Seringkali kita dengar orang-orang yang membangun karir bertahun-tahun
akhirnya terpuruk oleh kelakuan keluarganya. Ada yang dimuliakan di kantornya
tapi dilumuri aib oleh anak-anaknya sendiri, ada yang cemerlang karirnya di
perusahaan tapi akhirnya pudar oleh perilaku istrinya dan anaknya. Ada juga yang
populer di kalangan masyarakat tetapi tidak populer di hadapan keluarganya. Ada
yang disegani dan dihormati di lingkungannya tapi oleh anak istrinya sendiri
malah dicaci, sehingga kita butuh sekali keseriusan untuk menata strategi
yang tepat, guna meraih kesuksesan yang benar-benar hakiki. Jangan sampai
kesuksesan kita semu. Merasa sukses padahal gagal, merasa mulia padahal hina,
merasa terpuji padahal buruk, merasa cerdas padahal bodoh, ini
tertipu!
Penyebab kegagalan
seseorang diantaranya :
- Karena dia tidak pernah punya waktu yang memadai untuk mengoreksi dirinya. Sebagian orang terlalu sibuk dengan kantor, urusan luar dari dirinya akibatnya dia kehilangan fondasi yang kokoh. Karena orang tidak bersungguh-sungguh menjadikan keluarga sebagai basis yang penting untuk kesuksesan.
- Sebagian orang hanya mengurus keluarga dengan sisa waktu, sisa pikiran, sisa tenaga, sisa perhatian, sisa perasaan, akibatnya seperti bom waktu. Walaupun uang banyak tetapi miskin hatinya. Walaupun kedudukan tinggi tapi rendah keadaan keluarganya.
Oleh karena itulah,
jikalau kita ingin sukses, mutlak bagi kita untuk sangat serius membangun
keluarga sebagai basis (base), Kita harus jadikan keluarga kita menjadi basis
ketentraman jiwa. Bapak pulang kantor begitu lelahnya harus rindu rumahnya
menjadi oase ketenangan. Anak pulang dari sekolah harus merindukan suasana aman
di rumah. Istri demikian juga. Jadikan rumah kita menjadi oase ketenangan,
ketentraman, kenyamanan sehingga bapak, ibu dan anak sama-sama senang dan betah
tinggal dirumah.
Agar rumah kita
menjadi sumber ketenangan, maka perlu diupayakan:
- Jadikan rumah kita sebagai rumah yang selalu dekat dengan Allah SWT, dimana di dalamnya penuh dengan aktivitas ibadah; sholat, tilawah qur'an dan terus menerus digunakan untuk memuliakan agama Allah, dengan kekuatan iman, ibadah dan amal sholeh yang baik, maka rumah tersebut dijamin akan menjadi sumber ketenangan.
- Seisi rumah Bapak, Ibu dan anak harus punya kesepakatan untuk mengelola perilakunya, sehingga bisa menahan diri agar anggota keluarga lainnya merasa aman dan tidak terancam tinggal di dalam rumah itu, harus ada kesepakatan diantara anggota keluarga bagaimana rumah itu tidak sampai menjadi sebuah neraka.
- Rumah kita harus menjadi "Rumah Ilmu" Bapak, Ibu dan anak setelah keluar rumah, lalu pulang membawa ilmu dan pengalaman dari luar, masuk kerumah berdiskusi dalam forum keluarga; saling bertukar pengalaman, saling memberi ilmu, saling melengkapi sehingga menjadi sinergi ilmu. Ketika keluar lagi dari rumah terjadi peningkatan kelimuan, wawasan dan cara berpikir akibat masukan yang dikumpulkan dari luar oleh semua anggota keluarga, di dalam rumah diolah, keluar rumah jadi makin lengkap.
- Rumah harus menjadi "Rumah pembersih diri" karena tidak ada orang yang paling aman mengoreksi diri kita tanpa resiko kecuali anggota keluarga kita. Kalau kita dikoreksi di luar resikonya Dipermalukan, aib tersebarkan tapi kalau dikoreksi oleh istri, anak dan suami mereka masih bertalian darah, mereka akan menjadi pakaian satu sama lain. Oleh karena itu, barangsiapa yang ingin terus menjadi orang yang berkualitas, rumah harus kita sepakati menjadi rumah yang saling membersihkan seluruh anggota keluarga. Keluar banyak kesalahan dan kekurangan, masuk kerumah saling mengoreksi satu sama lain sehingga keluar dari rumah, kita bisa mengetahui kekurangan kita tanpa harus terluka dan tercoreng karena keluarga yang mengoreksinya.
- Rumah kita harus menjadi sentra kaderisasi sehingga Bapak-Ibu mencari nafkah, ilmu, pengalaman wawasan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anak kita sehingga kualitas anak atau orang lain yang berada dirumah kita, baik anak kandung, anak pungut atau orang yang bantu-bantu di rumah, siapa saja akan meningkatkan kualitasnya. Ketika kita mati, maka kita telah melahirkan generasi yang lebih baik. Tenaga, waktu dan pikiran kita pompa untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih bermutu, kelak lahirlah kader-kader pemimpin yang lebih baik. Inilah sebuah rumah tangga yang tanggung jawabnya tidak hanya pada rumah tangganya tapi pada generasi sesudahnya serta bagi lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar