang perpajakan, yaitu:
  1. UU No. 16 Tahun 2000 tentang KUP;
  2. UU No. 17 Tahun 2000 tentang PPh;
  3. UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN dan PPnBM;
  4. UU No. 19 Tahun 2000 tentang PPSP;
  5. UU No. 21 Tahun 2000 tentang BPHTB;
  6. UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD; serta
  7. Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai.
Kemudian pada tahun 2002, dengan menimbang bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Pajak belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung maka dibentuklah suatu Pengadilan Pajak dengan UU No. 14 Tahun 2002 sebagai pengganti UU No. 17 Tahun 1997.
Perubahan terakhir undang-undang perpajakan baru-baru ini dilakukan pada tahun 2007 dan 2008 yang menghasilkan UU KUP No. 28 Tahun 2007 yang berlaku mulai tahun 2008 dan UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun 2009. Namun, dilatarbelakangi adanya sunset policy beberapa waktu lalu, maka UU KUP diperbaharui lagi dengan adanya UU No. 16 Tahun 2009 sebagai penetapan Perpu No. 5 Tahun 2008 yang hanya mengubah satu bunyi ketentuan Pasal 37A ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007.UU PPN/PPNBM  No. 42 tahun 2009 yg berlaku I April 2010.

0 komentar:

Posting Komentar